Santriwati Garut korban Herry Wirawan Tiap Hari Disuruh Bikin Proposal, Duitnya Dipakai ke Hotel

Belasan santriwati jadi korban kebiadaban Herry Wirawan pemilik Pesantren Manarul Huda Antapani.

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Mega Nugraha
Kolase (Istimewa dan Tribunjabar.id/Cipta Permana)
Terungkap nasib miris para santriwati di pesantren yang diasuh Herry Wirawan. Mereka ternyata kerap diminta jadi kuli bangunan. 

Ia mengaku tidak pernah melihat ada santriwati yang seperti tengah dalam kondisi berbadan dua, karena selain pakaian yang panjang dan longgar, namun Ia merasa hal itu tidak mungkin terjadi.

Terlebih, menurutnya Madani Boarding School merupakan pendidikan berbasis agama.

Selain itu, meskipun Herry Wirawan tergolong sosok yang jarang berkomunikasi dengan warga, namun dari sikap, warga menilai yang bersangkutan merupakan orang baik. Setiap datang ke pondok pesantren tersebut pun, Herry terkadang menggunakan motor atau mobil. 

Namun ternyata, dibalik tampang polosnya tersebut, justru warga merasa tertipu.  Kedok Herry Wirawan baru diketahui warga, khususnya dirinya yang menjabat sebagai pengurus RT, saat petugas kepolisian datang untuk melakukan penggerebekan.

Bahkan menurutnya, sebelum dilakukan hal tersebut, petugas kepolisian sempat datang ke rumahnya dan berkomunikasi dengannya. Ia pun menanyakan, ada peristiwa apa sehingga petugas kepolisian datang ke wilayahnya.

"Sebelum penggerebekan di sana, malahan sempat datang dulu ke rumah, ngobrol sama saya. Saya tanya ada kejadian apa, awalnya waktu itu engga diceritakan ada masalah apa. Tapi setelah tahu saya sekertaris RT, baru diceritakan bahwa ada masalah pelecehan anak katanya. Saya juga kaget dan engga percaya, jadi saya tanya lagi, yang bener pak, polisinya bilang iya, tersangkanya udah ditangkap ada di mobil (polisi). Jadi ditangkapnya mah bukan di sini, kan ada dua pesantrennya sama yang di Antapani," ucapnya.

Agus menjelaskan bahwa, usia para santriwati di dalam Pondok Pesantren Madani Boarding School itu sekitar di bawah 16 tahun. 

Atas adanya peristiwa tersebut, sebagai pengurus RT pun geram dan merasa kecolongan. Dugaannya selama ini, bahwa pondok pesantren tersebut digunakan untuk tempat belajar agama, ternyata justru menjadi tempat tindak asusila. 

"Ya kesel aja merasa kecolongan dari adanya kejadian ini, engga ada satu warga pun yang menduga bakal ada seperti ini. Yang seharusnya pesantren itu tempat belajar agama, malah begini. Jadi kasihan lah ke santriwatinya, hancur lah masa depannya. Kalau tahu dari dulu mungkin bisa kita dicegah. Jadi marah lah warga disini juga ke dia (pelaku)," katanya.

Pesantren Gratis

Herry Wirawan yang menggelar pesantren gratis itu didukung fakta di situs Pondok Pesantren Manarul Huda, ponpesputri-manarulhuda.blogspot.com.

Di situs itu, tertulis Pondok Pesantren Gratis Manarul Huda Antapani (Madani). Situs itu dibuat sekira 2016 kemudian menampilkan santriwati penghuni pesantren tersebut.

Situs itu juga menampilkan susunan pengurus yayasan dimulai dari Novi Alviani selaku Bendahara, Herry Wirawan selaku Ketua Umum, Dede Irawan selaku Ketua, Saepudin selaku Sekretaris.

Sejumlah orangtua santriwati korban pemerkosaan yang berlatar belakang keluarga tidak mampu, mengakui bahwa mereka tidak ada kewajiban membayar untuk biaya anaknya di Pesantren Manarul Huda.

"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," kata salah satu keluarga korban, An di Garut.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved