Di Tempat Sule Dedi Mulyadi Nilai Pemerintah Keliru Berpihak pada Kesenian, Singung Kerajaan Baru

Ada yang menarik, lewat podcast Sule, Dedy Mulyadi berbicang mengenai kesenian dan kebijakan pemerintah. Di tempat Sule, Dedi Mulyadi menilai pemerin

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
Kolase Tangkap Layar Sule Channel
Dedi Mulyadi dan Sule dalam podcast 

TRIBUNJABAR.ID - Kali ini Sule mengundang publik figur pemerintah yakni anggota DRP RI, Dedi Mulyadi.

Ada yang menarik, lewat podcast Sule, Dedy Mulyadi berbicang mengenai kesenian dan kebijakan pemerintah.

Di tempat Sule, Dedi Mulyadi menilai pemerintah keliru mengambil kebijakan yang menyatakan berpihak pada kesenian.

Baca juga: Adelia, Istri Pasha Ungu Banjir Doa Setelah Dikira Meninggal, Geram dengan Penyebar Hoaks

Baca juga: Ferdi & Rizwan Rebutan Kasih Sayang, Nathalie Holscher Kewalahan? Kini Bagi Waktu untuk Putri Delina

Menurut anggota DPR RI itu pemerintah keliru karena salah fatal dalam sistem mengambil kebijakan.

Ia mencontohkan, deklarasi pemerintah yang harus berpihak pada kesenian.

Menurutnya, mengambil kebijakan tersebut disalah maknai.

“Misalnya begini, pemimpin harus berpihak pada kesenian, salah,”

“Memimpin itu harus memiliki jiwa seni,” ujar Dedi Mulyadi dikutip dari tayangan Sule Channel, (4/3/2021)

Dedi menjelaskan yang dimaksud berjiwa seni adalah mengimplementasikan karya seni dalam kebijakannya.

Mulai dari ucapan memiliki nilai seni, bangunan atau infrastruktur yang dibangun, hingga pakaiannya.

Kemudian, implementasi seni pada kebijakan pemerintah itulah nantinya yang akan menjadikan peradaban.

Demikian peradaban kata Dedi adalah puncak dari estetika tertinggi.

Lanjut Dedi menjelaskan keberpihakan pemerintah pada seni artinya ruang pemerintahan akan diwarnai seniman.

Bukan sekadar diberikan panggung tetapi juga dilibatkan dalam kebijakan.

Dedi Mulyadi membandingkan transkrip naskah kerajaan dengan pemerintah.

Dalam transkrip naskah kerajaan bahasa yang digunakan adalah sastra.

Bentuk kerajaan, bangunan dan atribut lainnya dituangkan dalam karya seni.

Termasuk dalam hal baju pakaian yang dikenakan kerajaan terdahulu.

Kemudian, Dedi Mulyadi menyinggung ketika muncul kerajaan baru yang dulu viral.

Ketika dirinya menjadi narasumber di ILC (Indonesia Lawyer Club) membahas munculnya kerajaan baru, dirinya tak setuju pemerintah mengkritiknya.

Menurut mantan Bupati Purwakarta itu, pemerintah justru mesti belajar pada mereka.

Sunda Empire ternyata kerap berkegiatan di beberapa lokasi di Bandung. Hal tersebut terlihat dalam channel YouTube yang mengatasnamakan Sunda Empire.
Sunda Empire ternyata kerap berkegiatan di beberapa lokasi di Bandung. Hal tersebut terlihat dalam channel YouTube yang mengatasnamakan Sunda Empire. (Istimewa)

“Ketika waktu di ILC tentang munculnya kerajaan baru saya katakan jangan dikritik,”

“Justru bikrokrat harus belajar pada mereka,”

“Kunaon ari Raja Kajajanden bisa buat baju pasukan kerajaan yang sangat baik tertata,”

(Kenapa raja jadi-jadian bisa membuat baju pasukan kerajaan yang sangat baik)

“Kunaon ari baju pegawai pemerintah meni nyarengled, teu pantes dilalajoanan, (Sementara itu, kenapa baju pegawai pemerintah kurang bagus).” kritik Demul.

Baca juga: 5 Kandidat Terkuat Ketua Umum Partai Demokrat di KLB Menurut Pendiri Partai, Siapa Saja?

Baca juga: Marzuki Alie Kepergok di Bandara Kualanamu Medan, Andi Arief Meledek: Ngakunya Bukan Pengkhianat

Baca juga: SIAPA Dadang Subur Si Dewa Kipas asal Bandung yang Viral setelah Kalahkan Pecatur Kelas Dunia

Demikian kata Dedi, sudah saatnya pegawai negeri sipil pun bisa membuat baju seperti di kerajaan bernilai seni.

Menurutnya hal tersebut dapat mendorong ketertarikan masyarakat terhadap pemerintah.

Orang menjadi ingin berkunjung ke kantor pemerintah karena juga ingin melihat penampilan baju yang dikenakan bagus dan baju bernilai seni.

Sule kemudian mengambil kesimpulan, hikmah munculnya kerajaan baru yang beberapa waktu lalu viral tersebut juga mengingatkan.

Namun, Sule membandingkan bila nilai seni tersebut juga masih digunakan semisal dalam upacara adat.

Dedi pun menjelaskan maksud baju yang digunakan bukan saja dipakai dalam seremoni tetapi juga dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Dedi menggambarkan bagaimana masyarakat Indonesia masih tertarik dengan penampilan kuno namun bernilai seni.

Masyarakat bahkan kerap kali tertarik menonton iring-iringan kerajaan.

Melihat ini Dedi menyebut berarti masyarakat senang hal-hal yang bernilai seni.

Demikian, seandainya masyarakat senang melihat hal itu Dedi menegaskan kenapa tidak baju bernilai seni itu pun bisa dikenakan masyarakat.

Anggota DPR itu menyarankan tak ada salahnya pemerintah menghadirkan seni lama menjadi citra baru di masa kini.

Simak video selengkapnya:

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved