Tabah Sampai Akhir dan Bekerja dalam Senyap, 53 Awak KRI Nanggala-402 Kini Menunggu Diselamatkan

Tabah sampai akhir adalah moto kapal selam TNI Angkatan Laut Indonesia. Mereka bekerja di dalam senyap. Tak terlihat lawan dan kawan.

Editor: taufik ismail
KOMPAS.com CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Kapal selam KRI Nanggala-402 berlayar mendekati dermaga Indah Kiat di Kota Cilegon, Banten, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Empat puluh tahun sudah KRI Nanggala-402 bertugas. Kapal selam milik TNI AL itu berpatroli dan melaksanakan sejumlah tugas rahasia.

Hari Rabu (21/4/2021) kemarin muncul kabar mengejutkan dari KRI Nanggala-402. Kapal selam itu beserta krunya hilang kontak di perairan utara Pulau Bali.

Seperti dilansir Kompas.id premium, mereka hilang dalam senyap menggenggam prinsip Wira Ananta Rudhiro, atau tabah sampai akhir, moto kapal selam TNI Angkatan Laut Indonesia.

Baca juga: KRONOLOGI Hilangnya Kapal Selam KRI Nanggala-402, Hanya Beberapa Saat Setelah Minta Izin

Baca juga: Apa Itu Black Out, Kejadian yang Dialami Kapal Selam KRI Nanggala 402 Sebelum Dilaporkan Hilang

Tugas kapal selam memang jauh dari publikasi dan pemberitaan.

Mereka tak terlihat dan bekerja dalam senyap.

Jangankan lawan, kawan pun kadang tak bisa melihatnya.

Namun, keberadaan mereka sangat dibutuhkan oleh negara.

Mereka bertugas menjaga kedaulatan negara dari timur hingga barat, dari utara hingga selatan.

KRI Nanggala 402 adalah kapal selam tipe 209 buatan Howaldt Deutsche Werke (HDW), Kiel, Jerman Barat.  Kapal dengan berat benaman 1.395 ton itu memiliki panjang 59,5 meter dan lebar 6,3 meter dengan kapasitas 34 orang awak.

Adapun kecepatan maksimalnya mencapai 21,5 knot dan dilengkapi dengan sistem persenjatan torpedo SUT.

Pemerintah Orde Baru memesannya pada 1977 bersama satu kapal selam lagi dengan tipe sama yang kemudian dinamai KRI Cakra 401. KRI Nanggala 402 tiba di Indonesia pada 1981 untuk memperkuat kembali armada kapal selam Indonesia yang pada 1980-an sudah uzur.

Dari 12 kapal selam yang masih berdinas saat itu, hanya tinggal satu kapal yang masih bisa menyelam. Semuanya merupakan sisa kejayaan armada laut Indonesia yang pada 1960-an dikenal sebagai salah satu kekuatan laut terbesar di Asia.

Prajurit TNI AL menyambut kedatangan KRI Nagapasa-403 saat sandar di Dermaga Kapal Selam Koarmada II, Ujung, Surabaya, Senin (28/8) lalu.
Prajurit TNI AL menyambut kedatangan KRI Nagapasa-403 saat sandar di Dermaga Kapal Selam Koarmada II, Ujung, Surabaya, Senin (28/8) lalu. (SURYA/AHMAD ZAINUL HAQ)

Pada periode 1960-an, berkat diplomasi Presiden Soekarno, Indonesia mendapatkan pasokan 104 kapal perang dari Uni Soviet yang disalurkan melalui negara-negara Eropa Timur. Selain 12 kapal selam, terdapat antara lain 1 kapal penjelajah, 7 kapal perusak, 7 frigat, 62 kapal perang lebih kecil, dan kapal tambahan lainnya.

Tahun 2005, sejumlah pengamat sebenarnya telah menyampaikan masukan perlunya peremajaan dan penguatan armada kapal selam Indonesia. Saat itu, tinggal KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402 yang beroperasi dengan cakupan wilayah mencapai 5, 8 juta kilometer persegi wilayah laut Indonesia dengan lebih dari 81.000 kilometer panjang garis pantai serta lebih dari 17.500 pulau. Sudah begitu, kedua kapal itu sudah tergolong tua pula.

Dalam perjalanannya, KRI Nanggala telah menjalani dua perbaikan besar di Korea Selatan pada 2006 dan 2011. Perbaikan terakhir berlangsung selama setahun. KRI Nanggala tiba kembali di Dermaga Madura, Komando Armada RI Kawasan Timur, Surabaya, Jawa Timur, 6 Februari 2012. Kedatangan kapal selam itu disambut langsung oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Soeparno dan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq.

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved