Wawancara Eksklusif Direktur Pencegahan BNPT: Masyarakat Moderat Berpotensi Terpapar Radikalisme

PAHAM radikalisme dan terorisme sudah sejak lama ada di Indonesia. Terbaru, 59 anak-anak di Garut, Jawa Barat, dikabarkan telah terpapar.

Editor: Giri
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Ahmad Nurwahid. (tribunnews) 

PAHAM radikalisme dan terorisme sudah sejak lama ada di Indonesia. Terbaru, 59 anak-anak di Garut, Jawa Barat, dikabarkan telah terpapar dan dibaiat oleh Negara Islam Indonesia (NII).

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Ahmad Nurwahid, mengatakan, satu strategi dan proteksi awal bagi masyarakat agar terhindar adalah dengan kesiapsiagaan nasional, terutama dari sisi ideologi.

Wahid menyebut vaksinasi ideologi tetap dibutuhkan sebab sebanyak 87,8 persen masyarakat Indonesia yang terbilang moderat masih berpotensi terpapar. 

Berikut wawancara khusus Tribunnetwork dengan Direktur Pencegahan BNPT,  Brigjen Ahmad Nurwahid, Jumat (29/10/2021).

Tadi sudah disebutkan 59 anak-anak bahkan lebih, terpapar paham radikal, menurut Anda bagaimana cara me-recovery korban?

Menurut UU 5/2018, penanggulangan terorisme dilakukan dengan pendekatan holistik dari hulu sampai hilir.

Hulunya adalah pencegahan terkait radikalisme yang menjiwai semua aksi terorisme.

Kalau terorismenya, okelah sudah ada law enforcement-nya.

Untuk radikalismenya ini ada tiga strategi sebagai amanah UU yang breakdown-nya pada PP 77/2019.

Pertama adalah kesiapsiagaan nasional.

Kesiapsiagaan nasional di sini tidak hanya dipahami sebagai kesiapsiagaan fisik, pasukan, manajemen dan sebagainya tetapi lebih dari pada itu juga kesiapsiagaaan ideologi.

Radikal terorisme ini kan akar masalahnya ideologi.

Para ulama, tokoh agama, harus ikut melakukan “vaksinasi ideologi” terhadap 87,8 persen masyarakat Indonesia yang masih moderat tapi tetap juga berpotensi terpapar berupa moderasi beragama, moderasi berbangsa, tentang wawasan kebangsaan, nasionalisme, nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai sejarah bangsa dengan pendekatan agama.

Kenapa kok dengan pendekatan agama?

Karena selama ini kelompok radikal ini selalu memanipulasi agama, selalu membentur-benturkan atau mendikotomi antara agama dan negara, agama dan budaya, agama dan nasionalisme.

Maka dengan pndekatan agama yang kaffah, yang benar, yang baik, ini akan menghilangkan celah pendikotomian mereka.

Kedua, terhadap mereka yang 12,2 persen. Dia OTG. Dia tidak sadar kalau dirinya terpapar.

Maka kita lakukan yang namanya kontraradikalisasi yang isinya adalah kontra ideologi, kontra propaganda, dan kontra narasi.

Terutama di dunia maya.

Karena masifitas radikalisasi ini adalah melalui dunia maya.

Strategi ketiga adalah deradikalisasi.

Deradikalisasi ini adalah upaya proses untuk mengembalikan mereka yang terpapar paham radikal menjadi moderat.

Minimal mengurangi tingkat keterpaparannya.

Yang harus dipahami kita semua, deradikalisasi itu hanya diperuntukan bagi mereka yang sudah tersangka, terdakwa, terpidana, maupun mantan narapidana yang belum moderat.

Isinya deradikalisasi adalah rehabilitasi ideologi, reintregrasi sosial, dan reedukasi.

Ini yang selalu kita gelorakan.

Sekarang bagaimana terhadap mereka katakanlah yang di Garut ini 59, maka kita lakukan reedukasi dan rehabilitasi ideologi.

Isu NII dan kelompok lain yang intoleran dan radikal itu kan sebenarnya sudah ada di tengah masyarakat kita lama.

Sebenarnya gerakan NII ini menggunakan sarana apa selain agama?

Pertama, di samping menggunakan media sosial, menggunakan media pendidikan formal.

Di situ ada yayasannya.

Kemudian mungkin tahulah di situ ada yayasan Al Zaitun, itu kan terkenal KW 9 Panji Gumilang, ini sudah menjadi rahasia umum kan.

Kebetulan yang di Garut ini kan KW 7.

Tetapi polanya sama, mereka menginduknya ke NII.

Kedua, di sini lebih dikenal sebagai Islam Baiat.

Jadi setiap pengikutnya diwajibkan melakukan infak kepada pimpinannya yang digunakan untuk Negara Islam Indonesia.

Dari infak tadi otomatis yang mengakomodasi infak itu pasti ada persentasenya, jadi kayak multilevel.

Yang kasihan ini kan masyarakat yang terpapar ini, korban-korbannya.

Terutama anak-anak yang belum punya penghasilan.

Dia bisa menipu orang tua, mencuri punya orang tua, karena doktrin takfiri yang dia tanamkan bahwa menganggap di luar mereka termasuk orang tuanya dianggap kafir sehingga halal darah dan hartanya.

Sehingga mereka menipu orang tua, menipu temannya yang penting menghasilkan uang kemudian ada yang sebagian atau seluruhnya diinfakkan untuk negara.

Makanya banyak di sini tokoh-tokoh mereka yang dulunya tidak naik kendaraan, ekonominya pas-pasan, begitu jadi perekrut NII ini naik mobil, kaya, itu kan juga bisa menarik.

Ketiga, terkesan pembiaran.

Pembiaran itu karena keraguan dari aparat karena belum adanya regulasi yang melarang secara yuridis terhadap ideologinya.

Mereka kan juga sembunyi-sembunyi. Tidak seperti HTI yang melalui dunia maya secara masif.

Mereka kencederungan melalui halaqoh-halaqoh atau pun melalui pengajian-pengajian kecil dengan terjemahan, kemudian mereka brainwash.

Tetapi semuanya adalah sesat dan menyesatkan.

Karena apa?

Di sini itu orang Islam itu tidak usah salat dulu, karena ini belum fatul Makkah.

Jadi kami mengharapkan agar MUI segera membuat fatwa bahwa ajaran ini adalah menyesatkan atau ajaran sesat.

Supaya ada resisten sosial sampai adanya regulasi yang melarang ideologi NII ini atau ideologi takfiri ini.

Bisa dijelaskan kepada kita semua supaya kita alert, pencegahan, ciri-ciri yang nanti ajarannya bisa membuat generasi muda ini menjadi mengarah pada terorisme. Apa ciri-cirinya?

Buahnya itu kan terorisme.

Pohonnya itu kan ekstremisime atau radikalisme.

Dari pohon tersebut akarnya itu adalah ideologi takfiri.

Selanjutnya batang, ranting, daunnya itu antara lain, mereka sudah prokhilafah, anti-Pancasila, anti-pemerintahan yang sah.

Karena ini kan sejatinya gerakan politik kekuasaan, ingin mendirikan negara NII atau negara agama menurut versi mereka.

Ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah atau ideologi Islam menurut versi mereka dengan memanipulasi Islam atau agama.

Ketiga, fanatik yang berlebihan dan menganggap orang lain salah. Itu kan indikatornya dari situ.

Mulai eksklusif dia terhadap perubahan atau anti-perubahan.

Kemudian dia intoleran terhadap keragaman perbedaan.

Kemudian mereka masuk ke dalam paham radikal, jaringan politiknya, baru tinggal tunggu nanti, kalau dia sudah dibaiat ke dalam jaringan teroris, JI, JIAD, MIT, dan lain sebagainya ini sudah berpotensi bisa dilakukan penangkapan.

Karena apa? Karena penangkapan di sini didasari pada dua alat bukti sesuai unsur-unsur tindak pidana teror.

Misalnya dia sudah melakukan i'dat, latihan-latihan perang, mempersiapkan senjata, masuk dalam organisasi teror, dia merencanakan strategi di dalam liqo atau pengajian kecil.

Itu sudah memenuhi unsur tindak pidana teror dan sangat berpotensi akan melakukan aksi teror.

Maka dilakukan tindakan sebelum melakukan aksi. (tribunnetwork/vincentius Jyestha/cep)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved