FEATURE
Mencecap Manisnya Madu Teuweul Rancakalong Sumedang, Semanis Rupiah yang Dipanen Roni
Di musim pandemi Covid-19 ini, madu hasil produksi mahasiswa perogram doktoral Universitas Padjajaran (Unpad) itu memang banyak diburu.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Giri
Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana
MATA uang yang laku di mana-mana hanyalah integritas. Demikian kalimat yang pantas untuk menggambarkan Roni Hidayat (38), petani madu trigona dari Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat.
Berawal dari kecintaannya kepada kesetimbangan lingkungan, integritas itu kini jadi uang sungguhan.
Betapa tidak, Roni yang memiliki 100 boks sarang madu trigona atau yang masyhur disebut teuweul itu setiap hari memanen rupiah.
Sebabnya, dalam satu hari, dia bisa menjual enam botol madu seberat 80 mililiter dengan banderol Rp 50 ribu per botol.
Di musim pandemi Covid-19 ini, madu hasil produksi mahasiswa perogram doktoral Universitas Padjajaran (Unpad) itu memang banyak diburu.
"Semenjak kasus corona meningkat, permintaan madu teuweul jadi naik. Konon bisa menyembuhkan Covid-19," kata Roni sambil menunjukkan sarang madu di dalam boks kepada TribunJabar.id, Selasa (12/7/2021).
Roni yang membudidayakan lebah teuweul di pekarangan rumahnya di Dusun Pasirbenteng RT02/RW07 Desa Nagarawangi itu mengaku kewalahan memenuhi permintaan madu.
Order yang datang kepadanya berasal dari banyak orang di Jawa Barat dan Banten.
Permintaan itu masih juga belum terpenuhi meski Roni dengan warga Nagarawangi lainnya yang berminat membudidayakan lebah teuweul setelah membentuk Kelompok Tani Lebah.
"Order selalu ada," katanya.
Roni mejelaskan, awal mula membudidayakan madu teuweul ini karena secara pribadi sering terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan.
Termasuk, kelestarian hewan.
Teuweul, kata Roni, populasinya semakin sedikit.
Sebabnya, dia mula-mula seorang diri membudidayakan lebah itu.
Selain melihat sisi kepunahan lebah, dia juga melihat ada nilai yang bisa diekplorasi dan bersifat ekonomis di dalam budi daya lebah.
"Awalnya merencanakan program untuk menyelamatkan hewan, karena perkembangan lebah trigona ini terus berkurang. Seiring berjalannya program tersebut hingga menemukan potensi dari lebah trigona yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan," katanya.
Dia menyebut semakin banyak warga tertarik dan akhirnya pada tahun lalu membentuk Kelompok Tani Lebah.
Roni mengatakan, masih banyak penyempurnaan yang mesti dilakukan dalam proses budidaya teuweul.
Termasuk menanam bunga-bunga khusus di sekitar boks sarang lebah.
Selama ini, tidak ada bunga khusus yang ditanam untuk dihisap lebah-lebah peliharaan Roni.
Lebah dibiarkan mencari bebungaan di sekitar hutan.
Desa Nagarawangi sendiri memang dekat dengan hutan di Pegunungan Manglayang Timur.
Ini juga yang menjadikan karakter madu teuweul yang diproduksi Roni berkarakter rasa manis legit dengan aftertaste asam.
"Tentu saya berharap ke depannya bisa lebih baik dalam mengembangkan target produksi dan memberikan manfaat kepada masyarakat dari budi daya ini," katanya.
Peningkatan manfaat bagi warga yang dimaksud Roni adalah membentuk skala berusaha yang lebih luas, seperti membentuk koperasi berbasi hasil produksi madu.
Camat Rancakalong, Ili, mengapresiasi gagasan-gagasan yang dimiliki warga Rancakalong terutama budi daya lebah teuweul itu.
Alasannya adalah budi daya itu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Kami (akan) fasilitasi dan kami sudah ngobrol dengan pemerintah desa. Mudah-mudahan nanti kami bisa mendorong, membantu masyarakat yang sudah punya inisiatif seperti ini," katanya di tempat yang sama.
Menurutnya, budi daya lebah teuweul di masa pandemi Covid-19 ini sangat tepat. Sebab para pembudi daya tidak perlu banyak keluar rumah, seiring dengan banyaknya larangan keluar rumah.
"Ini kan bisa dilakukan semuanya di sekitar rumah," katanya. (*)