Tan Pikong Tetap Produksi Dodol Cina Menyambut Imlek Meski Pesanan Turun: Ini Tahun Terberat
Pelaku usaha kue keranjang atau biasa disebut dengan dodol cina di Purwakarta mengalami penurunan pesanan. Bukan cuma saat Imlek tahun ini.
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Giri
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Pelaku usaha kue keranjang atau biasa disebut dengan dodol cina di Purwakarta mengalami penurunan pesanan. Bukan cuma saat Imlek tahun ini.
Kue keranjang memang menjadi primadona di perayaan Imlek.
Namun, permintaan pasar terhadap kue keranjang Tan Pikong yang berada di Jalan Gang Aster RT 20/10, Kelurahan Nagri Kaler, Purwakarta turun hingga 50 persen.
Hayati (69), produsen kue keranjang Tan Pikong mengatakan, penurunan permintaan kue keranjang ini disebabkan pula oleh adanya pandemi Covid-19.
Sebab, sebelum corona ini, Tan Pikong bisa memproduksi hingga dua ton lebih.
Sementara untuk tahun ini hanya satu ton memproduksi kue keranjang, karena ditambah mahalnya harga bahan baku pembuatan kue keranjang.
"Ya, kami untuk menutup kerugian mencoba menaikkan harga kue keranjangnya dari Rp 35 ribu menjadi Rp 40 ribu per kilogram. Ini bisa dikatakan tahun terberat menjalankan usaha kue keranjang, tapi kami harus tetap menjaga kelestarian tradisi perayaan Imlek," ujar Hayati di kediamannya, Kamis (11/2/2021).
• Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021 Tumbuh 3,9 Persen, Ini 5 Hal yang Jadi Pertimbangannya
• Berkicau tentang Meninggalnya Ustaz Maaher, Penyidik KPK Novel Baswedan Akan Berurusan dengan Polisi
Perusahaan rumahan kue keranjang Tan Pikong telah berdiri sejak 1985.
Hayati mengaku kue keranjang produknya ini bisa tahan hingga setahun dan rasanya tetap bagus juga enak.
Pembuatan kue keranjang ini, Hayati menjelaskan, diawali dengan menyampurkan satu kilogram tepung ketan dengan gula pasir dua kilogram.
Setelah itu, adonan dicampurkan bersama air rebusan daun pandan.
Lalu, diadon hingga teksturnya terasa lembut.
Hayati menyebut hal terpenting dalam pembuatannya itu terletak pada proses pengukusannya.
"Waktu mengukusnya itu harus 14 jam. Jadi, dodol yang dihasilkan bisa matang secara sempurna dengan warna yang merah kecokelatan. Dodol (kue keranjang) Tan Pikong ini bisa bertahan sampai setahun tanpa pengawet," ujarnya.
Kue keranjang Tan Pikong menjadi satu-satunya pembuat dodol cina di Purwakarta yang masih ada.
Para pekerjanya pun mayoritas merupakan warga sekitar yang diberdayakan ketika ada pesanan dengan membagi-bagikan tugas. Seperti mencampur dan mengolah bahan, menyiapkan wadah kue, memasukkan adonan ke dalam wadah, hingga menata wadah yang berisikan adonan dan mengukusnya.
• Warga Cibeureum Cianjur Geger, Pria Paruh Baya Bermain Air di Sawah, Keesokannya Tak Bergerak
• Kakak Kalap Sabetkan Golok ke Leher, Kepala, dan Tubuh Adik Gara-gara Tak Dipinjami Sepeda Motor
Suami Hayati, Mulyadi (70), menambahkan, keahlian memproduksi kue keranjang ini didapatkan dari ibu kandungnya yang memang konsisten membuat kue keranjang setiap setahun sekali.
"Usaha kue keranjang memang usaha peninggalan ibu. Saya yang meneruskannya karena saudara saya tak mau berkecimpung dalam usaha ini," katanya.
Adapun pelanggan kue keranjang Tan Pikong, kata Mulyadi, lebih ke konsumen yang memang menjadi pelanggan tetapnya, satu di antaranya pemilik toko emas besar di Purwakarta.
"Dulu toko emas itu memesan bisa mencapai satu ton kue keranjang. Masih adanya langganan tetap yang membuat kami bisa konsisten produksi kue keranjang ini," ujarnya.
Mengenai kemungkinan membuat kue keranjang di hari-hari biasa, Mulyadi menjawab hal itu telah mereka coba namun tak laku.
"Sudah kami coba (produksi hari biasa) sehari 20 kilogram tapi tidak laku dan kami makan sendiri, juga dibagikan ke tetangga. Jadi, kami putuskan produksi hanya perayaan Imlek," katanya. (*)