Resto dan Kafe Selalu Dikejar-kejar, Anggota Dewan Ini Pertanyakan PKL Dibiarkan Buka Sampai Malam

Anggota DPRD Kota Bandung Erik Darmajaya mempertanyakan pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proposional di Kota Bandung.

Penulis: Tiah SM | Editor: Giri
Tribun Jabar/Deni Denaswara
Petugas Sat Pol PP Kota Bandung melakukan patroli protokol kesehatan terhadap kelompok pengamen jalanan di kawasan Bundaran Cibeureum, Bandung, Kamis (11/2/2021). Anggota DPRD Bandung mempertanyakan pedagang kaki lima yang diperbolehkan beroperasi tanpa menerapkan protokol kesehatan. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Tiah SM

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Anggota DPRD Kota Bandung Erik Darmajaya mempertanyakan pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proposional di Kota Bandung.

Sebab, menutunya, ada pembiaran kepada penjual kuliner di pinggir jalan.

"Saya apresiasi kinerja tim Satgas Covid-19 Kota Bandung gencar mengawasi, mendatangi, dan menindak resto dan kafe yang melanggar protokol kesehatan atau melanggar jam operasional," ujar Erik seusai sembahyang di Vihara Dharma Ramsi, Jumat (12/2/2021).

Namun, Erik menyesalkan karena Pemkot Bandung lalai terhadap pengawasan kepada pedagang kaki lima (PKL) yang ternyata tumbuh menjamur.

Wisatawan Luar Jabar Tanpa Surat Rapid Test Antigen Harus Gigit Jari, Tak Boleh Masuk Pangandaran

Sebagian Kaki dan Tangan Hilang, Pencari Rumput Ditemukan Mengambang di Sungai

Menurut Erik, pedagang kaki lima berjualan sampai larut malam tanpa menerapkan protokol kesehatan dan tidak ada teguran dari tim gugus tugas baik yang ada di pemkot atau kewilayahan.

Bahkan di Jalan Pungkur, menurut Erik, banyak PKL dadakan sampai berjualan di depan rumah orang tuanya tanpa izin.

"Saya kaget saat diusir harus memindahkan mobil karena akan dipakai berjualan oleh PkL pukul 18.00," ujar Erik.

Erik mengatakan, ketika ditanyakan kepada pedagang kenapa berjualan di halaman, mereka mengaku sudah ada izin.

Erik minta pemkot jangan sampai membiarkan itu menjadi masalah.

Sebab, di sisi lain, mereka merazia restoran, kafe atau tempat hiburan, yang harus harus tutup pukul 21.00 WIB.

Sedang PKL dibiarkan sampai larut malam.

"Bukan tidak boleh berjualan tapi harus menerapkan protokol kesehatan karena khawatir terjadi klaster Covid-19," ujar Erik.

Erik mengatakan, penindakan terhadap PKL tidak merata.

Kecelakaan Maut Beruntun Libatkan 130 Kendaraan, Enam Orang Tewas, Puluhan Luka-luka

Sebab di Gasibu dibubarkan serta dilarang berjualan, tapi di tempat lain menjamur. 

"Jika Gugus Tugas Pemkot terlalu luas mengawasi, harusnya gugus tugas kecamatan dan kelurahan turun menindak demi memotong penyebaran Covid-19," ujat Erik. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved