Cap Go Meh 2021, Ini Fakta-fakta Menarik Seputar Perayaan Cap Go Meh, Apa Bedanya dengan Imlek?
Perayaan Cap Go Meh 2021 jatuh tanggal 26 Februari 2021. Berikut ini adalah fakta-fakta menarik mengenai perayaan tersebut.
TRIBUNJABAR.ID - Perayaan Cap Go Meh 2021 jatuh tanggal 26 Februari 2021. Masyarakat Tionghoa akan melakukan perayaan sebagai penutupan perayaan Tahun Baru Imlek yang tidak kalah meriahnya dari saat pergantian tahun terjadi.
Mengutip buku “Hari-Hari Raya Tionghoa” yang ditulis oleh Marcus A.S terbitan Suara Harapan Bangsa, Cap Go Meh juga disebut sebagai pesta Goan Siauw atau hari lahirnya Roh Yang Memerintahkan Bumi dan Langit (Siang Goan Thian Koan).
Cap Go Meh diserap dari Bahasa Hokkian, yang artinya 'Cap' berarti sepuluh, 'Go' berarti lima, sedangkan 'Meh' berarti malam.
Penyebutan ini merujuk pada waktu penyelenggaraan acara yang memang diselenggarakan pada penanggalan 15 kalender China.
Di China nama perayaan ini adalah Yuan Xiao atau Shang Yuan.
Di Barat, festival ini disebut Lantern Festival (Festival Lampion atau Chinese Valentine's Day ( Hari Kasih Sayang versi China).
Apa beda Imlek dan Cap Go Meh?
Imlek dirayakan dengan sembahyang ke kelenteng untuk memanjatkan doa keselamatan dan keberkahan.
Kemudian dilanjutkan dengan berkumpul dan makan bersama keluarga.
Sedangkan saat Cap Go Meh, orang-orang membawa persembahan berupa kue keranjang dan melakukan sembahyang untuk mengucap syukur dan memohon keselamatan.
Kemudian ada acara makan kue keranjang yang bisa dimakan langsung atau digoreng, serta dibagi-bagikan secara gratis untuk warga sekitar.
Perayaan Cap Go Meh zaman dulu
Cap Go Meh diprediksi sudah dirayakan sejak 2.000 tahun lalu.
Sejak zaman Dinasti Han (206 Sebelum Masehi- 25 Masehi) ketika biksu Budha harus membawa lentera untuk ritual indah.
Mereka kemudian menerbangkan lentera tersebut, sebagai simbol untuk melepas nasib lalu yang buruk dan menyambut nasib baik untuk masa mendatang.
Dari sini mengapa Cap Go Meh identik dengan lentera.
Pada zaman pemerintahan Kaisar Tong Jwee Cong tahun 710 – 712 Masehi, Cap Go Meh dirayakan secara besar-besaran dengan pendirian pohon setinggi 100 kaki yang diperintahkan oleh kaisar.
Pada pohon tersebut, lilin yang ditaruh di dalam gelas akan dipasang sebanyak kurang lebih 50.000 buah untuk menerangi pohon yang diberi nama Go San.
Selama perayaan Cap Go Meh, kaisar akan memperbolehkan rakyatnya untuk mendekati istana.
Namun pada hari-hari biasa, masyarakat tidak boleh mendekati istana.
Tidak hanya itu, istana akan dijaga dengan sangat ketat.
Dalam merayakan Cap Go Meh, biasanya para masyarakat akan memadati halaman instana dan membawa lentera yang dinamakan Kie An Po Siu Teng yang berarti “Datang untuk mohon berkah selamat dan panjang umur”.
Meski begitu, perayaan hanya didatangi oleh mereka yang tidak sedang dalam keadaan berkabung karena ada bagian dari keluarganya yang meninggal.
Tulisan yang menghiasi rumah saat Cap Go Meh
Tidak hanya merayakannya di istana, masyarakat Tionghoa zaman dulu juga merayakan Cap Go Meh di rumah mereka yang telah dihiasi oleh tulisan.
Beberapa di antaranya adalah “Siang Goan Thian Koan Su Hok” yang berarti “Roh Yang Memerintah Bumi dan Langit Memberi Rezeki dan Keberuntungan”.
Selanjutnya ada tulisan “Kie Ku Hap Ke Peng An” yang dipasang di sisi kiri dan kanan pintu yang memiliki arti “Memohon dan Berharap Seisi Rumah Selamat”.
Pertunjukan Cap Go Meh
Tidak jauh berbeda dengan perayaan Cap Go Meh masa kini, perayaan pada zaman dahulu juga ada banyak sekali penyelenggaraan pertunjukan menarik untuk menghibur masyarakat Tionghoa.
Tidak hanya pertunjukan wayang klithik (wayang yang berbentuk pipih seperti wayang kulit dan terbuat dari kayu), tetapi juga ada pertunjukan sandiwara.
Oleh karena itu, perayaan Cap Go Meh merupakan sebuah hari yang paling dinantikan para masyarakat Tionghoa.
Biasanya, mereka akan pergi ke kelenteng terlebih dahulu untuk melakukan sembahyang sebelum lanjut merayakan Cap Go Meh bersama-sama.
Hari Kasih Sayang versi China
Cap Go Meh juga disebut Hari Kasih Sayang versi China lantaran pada zaman dahulu, perempuan yang belum menikah tidak diperkenankan meninggalkan rumah seorang diri kecuali pada perayaan Cap Go Meh.
Sehingga beberapa hari perayaan ini menjadi waktunya bersosialisasi dengan semua orang, terutama lawan jenis calon pasangan hidup.
Menyalakan lentera juga identik dengan tanda atau harapan akan mendapat kehidupan percintaan yang lebih baik.
Dalam kesempatan ini, mereka memanfaatkannya untuk saling mengobrol, bahkan ada juga yang mencari cinta.
Pada saat sembahyang, masyarakat Tionghoa akan sembahyang di hadapan patung Dewi Kwan Im.
Selanjutnya, mereka akan melakukan Ciam Si.
Ciam Si adalah kegiatan mengocok batang bambu untuk meramal rezeki, keberuntungan, atau jodoh.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Uniknya Perayaan Cap Go Meh Zaman Dulu, Bedakah dengan Masa Kini?"