Syekh Ali Jaber Yakin Takdir Baik Tinggal di Indonesia, Sebut Menjadi WNI Istimewa Bisa ke Palestina
Satu di antara kenangan berkesan bagi Syekh Ali Jaber adalah tinggal di Indonesia. Cita-citanya sejak kecil ke Palestina bisa diwujudkan ketika ia di
TRIBUNJABAR.ID - Satu di antara kenangan berkesan bagi Syekh Ali Jaber adalah tinggal di Indonesia.
Pendakwah Syekh Ali Jaber menceritakan perjalanan hidupnya yang berkesan ketika resmi menjadi WNI.
Bahkan ia mengaku menjadi WNI tak lain bagian dari takdir baik yang dikarunikan Allah SWT kepadanya.
Baca juga: Kata-kata Terakhir Syekh Ali Jaber ke Asistennya, Suara Terdengar Berat, dan Napas Terengah-engah
Cita-citanya sejak kecil ke Palestina tidak bisa ia wujudkan saat ia masih di Madinah.
Sementara itu, setelah ia tinggal di Indonesia menjadi WNI, justru takdir dengan mudah memberikan jalan baginya pergi ke Palestina.
Seperti diketahui Syekh Ali Jaber dulu merupakan warga asli Madinah.
Suami Umi Nadia itu lahir di Madinah, Arab Saudi pada 3 Februari 1976.
Namun, ia kemudian memutuskan resmi menjadi WNI pada 2012.
Ada cerita berkesan Syekh Ali Jaber hingga akhirnya menjadi WNI.
Demikian ia mengaku menjadi WNI tak lain bagian dari takdir baik yang dikarunikan Allah SWT kepadanya.
Hal ini ia ceritakan dalam kesempatan dakwahnya, seperti yang dikutip tribunjabar.id dari tayangan kanal Youtube Haziq Channel.
Syekh Ali Jaber mengaku ia sedang membuat buku, berjudul ‘Hidupku Bersama Takdir.
Percaya takdir menurutnya merupakan satu di antara kunci kesuksesan di dunia dan akhirat.
“Semua takdir itu baik, hanya saja kita belum tahu rahasianya,” ujarnya.
Syekh Ali Jaber mengaku banyak belajar dari perjalanan hidupnya bersama takdir.
“Saya ingat waktu saya sekolah di SD di Madinah, Arab Saudi.”
“Kelas 1, kelas 2 sampai kelas 6, saya ingat persis,”
“Hampir setiap hari kita diharuskan membayar infaq 1 Riyal, sedekah untuk Palestina.”
“Jadi saya pergi ke sekolah dapat uang saku dari ayah 3 Riyal.”
“1 Riyal untuk jajan atau makan, 1 Riyal untuk beli minum, 1 Riyal untuk infaq ke Palestina.”
“Selama 6 tahun saya belajar di SD, selama itu membuat saya berkeinginan bisa ke tanah suci, Palestina,” ceritanya.
Dia berharap bisa mendatangi tanah suci Palestina berziarah ke Masjidil Aqsa di Palestina.
Namun, ia mengaku selama tinggal di Madinah, cita-citanya itu belum kunjung terkabul.
Hingga akhirnya, pada 2008 ia diundang menjadi Imam Tarawih di Masjid Agung Sunda Kelapa, di Jakarta.
Ia pun menceritakan saat itu suasana masyarakat yang antusias kedatangan tamu dari Madinah.
Beliau pun menjadi Imam Tarawih dan Imam Tahajud selama sebulan penuh di Ramadhan.
Dari sana, akhirnya ia kerap bertemu dengan para tokoh pemerintah.
Salah satunya adalah Wakil Presiden, Jusuf Kalla di periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
Sebagai orang asing, ia merasa cukup beruntung saat itu karena mendapatkan kemudahan izin tinggal di Indonesia.
Hal itu kemudian memudahkan dirinya datang ke Indonesia tanpa membutuhkan Visa.
Tak terasa, selama perjalanan waktu bisa bulak balik Madinah-Indonesia, ia justru betah di Indonesia.
“Apalagi gara-gara ibu-ibu di Indonesia,” kelakarnya.
“Subhanallah, sampai jika ada orang bertanya memilih Madinah atau Indonesia, kira-kira saya pilih mana?, Ya pilih Madinah lah,” ungkapnya.

Baca juga: Belum Terlaksana, Kejutan untuk Syekh Ali Jaber pada Milad 3 Februari, Irfan Hakim Menangis Terharu
Baca juga: Inilah Warisan dan Harta Kekayaan Syekh Ali Jaber, Punya Villa Mewah Intip Foto-foto Penampakkannya
Syekh Ali Jaber pun membandingkan bila ia memilih antara Madinah atau Indonesia.
Ia memaparkan Madinah sebagai Kota Suci tentunya memiliki banyak keutamaan.
Seperti sholat di Masjidil Haram pahala bisa 1000 kali lipat, bisa ziarah ke Makam Nabi Muhammad SAW, Masjid Kuba.
Menurutnya bila dibandingkan soal keberkahan, maka Madinah lebih berkah.
Namun, Syekh mengaku ia pun tak mengetahui pasti apa yang membuat dirinya justru betah di Indonesia.
Ia pun mengatakan dirinya sadar bila hal itu tak lain takdir baik dari Allah SWT.
Suami Umi Nadia itu, datang ke Indonesia dari 2008 hingga 2009 saat itu belum bisa fasih berbahasa Indonesia.
Meski begitu, sedikit demi sedikit ia nikmati belajar perjalanan hidup berbahasa Indonesia.
Ia juga mengaku belajar bahasa Indonesia dari mengikuti kajian acara sang sahabatnya, Ustadz Yusuf Mansur.
Ia menceritakan Ustadz Yusuf Mansur mengajak dirinya mengisi kajian di salah satu stasiun televisi nasional.
Sejak itulah ia didorong Ustadz Yusuf Mansur untuk belajar berbahasa Indonesia.
Hingga akhirnya, di tahun 2011 ia diundang menghadiri acara bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
Di sana ia mendapatkan kejadian tak terduga untuk mengisi qultum di bulan Ramadhan di hadapan perwakilan Dubes di beberapa negara itu.
Syekh Ali Jaber menceritakan SBY kala itu tak menyangka bila dirinya bisa berbahasa Indonesia.
Dari kejadian itu, lalu ia pun dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dan mulai berbincang.
Syekh mengaku dalam perbincangan itu akhirnya mendapatkan perhatian dari SBY.
“Subhanallah, jujur saya kaget, karena sebelum takdir ini ada yang menawarkan untuk membantu menjadi WNI tapi bayar Rp 150 juta,
“Tapi Allah SWT kasih saya gratis, dan Presiden lagi yang menawarkan,” ujar Syekh Ali Jaber.
Dari takdir tak terduga itu, ia mengaku hingga teringat apa yang diucapkan SBY kepadanya.
SBY saat itu berharap dengan memudahkan menjadikan dirinya WNI agar bisa bermanfaat untuk Indonesia.
Saking selalu teringat pesan itu, ketika bertemu SBY di acara besar saling menyapa satu sama lain.
Namun di balik itu, Syekh mengaku menyadari ada tantangan yang berat yang dipikulnya.
Satu di antaranya, sebagai syarat menjadi WNI ia harus menyatakan mengundurkan diri dari Warga Arab.
Ia pun melakukan musyawarah di Madinah dan mendorongnya untuk yakin menjadi WNI.
Dengan mengucap Bismillah, ia berprinsip untuk menjadi bermanfaat di mana pun ia berada.
Dari sanalah, Syekh mengaku keputusan itu baginya menjadi takdir dan mengaku takdir tersebut baik.

Setelah itu, ia pun merasa mendapatkan kemudahan dalam perjalanannya berdakwah di Indonesia.
Terlebih saat itu ia sudah bisa menguasai bahasa Indonesia.
“Alhamdulillah, karunia dari Allah SWT bisa berbahasa Indonesia,”
“Berdakwah langsung, dari hati ke hati,”
“Ternyata menjadi WNI menjadi karunia dari Allah SWT,” ujarnya.
Lanjut Syekh menceritakan karunia lainnya juga datang menghampirinya.
Ia bisa mengundang Imam Besar Masjidil Aqsa ke Indonesia.
Dari sana ia pun mendapatkan perhatian dari Imam Besar Masjidil Aqsa karena pandai berbahasa Indonesia.
Hingga akhirnya, giliran dirinya yang diundang ke Palestina.
Dari sana ia mulai merasakan menjadi WNI istimewa di hati warga Palestina.
Sementara saat itu menjadi warga Arab ia tak bisa datang ke Palestina, namun setelah menjadi WNI ia justru dengan mudah datang dan diundang ke Palestina.
Tak cukup di sana, di Palestina ia diminta Imam Besar Masjidil Aqsa tersebut menjadi Imam Sholat di Masjid Al Aqsa tersebut.
Dari sanalah, sepenggal cerita berkesan Syekh Ali Jaber menurutnya takdir menjadi WNI, Warga Negara Indonesia yang ia syukuri.
Bahkan, hingga akhirnya hayatnya, Syekh Ali Jaber meninggal dunia sempat menginginkan dimakamkan di Lombok Indonesia, tempat sang istri Umi Nadia dan anaknya lahir.
Simak video selengkapnya: