Kisah Sedih Kokom Meninggal di Taksi Online dalam Pelukan Suami, Ditolak Banyak RS meski Bukan C-19

Bani (31), sopir taksi online yang Kamis lalu mengantar Agus dan istrinya mencari rumah sakit, mengaku sempat khawatir.

Penulis: Cipta Permana | Editor: Ravianto
Tribun Jabar / Cipta Permana
Agus, suami Kokom yang meninggal di taksi online saat hendak ke rumah sakit 

Laporan Wartawan Tribun Jabar Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kokom Komariah (57) akhirnya meninggal dunia karena terlambat mendapat perawatan, Kamis (8/7/2021).

Sejumlah rumah sakit yang hari itu ia datangi terpaksa menolak untuk merawatnya.

Pasien terlalu banyak hingga tak ada lagi ruangan perawatan yang bisa dipergunakan.

Kokom meninggal di pelukan suami dan anak bungsu mereka.

Di tepi jalan, di taksi online yang sepanjang hari itu mengantar mereka ke sana-kemari mencari rumah sakit yang kosong.

Ditemui di kediaman mereka di Gang Andir, Kelurahan Pakemitan, Kecamatan Cinambo, Kota Bandung, Jumat (9/7/2021), suara Agus (58) parau saat menceritakan perjuangan mereka mencari rumah sakit setelah Puskesmas Cijambe merujuk istrinya ke rumah sakit karena kondisinya yang kritis.

"Kami pakai taksi online karena tak punya kendaraan yang bisa mengantar ke rumah sakit. Tujuannya Rumah Sakit Hermina. Itu yang paling dekat," ujar Agus sambil terus memandang jongko kecil di depan rumah yang biasanya dipakai istrinya berjualan nasi kuning.

Karena rumah mereka berada di gang, kata Agus, taksi online hanya bisa menunggu di tepi jalan besar.

Bersama anak bungsunya, kata Agus, ia memapah istrinya ke sana.

"Janjian sama sopir taksi ketemu di depan Apotek Kimia Farma," kata Agus, yang sehari-hari mencari nafkah dengan berjualan bakso tahu.

Agus mengatakan, sudah sejak lama ia dan istrinya memang memiliki gangguan asam lambung.

Pekan lalu, mereka bahkan sama-sama sakit sehingga terpaksa harus beristirahat selama beberapa hari.

"Kondisi saya membaik, tapi istri saya semakin lemah," ujarnya.

Setelah menunggu beberapa saat di tepi jalan, di depan Apotek Kimia Farma, kata Agus, sekitar pukul 11.00, taksi online yang mereka pesan akhirnya datang.

"Sopirnya namanya Bani. Kami langsung ke Hermina," ujarnya.

Hanya beberapa menit, mereka sampai ke rumah sakit itu.

"Di Hermina anak saya turun mengurus berkas-berkas dan persyaratan, tapi setengah jam kemudian ada kabar kalau rumah sakit tak bisa menerima pasien lagi karena sudah penuh," kata Agus.

Menggunakan taksi yang sama, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mencoba pergi ke RS Al Islam di Jalan Soekarno Hatta Kota Bandung.

Namun, RS Al Islam rupanya juga tak bisa menerima istrinya karena ruang rawat IGD yang telah penuh.

Sementara itu, kondisi istrinya sudah semakin melemah.

Di tengah kegalauan itu, Agus mendapatkan kabar dari sanak saudaranya bahwa RS Santosa Bandung di Kebonjati masih tersedia ruang rawat.

Berbekal harapan, mereka pun menuju ke sana.

Namun penutupan jalan di sejumlah lokasi karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat membuat perjalanan menuju ke Kebonjati menjadi tak semudah biasanya.

Dari Jalan Gatot Subroto, mereka tak bisa langsung ke Kebonjati karena terhalang penutupan jalan di Jalan Asia Afrika.

Saat mencari alternatif jalan lainnya itulah, kata Agus, kondisi istrinya semakin memburuk.

"Anak saya nanya gimana kondisi ibunya. Saya coba panggil-panggil, tapi enggak ada respons, kayak orang lagi tidur. Saya coba angkat tangannya tapi lemes dan jatuh lagi," ujar Agus.

Setelah memastikan Kokom telah meninggal dunia, kata Agus, mereka pun akhirnya memutuskan untuk pulang.

"Akang sopir taksi itu yang mengantar."

"Meski sudah kami repotkan, ia enggak mau menerima bayaran," ujarnya.

Agus mengatakan, ia pun segera menghubungi pengurus wilayah dan ustaz, memberitahukan kematian istrinya.

"Awalnya, enggak ada yang mau datang karena menduga istri saya terkena korona."

"Tapi setelah saya tunjukkan surat rujukan dari puskesmas yang menjelaskan penyakit istrinya, para pengurus RT, RW dan pak ustaz langsung datang ke sini untuk mengurusi jenazah almarhumah," ucapnya.

Jenazah kemudian dibawa ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nagrog di Pasirjati, Ujungberung, dan dimakamkan di sana selepas Asar.

"Kami sudah merelakan kepergian almarhum, karena yang bernyawa pasti akan meninggal."

"Memang sudah waktunya Allah memanggil istri saya," ujarnya.

Bani (31), sopir taksi online yang Kamis lalu mengantar Agus dan istrinya mencari rumah sakit, mengaku sempat khawatir saat mengetahui kondisi penumpangnya dalam keadaan kritis.

"Sudah lemas, tapi masih bisa senyum," ujarnya kepada Tribun melalui telepon, kemarin.

Si ibu, kata Bani, bahkan masih sempat mengajaknya bicara saat mereka meluncur dari RS Al Islam untuk menuju ke RS Santosa.

"Katanya, 'A, nyungkeun bantosananya, sabar' (A, minta bantuannya ya, sabar)."

Namun, dalam perjalanan menuju RS Santosa, kata Bani, penumpangnya meninggal.

"Saya sempat berhenti, kata keluarganya si Ibu seperti tidur. Tapi, pas dicek sudah tak bernapas," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved