Kisah di Balik Lagu ''Belenggu'' dari Amigdala, Derita dan Keresahan Penyintas Kekerasan Seksual

Lagu 'Belenggu' dari band pop folk Amigdala menceritakan tentang keresahan seorang penyintas kekerasan seksual

Istimewa
potongan video klip Amigdala berjudul 'Belenggu' ceritakan tentang korban kekerasan seksual 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR. ID, BANDUNG - Seorang perempuan tampak duduk di kursi dengan kondisi tangan dan lehernya terikat.

Sorot matanya sedih, ia bahkan menangis sendiri ketika mengingat apa yang terjadi di masa lalunya.

"Ada dawai-dawai yang tak bisa dipetik dan dibiarkan bergeming dalam hati manusia. Ada binatang yang tak bisa dilawan dan dibiarkan menari liar dalam tubuh manusia," 

Baca juga: Saking Kerasnya Ledakan Kilang Minyak Balongan, Tiga Orang yang Duduk di Mobil Pikap Terpental

Begitulah petikan lirik lagu 'Belenggu' dari band pop folk Amigdala yang menceritakan tentang keresahan seorang penyintas kekerasan seksual.

Perempuan dalam video klip 'Belenggu' ini pun mengecat bibirnya sebagai bentuk tidak ada keberanian bagi dirinya untuk mengungkapkan kejadian kekerasan seksual yang ia alami.

Sebagai band yang saat ini tengah digandrungi generasi milenial dan gen z, Amigdala berhasil mencuri perhatian.

Sukses dengan lagu 'Kukira Kau Rumah', kini Amidgala membuat hal yang menjadi perhatian masyarakat saat ini yaitu tentang darurat kekerasan seksual.

Baca juga: Reaksi Anang Lihat Aurel Puasa Mutih Jelang Menikah, Ini yang Dimakan Calon Istri Atta Halilintar

Band yang beranggotakan Desi (vokal), Isa (gitar dan vokal), Iqbal (bass) dan Junet (drum) menuangkannya melalui video digital 'Belenggu' yang dirilis pada 19 Maret 2021.

Director sekaligus drummer Amigdala, Junet mengatakan melalui video ini, ia mengangkat kisah nyata temannya yang mendapatkan kekerasan seksual dari sang paman.

"Sesuai dengan album Balada Puan, disini kami mengemas kisah anak perempuan yang mendapatkan pelecahan seksual. Kami ingin menularkan kepada teman -teman lainnya untuk peduli akan isu ini," ujar Junet saat ditemui di Melanger Les Spaces beberapa waktu lalu. 

Baca juga: Mengapa Dhika Bayangkara Jadi Kiper Utama dan Mengapa Bayu M Fiqri Dipuji Pelatih, Ini Jawabannya

Junet mengatakan saat ini banyak penyintas yang takut untuk mengungkapkan kejadian tersebut karena ada rasa trauma dan malu terhadap lingkungannya.

Hal ini pun diceritakan melalui video 'Belenggu', sang penyintas tidak berani mengungkapkan pelecahan seksual yang ia dapatkan kepada keluarganya.

Sementara itu, seorang penyintas dari kisah nyata yang diangkat di video 'Belenggu', yaitu SF menceritakan pengalamannya.

Saat itu, dia tidak tahu kejadian yang didapatkan olehnya itu adalah sebuah pelecehan seksual.

"Sejak kecil nggak berani cerita ke keluarga karena pelakunya masih saudara dan akhirnya terbelenggu sendiri selama 1 tahun dan membuat aku trauma," ujar SF.

Baca juga: DRAMATIS, Kisah Pria Lumpuh Selamat Diri dan Anaknya Saat Terjadi Ledakan Kilang Minyak Balongan

Dari kejadian tersebut, ia pun sadar akan trauma yang ia dapatkan sampai takut terhadap laki-laki. Bahkan ia tak berani untuk memandang mata dari sang pelaku hingga saat ini.

Tak ingin terus terpuruk akan trauma yang menjalar dalam pikirannya, ia pun belajar bersosialisasi dengan lawan jenis sehingga ia bisa menganalisa keadaan. 

Menariknya, SF pun melakukan healing self dengan cara body movement dimana ia menggerakan tubuhnya sesuai dengan irama musik untuk mengeluarkan emosinya.

"Bahkan kadang ketika aku tampil di panggung aku bisa sampai nangis karena aku bisa mengeluarkan emosi semuanya," ucapnya.

Ia berharap untuk penyintas lainya yang tidak berani untuk berbicara bisa mengeluarkan emosi tersebut dengan cara lain.

Baca juga: Bacalah Sinopsis Ikatan Cinta 30 Maret 2021, Kondisi Mama Rosa Memprihatinkan karena Andin dan Al

"Mungkin lebih baik untuk berbicara karena korban seperti ini pasti bukan hanya aku saja," ucapnya.

Dalam catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia naik hingga 800 persen. 

Apalagi di saat pandemi Covid-19 melanda, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat selaras dengan peningkatan aktivitas di dunia digital. 

Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020 menunjukkan bahwa Kekerasan Berbasis Gender Online meningkat dari 126 kasus di 2019 menjadi 510 kasus pada tahun 2020. 

Bentuk kekerasan yang mendominasi adalah kekerasan psikis 49 persen(491 kasus) disusul kekerasan seksual 48 persen (479 kasus) dan kekerasan ekonomi 2 persen (22 kasus).

Baca juga: Mengapa Dhika Bayangkara Jadi Kiper Utama dan Mengapa Bayu M Fiqri Dipuji Pelatih, Ini Jawabannya

Melihat tingginya kasus yang terjadi, berbagai pihak pun berkolaborasi dalam melakukan kampanye tentang pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKSS).

Seperti yang dilakukan The Body Shop Indonesia yang berkolaborasi dengan Makassar International Writers Festival dalam bentuk video menceritakan korban kekerasan seksual yang ditayangkan dalam 4 seri.

Selain itu The Body Shop juga mengumpulkan 500 ribu tanda tangan untuk petisi stop sexual violance hingga Maret 2021.

"Per 19 maret 2021 saat ini sudah terkumpul 428,865 dan terus akan dikumpulkan sampai disahkan," ujar Public Relations and Community Manager The Body Shop®, Ratu Omaya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved