Beda Erupsi dan Meletus serta Apa Saja Jenis Erupsi dalam Gunung Berapi, Gunung Semeru Kategori Apa?
Erupsi adalah proses pelepasan material dari gunung berapi. Material ini bisa dalam bentuk lava, gas, abu, dan lain-lain.
TRIBUNJABAR.ID - Apa Bedanya erupsi dan meletus dalam Vulkanologi?
Sebelumnya, kita cari tahu dulu apa itu erupsi.
Erupsi adalah proses pelepasan material dari gunung berapi. Material ini bisa dalam bentuk lava, gas, abu, dan lain-lain.
Material ini nantinya akan dilepaskan ke atmosfer atau ke permukaan bumi dalam jumlah tidak menentu.
Erupsi terjadi karena adanya pergerakan magma dari dalam perut bumi.
Pergerakan magma disebabkan oleh kuatnya tekanan gas dari dalam perut bumi yang secara terus menerus hingga mendorong magma untuk keluar.
Lalu, apa bedanya erupsi dengan meletus?
Sebenarnya, erupsi dan meletus memiliki arti yang sama.
Namun, istilah gunung meletus ini lebih sering dikaitkan dengan erupsi eksplosif.
Apa itu erupsi eksplosif yang sering dikaitkan dengan gunung meletus? Kita cari tahu dulu macam-macam erupsi, yuk!
Macam-Macam Erupsi
Terdapat dua macam erupsi gunung berapi.
1. Erupsi Eksplosif
Jenis erupsi ini ditandai dengan suara dentuman yang keras.
Magma dan material lain keluar dari perut bumi disertai dengan dentuman yang kuat sehingga suaranya juga begitu nyaring.
Erupsi jenis ini pernah terjadi pada Gunung Krakatau hingga menimbulkan banyak sekali korban jiwa.
Karena mengeluarkan dentuman inilah, biasanya erupsi jenis ini yang sering dikaitkan dengan istilah gunung meletus.
2. Erupsi Efusif
Jenis erupsi ini ditandai dengan keluarnya magma dalam bentuk lelehan lava.
Perbedaan dengan erupsi eksplosif adalah tekanan gas tidak begitu kuat, sehingga magma keluar dalam bentuk aliran lava hingga ke lereng gunung.
Suara yang ditimbulkanpun tidak terlalu nyaring.
Itulah bedanya erupsi dan meletus yang bisa terjadi pada gunung berapi. Kedua memiliki arti yang sama.
Tipe Erupsi Gunung Semeru
Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB mengeluarkan siaran pers mengenai erupsi Gunung Semeru, Sabtu (4/12/2021) sore.
Abdul Muhari, Ph.D, Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dalam siaran pers yang diterima Tribunjabar.id menerangkan kronologi letusan Gunung Semeru tadi sore.
Disebutkan bahwa pada Sabtu sore (4/12), Gunung Semeru yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur mengalami guguran awan panas.
Material vulkanik yang terpantau pada pukul 15.20 WIB ini mengarah ke Besuk Kobokan, Desa Sapiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang.
Sementara itu guguran awan panas membuat Desa Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang diselimuti awan abu vulkanik.
Akibatnya, wilayah tersebut menjadi gelap gulita seperti malam hari.
Letusan Gunung Semeru memiliki tipe vulkanian dan strombolian.
Tipe vulkanik yaitu atau karakter letusan vulcanian berupa letusan eksplosif yang dapat menghancurkan kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya.
Sementara, karakter letusan strombolian biasanya terjadi pembentukan kawah dan lidah lava baru.
Catatan Panjang Letusan Gunung Semeru
Semeru memiliki catatan panjang sejarah erupsi yang terekam pada 1818.
Catatan letusan yang terekam pada 1818 hingga 1913 tidak banyak informasi yang terdokumentasikan. Kemudian pada 1941-1942 terekam aktivitas vulkanik dengan durasi panjang.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan leleran lava terjadi pada periode 21 September 1941 hingga Februari 1942.
Saat itu letusan sampai di lereng sebelah timur dengan ketinggian 1.400 hingga 1.775 meter. Material vulkanik hingga menimbun pos pengairan Bantengan.
Selanjutnya beberapa aktivitas vulkanik tercatat beruntun pada 1945, 1946, 1947, 1950, 1951, 1952, 1953, 1954, 1955 – 1957, 1958, 1959, 1960.
Tak berhenti sampai di sini, Gunung Semeru termasuk salah satu gunung api aktif yang melanjutkan aktivitas vulkaniknya.
Seperti pada 1 Desember 1977, guguran lava menghasilkan awan panas guguran dengan jarak hingga 10 km di Besuk Kembar.

Volume endapan material vulkanik yang teramati mencapai 6,4 juta m3. Awan panas juga mengarah ke wilayah Besuk Kobokan. Saat itu sawah, jembatan dan rumah warga rusak.
Aktivitas vulkanik berlanjut dan tercatat pada 1978 – 1989.
PVMBG juga mencatat aktivitas vulkanik Gunung Semeru pada 1990, 1992, 1994, 2002, 2004, 2005, 2007 dan 2008. Pada tahun 2008, tercatat beberapa kali erupsi, yaitu pada rentang 15 Mei hingga 22 Mei 2008.
Teramati pada 22 Mei 2008, empat kali guguran awan panas yang mengarah ke wilayah Besuk Kobokan dengan jarak luncur 2.500 meter.
Menurut data PVMBG, aktivitas Gunung Semeru berada di kawah Jonggring Seloko. Kawah ini berada di sisi tenggara puncak Mahameru.
Sedangkan karakter letusannya, Gunung Semeru ini bertipe vulkanian dan strombolian yang terjadi 3 – 4 kali setiap jam.
Karakter letusan vulcanian berupa letusan eksplosif yang dapat menghancurkan kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya.
Sementara, karakter letusan strombolian biasanya terjadi pembentukan kawah dan lidah lava baru.
Saat ini Gunung Semeru berada pada status level II atau ‘waspada’ dengan rekomendasi sebagai berikut.
Pertama, masyarakat, pengunjung atau wisatawan tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah atau puncak Gunung Semeru dan jarak 5 Km arah bukaan kawah di sektor tenggara - selatan, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru.
Radius dan jarak rekomendasi ini akan dievaluasi terus untuk antisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya.
Kedua, masyarakat menjauhi atau tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas karena saat ini suhunya masih tinggi.
Ketiga, perlu diwaspadai potensi luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Besuk Kobokan.
Keempat, mewaspadai ancaman lahar di alur sungai atau lembah yang berhulu di Gunung Semeru, mengingat banyaknya material vulkanik yang sudah terbentuk.
Terkait dengan perkembangan erupsi Gunung Semeru, BNPB mengimbau warga untuk tetap waspada dan siaga dengan memperhatikan rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh PVMBG. BNPB terus memantau dan melakukan koordinasi dengan BPBD setempat dalam penanganan darurat erupsi.
(Penulis: Iveta R., Putri Puspita)