Polres Kuningan Tangkap Pimpinan Ponpes yang Diduga Lakukan Tindakan Asusila Anak di Bawah Umur
Abdul Hafid (38) pimpinan Pondok Pesantren Bina Qurani di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kuningan, yang diduga melakukan perbuatan asusila.
Penulis: Ahmad Ripai | Editor: Darajat Arianto
Laporan Kontributor Kuningan Ahmad Ripai
TEIBUNJABAR.ID, KUNINGAN - Abdul Hafid (38) pimpinan Pondok Pesantren Bina Qurani yang berlokasi di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kuningan, harus berurusan dengan polisi.
Hal itu diketahui setelah sebelumnya, tersangka melakukan perbuatan tidak wajar terhadap anak didiknya alias diduga melakukan perbuatan asusila.
Demikian dikatakan Kasat Reskrim Polres Kuningan, AKP MH Firmansyah saat memberikan keterangan kepada wartawan di ruang kerjanya, Sat Reskrim Mapolres Kuningan, Jumat (31/12/2021).
Kasat Reskrim mengatakan, telah terjadi dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yang terjadi pada Oktober 2021 sekitar pukul 23.00 WIB.
"Oknum pimpinan ponpes melakukan kegiatan buruk itu bertempat di dalam kamar tempat di pondok pesantren tersebut," katanya.
Berdasarkan pengumpulan data dan keterangan, kata MH Firmansyah, ada 7 anak berstatus sebagai korban.
"Dari jumlah tersebut baru 3 orang tua korban atau keluarga yang melapor," ujarnya.
Dalam melakukan perbuatan tersebut, kata Kasat Reskrim, pelaku melakukannya dengan cara oknum ustaz ini memanggil para anak korban pada waktu yang berbeda-beda.
"Saat sudah dipanggil itu untuk diajak ke dalam kamar tempat istirahat tersangka. Dari situ tindakan tidak terpuji pun dilakukan tersangka," kata MH Firmansyah seraya menambahkan bahwa saat sebelum kejadian itu tersangka melakukan bujukan dan mengiming-iming akan memberi barang.
"Barang yang dijanjikan akan diberi itu seperti baju koko, parfum dan barang kebutuhan lainnya," ucap Kasat Reskrim.
Adanya kejadian tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur ini melanggar Pasal 22 ayat (2) dan (4) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 terang perubahan kasus atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU Jo pasal 76 dan UU RI Nomor 35 tabun 201 perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002.
"Untuk ancaman paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 5 miliar," ujar MH Firmansyah. (*)