Dedi Mulyadi Nilai Abu Janda Itu Fenomena Influencer Banyak Aksi Minim Referensi

Anggota DPR RI yang juga pegiat media sosial, Dedi Mulyadi mengatakan fenomena Abu Janda adalah

Penulis: Ichsan | Editor: Ichsan
istimewa
Dedi Mulyadi nilai Abu Janda itu Fenomena Influencer Banyak Aksi Minim Referensi 

TRIBUNJABAR.ID - Anggota DPR RI yang juga pegiat media sosial, Dedi Mulyadi mengatakan fenomena Abu Janda adalah salah satu masalah intelektualitas influencer.

Dedi Mulyadi menilai, Abu Janda termasuk pesohor yang banyak aksi namun minim referensi.

"Abu Janda adalah problem minimnya gagasan kaum influencer. Banyak aksi kurang isi. Banyak aksi kurang referensi," kata Dedi dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/1/2020).

Dedi mengatakan, Abu Janda selalu muncul dengan pakaian tradisional Jawa. Namun cara bicara dan tindak tanduknya tidak mewakili budaya Jawa.

"Saya malah bertanya, sebenarnya dia ini mewakili siapa. Kalau mewakili kaum tradisi, tradisi mana yang dia kembangkan. Kalau mewakili kaum nahdliyin dia nyantri di mana dan kitab apa yang dia sukai. Balau bicara tentang pluralisme, nasionalisme, maka dilarang untuk bersikap rasialisme," kata Dedi.

Tim Maung Galunggung Bergerak, Kerumunan Anak Muda serta PSK Hanya Dibubarkan dan Disuruh Pulang

Dedi mengatakan, negeri ini membutuhkan orang-orang yang memiliki karya nyata dan sikap keteladanan yang memadai.

Hanya dengan kedua sifat itulah, kata Dedi, masyarakat bisa membangun Indonesia yang majemuk ini secara baik.

Menurutnya, berbagai tindakan yang membuka ruang perdebatan tanpa dasar hanya akan melahirkan konflik yang tak berkesudahan.

"Saatnya menata negeri ini dengan baik. Demokrasi harus diisi oleh orang-orang cerdas," katanya.

Kenangan Terakhir dari Kang Pipit Preman Pensiun Buat Penggemar, Diunggah 4 Hari Sebelum Meninggal

Abu Janda
Abu Janda (Istimewa)

Demokrasi Hanya Bisa Diisi Orang Cerdas

Dedi mengatakan, demokrasi hanya bisa diisi oleh orang-orang cerdas dan objektf, tanpa membabi-buta berbicara kepada sebuah kelompok pemikiran yang berbeda.

"Kalau kaum pluralis membabi buta pada kelompok yang dianggap berbeda, apa bedanya dengan kaum fundamentalis?" kata Dedi.

Menurutnya, kerangka berpikir tentang kebangsaan hanya akan diisi jiwa kebangsaan.

Sebaliknya, ketika berbicara tentang kebangsaan atau nasionalisme, kalau jiwanya hanya diisi jiwa kelompok atau isme, Dedi menilai itu tidak ada artinya.

"Artinya bahwa kebangsaan atau nasionalisme hanya menjadi paham berdasarkan isme yang kita yakini. Maka dalam perjalanannya hanya akan saling mengalahkan. sehingga isme-isme itu hanya isu atau kemasan. Nasionalisme itu isi dari sistem kebangsaan kita, bukan hanya kemasan," kata Dedi.

Ia menilai, hari ini isme-isme itu berubah menjadi kemasan politik, karena kemasan politik, seringkali perilaku mereka yang merasa nasionalis tapi tidak mencerminkan nasionalisme.

"Ternyata tidak bisa objektif, tetap berpihak. Di luar golongan kita, kita anggap salah. Fenomena Abu Janda itu salah satunya. Dia juga termasuk problem influencer yang minim gagasan tapi banyak aksi," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved