Kisah Tukang Cilok Keliling Banting Setir Jadi Youtuber, Kini Dapat Duit Rp 10 Juta Per Bulan

Ini kisah seorang tukang cilok keliling yang banting setir jadi YouTuber. Kini penghasilannya fantastis.

Editor: taufik ismail
Kompas.com/Fadhlan MZ
Youtuber Angger Pradesa dan istrinya. Angger semula tukang cilok keliling dan kini jadi Youtuber dengan rata-rata penghasilan Rp 10 juta per bulan. 

TRIBUNJABAR.ID, BANYUMAS - Kampung di Banyumas, Jawa Tengah, ini melahirkan banyak content creator.

Karenanya kampung ini kemudian berjuluk Kampung YouTuber.

Kampung ini terletak di Desa Kasegeran, Kecamatan Cilongok.

Salah satu content creator yang punya cerita sukses adalah Sutirwan (45) atau Angger Pradesa.

Dulunya, ia seorang pedagang cilok keliling.

Angger mengawali membuat konten video di Youtube pada 2018.

Hingga kini, channel miliknya dengan nama Angger Pradesa telah memiliki lebih dari 100.000 subcriber.

Titik balik perjalannya itu diawali pertemuannya dengan Siswanto (38) alias Siboen Nugroho, pria yang menjadi inisiator Kampung YouTuber.

Angger menceritakan, sejak kecil tinggal bersama kakek dan neneknya di pinggir hutan.

Ia terpaksa putus sekolah saat duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar (SD), karena tak punya biaya.

Angger kemudian menjadi penggembala kerbau sambil membantu kakek dan neneknya, termasuk memasak.

Setelah dewasa Angger sempat menjadi penyiar radio amatir di desanya dengan nama udara Angger Pradesa.

Ia siaran membawakan acara dangdut selama kurang lebih lima tahun.

"Setelah menikah saya jualan cilok keliling, sekitar tahun 2002. Awalnya dipikul, kemudian pakai gerobak dorong, tapi waktunya habis di jalan, jadi saya kredit motor," ucap Angger.

Ia mengaku, awal ketertarikannya menjadi content creator saat bertemu dengan Siboen.

"Waktu itu saya lagi jualan kehujanan, kemudian berteduh. Saat berteduh itu melihat anak-anak kecil lagi nonton YouTubenya Sibeon, ternyata teman sendiri," ujar Angger.

Angger mengatakan, sebelumnya Siboen kerap memborong dagangannya untuk membuat konten video.

Ia lantas menemui Siboen untuk belajar menjadi YouTuber.

"Saya tertarik menjadi YouTuber untuk menambah penghasilan. Jualan cilok kadang sehari habis, kadang sampai tiga hari, kadang sampai modal habis," kata Angger.

Namun impiannya menjadi YouTuber terkendala peralatan, karena ia hanya memiliki ponsel jadul tanpa kamera.

Ia lantas membobok celengan yang dikumpulkan bertahun-tahun.

"Saya dapat uang sekitar Rp 2 juta. Saya ditemani Mas Siboen membeli ponsel, sampai sana saya sempat termenung karena uangnya kurang. Akhirnya kekurangannya dibayari Mas Siboen," ucap Angger.

Berbekal ponsel baru, malam itu juga ia mengikuti Siboen membuat konten misteri. Live di hutan kawasan desa.

"Malam itu saya langsung dapat memenuhi jam tayang untuk monetisasi, jumlah subscriber juga lumayan. Kebetulan waktu itu dari beberapa teman yang bareng tidak bisa live, hanya saya yang bisa," ujar Angger.

Namun waktu itu ia belum bisa mencairkan uangnya. Setelah kurang lebih tiga bulan ia baru mendapat uang pertama dari YouTube.

Sejak saat itu, ia semakin meyakinkan hatinya untuk menjadi seorang YouTuber. Ia juga membuat vlog aktivitasnya berjualan cilok.

"Pagi saya menyiapkan cilok, siang berjualan sambil nge-vlog. Sepulang jualan, malam harinya saya buat konten misteri," ujar Angger.

Mulai tahun 2019, ia kemudian beralih membuat konten memasak makanan tradisional. Konten tersebut berisi kegiatan mencari bahan makanan di hutan dan memasaknya di alam bebas.

"Sejak awal pandemu Covid-19 saya berehnti berjualan cilok dan fokus di YouTube, karena jualannya sepi," ujar Angger.

Pembuatan konten itu melibatkan istri dan ibu mertuanya. Bahkan, sesekali anaknya yang masih berusia sembilan tahun juga masuk dalam frame video.

Sang istri, Tarinah (36), seorang mantan TKI ini bertugas sebagai kameramen. Sedangkan ibu mertua bertugas memasak bersama Angger.

Pada sesi akhir video, mereka menyantap bersama makanan tersebut di alam bebas.

Untuk proses editing dilakukan Angger bersama istrinya hanya dengan menggunakan ponsel. Kemampuan tersebut ia dapatkan saat belajar dengan Siboen dan rekan-rekan lain sesama YouTuber.

"YouTuber harus kreatif, harus ditekuni. Seperti orang memelihara kambing, kalau tidak diurus tidak akan menghasilkan keuntungan," kata Angger.

Angger pun menyulap ladang miliknya yang tak terlalu luas menjadi studio alam. Ladang tersebut hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya.

Ladang itu ditanami berbagai macam sayuran untuk keperluan pembuatan konten. Di lokasi itu pula ia mengambil video proses memasak dan makan bersama.

"Kadang saya mencari bahan ke kebun orang, kemudian memasak di sini. Dulu sempat juga memasak di pinggir sungai, tapi ibu sudah tidak kuat jalan jauh," ujar Angger.

Angger bersama istrinya mengaku sangat bersyukur, meski penambahan jumlah subcriber berjalan lambat, penghasilan dari Youtube lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

"Sekarang rata-rata saya dapat Rp 10 juta per bulan, kadang lebih, kadang juga kurang," kata Angger malu-malu.

Tarinah pun kini mulai mengikuti jejak kesuksesan Angger. Kini Tarinah mulai merintis channel sendiri dengan nama Mawar Mukbang dan Mawar KSG.

"Kontennya isinya makan buah dan lainnya," tutur Tarinah.

Baca juga: Kisah Siboen, Tukang Bengkel Jadi Youtuber Berpenghasilan Rp 150 Juta, Sempat Dikira Pesugihan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kala Pedagang Cilok Beralih Jadi Content Creator Berpenghasilan Rp 10 Juta per Bulan (4)".

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved