Sudah 14 Anak di Jabar yang Alami Gangguan Kejiwaan Karena Kecanduan Hape, Data Januari dan Februari
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah pasien yang berobat ke Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ravianto
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Fenomena kecanduan gawai pada anak menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Pembatasan penggunaan gawai pada anak harus dilakukan untuk melindungi anak dari kecanduan gawai.
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum menyatakan orang tua punya peran penting dalam membatasi penggunaan gawai, khususnya membatasi konten dan informasi yang tidak layak untuk anak.
"Pendidikan merupakan benteng moral bagi mereka. Guru dan orang tua harus memberikan pendidikan tekstual dan kontekstual. Jangan lupa berikan pendidikan ukhrawi," kata Kang Uu melalui ponsel, Rabu (24/3).
Kang Uu menuturkan, gawai bak pisau bermata dua. Jika digunakan dengan baik, gawai dapat menjadi sumber informasi dan pembelajaran bagi anak.
Sebaliknya, jika tidak digunakan dengan bijaksana, gawai dapat berdampak negatif pada anak-anak.
Pembatasan dan pengawasan orang tua amat penting dilakukan.
Apalagi, saat ini, banyak informasi bohong atau hoaks, pornografi, dan konten kekerasan, yang dapat diakses oleh anak melalui gawai, khususnya di media sosial.
"Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa dengan terkoneksi internet, anak-anak bisa mudah mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Namun, dari kemudahan tersebut, ditemui masalah serius. Diawali dari penyebaran konten-konten negatif, juga adanya berita hoaks, gim, konten video, sehingga situasi dan kondisi seperti ini memiliki efek negatif yang luar biasa," katanya.
Menurut Kang Uu, ada sejumlah indikasi anak kecanduan gawai.
Mulai dari sering berdiam di kamar, bermain gawai lebih dari enam jam per hari, sampai mudah gelisah saat tidak bermain gawai. Orang tua dituntut peka membaca indikasi tersebut.
Jika anak terindikasi kecanduan gawai, kata Kang Uu, orang tua harus meningkatkan intensitas komunikasi dengan anak, habiskan waktu bersama lebih banyak, dan memberi kesibukan kepada anak dengan hal-hal positif seperti les musik.
"InsyaAllah menambah kedekatan orang tua dan anak. Anak jangan dibiarkan diam di kamar terus. Senang olahraga, silahkan didorong mau main bola, badminton, pingpong. Senang silat didorong juga. Sehingga usia 17 tahun ke bawah ada kesibukan, dan kesibukan pun positif sehingga turut pula membentuk karakter anak," katanya.
Pemerintah Provinsi Jabar, kata Pak Uu, menggagas program Setangkai untuk mencegah fenomena kasus anak kecanduan atau adiksi terhadap gawai.
Selain itu, Kang Uu juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk turut serta mencegah anak kecanduan gawai. Hal itu perlu dilakukan karena masa depan Indonesia, khususnya Jabar, berada di tangah anak-anak saat ini.
"Oleh karenanya dengan kegiatan kali ini, kami memberikan warning, pemberitahuan kepada orang tua lewat PKK, Posyandu, untuk diinformasikan terkait bahaya gawai pada anak," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah pasien yang berobat ke Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja totalnya 104 pasien sepanjang 2020, di antaranya yang mengalami masalah kejiwaan terdampak kecanduan game.
Pada Januari-Februari, sudah ditemukan 14 kasus.
Sedangkan yang murni terdiagnosis kecanduan game pada 2020 sebanyak 8 orang. Sedangkan sepanjang 2021 ini sudah ditemukan 5 kasus anak dan remaja kecanduan gawai atau game online, murni.
Menurut Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat Elly Marliyani, kebijakan pembatasan sosial akibat COVID-19 tidak dipungkiri menyebabkan banyak anak dan remaja kecanduan gawai. Menurut WHO, katanya, anak yang telah kecanduan gawai dapat dilihat dari perubahan sikap dan perilakunya.
Umumnya, perubahan mood/emosi termasuk iritabilitas, kemarahan dan kebosanan, gangguan pola tidur dan kualitas tidur yang buruk, depresi dan cemas serta risiko bunuh diri. Gejala lain terlihat pada masalah kondisi fisik, buruknya kondisi kesehatan secara umum, gizi buruk, kehilangan teman di dunia nyata, konflik orang tua, serta rusaknya produktivitas belajar.
Menurut Elly, dalam merawat pasien kecanduan gawai timnya memberikan terapi berupa konseling dan psikoterapi baik kepada anak dan orang tua.
“Pada kasus-kasus yang berat atau sudah ada gejala gangguan jiwa, bisa juga diberikan obat,” kata di RSJ Jabar, Selasa (16/3).
Untuk mencegah kecanduan gawai, kata Elly, orang tua dapat membatasi pemakaian maksimal dua jam untuk anak. Kemudian, bisa mendorong anak menggunakan internet untuk hal positif dan produktif. Memotivasi anak berkegiatan fisik di luar rumah, membatasi akses internet di rumah, serta menjauhkan gawai saat di tempat tidur.
“Orang tua juga bisa menggunakan teknologi dalam memantau penggunaan gawai atau internet, misalnya dengan parental lock dan lainnya” tuturnya
Bagi orang tua yang mendapati anaknya mulai kecanduan gawai, dapat mengakses layanan RSJ Provinsi Jawa Barat dengan mengklik fitur Konsultasi Jiwa Online pada alamat http://pemeriksaankeswarsj.jabarprov.go.id/, kemudian memilih menu Tes Ketergantungan Game Internet.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menjenguk para pasien anak kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (16/3).
Di RSJ, Wagub sempat menyapa dan menanyakan kabar kepada empat pasien remaja. Kecanduan gawai pada anak di Jabar kian hari kian memprihatinkan terlebih waktu anak dengan gawai makin lama karena sekolah masih memberlakukan pembelajaran daring.
Pemprov Jabar memandang ini masalah serius dan perlu dicegah sejak dini. Wagub Uu meminta orang tua membatasi interaksi anak-anaknya dengan gawai. Kecuali untuk pembelajaran daring, penggunaan gawai oleh anak perlu diawasi ketat.
“Penting diketahui orang tua bahwa penggunaan gawai lebih dari enam jam per hari berbahaya bagi mental dan psikis anak,” ujar Uu usai berinteraksi dengan anak-anak pencandu gawai.
Bukan hanya durasi, konten yang dibuka anak pun perlu diawasi agar tidak terpapar hal-hal negatif.
“Orang tua untuk selalu mengawasi dan menemani anak-anak ketika menggunakan gawai pada setiap situasi dan kondisi,” kata Uu.
Menurut Uu, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak kecanduan gawai terutama fitur game online dan platform media sosial.
“Dia awalnya punya gangguan dengan stres, banyak mengurung diri, tidak punya teman kemudian dia pegang handphone, maka terjadilah adiksi,” ungkap Kang Uu.
Dirinya melanjutkan, atau bisa saja anak awalnya tidak punya gangguan stres tapi karena tidak ada kegiatan bersama orang tua dan anak, maka mencuri-curi kesibukan dengan bermain gawai orang tua maupun miliknya sendiri.
Untuk itu, kata Uu, penting bagi orang tua selalu memiliki kegiatan rutin interaktif yang sifatnya harian atau mingguan bersama anak. Jika dilakukan konsisten, anak akan merasa diperhatikan orang tua dan aktivitas bermain gawai menjadi tidak menyenangkan.
“Jangan biarkan anak murung sendiri di rumah atau di kamar. Anak harus diusahakan ceria, bergaul dengan orang tua dan teman. Tapi temannya dipilih dan dipilah juga,“ kata Wagub.
Sebagai bangsa beragama, pendidikan agama sangat penting diterapkan orang tua, agar anak memiliki keseimbangan dan tujuan hidup.
“Kalau tidak ada pendidikan ukhrowi kami khawatirkan tidak seimbang, akhirnya terjadi hal semacam ini,” kata Kang Uu.
Untuk meminimalisasi kecanduan gawai pada anak, salah satu cara yang dilakukan Pemprov Jabar adalah dengan membuat program Setangkai (Sekolah Aman Menggunakan Gawai). Dengan konsep dan pola untuk penerapan dan literasi pada guru, orang tua dan anak akan aman dan bijak dalam penggunaan gawai.
“Kami segera sosialisasikan pada masyarakat. Termasuk di awal di hari Selasa, kami akan mengundang minimal zoom meeting sekitar 1.000 orang yang mengurus anak-anak,” kata Uu.
Program Setangkai digagas awal 2020 sebelum pandemi COVID-19. Namun setelah pandemi Setangkai berubah arti menjadi Sekolah Aman Menggunakan Gawai. Ini adalah satu program unggulan di tahun 2021-2022.
“Jadi program ini sedang dikonsepkan bagaimana supaya memberikan literasi pada guru, orang tua dan anak. Mudah-mudahan akhir bulan ini,” kata Uu.