Penanganan Virus Corona
Sudah Divaksin dan Jadi Penyintas Covid-19, Tetap Jaga Prokes, Karena Ternyata Bisa Beresiko Ini
Meski sudah memiliki antibodi atau sudah divaksin, selama kekebalan kelompok atau herd immunity belum tercipta, protokol kesehatan wajib dilaksanakan
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Vaksinasi COVID-19 sudah dimulai, memberikan harapan bagi upaya melawan pandemi. Namun demikian, harapan besar pada vaksinasi COVID-19 jangan sampai membuat masyarajat lengah dan mulai mengabaikan protokol kesehatan.
Sebab vaksin bukanlah obat.
Demikian pula bagi para penyintas, meski sudah memiliki antibodi, namun dari beberapa kasus, masih ada penyintas yang kembali dinyataka positif COVID-19.
Artinya, meski sudah memiliki antibodi atau sudah divaksin, selama kekebalan kelompok atau herd immunity belum tercipta, protokol kesehatan wajib dilaksanakan.
Baca juga: Ciamis Tidak Terapkan PSBB Tetapi Laksanakan Prokes Secara Ketat, Awasi OTG yang Keluyuran
Antibodi sendiri adalah suatu protein yang dibentuk oleh sistem imun ketika menghadapi paparan antigen atau patogen, bisa berupa virus, bakteri, jamur, dan lainnya.
Termasuk terhadap virus COVID-19.
Antibodi adalah senyawa yang dihasilkan oleh sel-sel imun, yaitu oleh sel limfosit B yang bekerja melawan antigen.
Dalam hal COVID-19, yang bisa disebut sebagai produk antibodi adalah plasma convalescent yang berasal dari pasien COVID-19 yang sudah sembuh.
Kini para dokter telah berusaha memanfaatkan antibodi penyintas untuk mengobati pasien COVID-19 dengan gejala berat.
Baca juga: Bisa Dicontoh, Ciptakan Lapangan Kerja Saat Pandemi Covid-19, Kelompok Tani Ini Buat Home Industri
Sementara obat bisa berasal dari senyawa kimia atau diisolasi dari herbal, atau sumber lain.
Obat memiliki target tertentu pada tubuh manusia.
Namun sebelum dicobakan ke manusia, calon obat harus menjalani dulu serangkaian uji pre-klinik pada hewan atau pada sel, selain itu juga harus diuji keamanannya.
Sedangkan vaksin adalah suatu senyawa berupa antigen yang lemah yang bekerja memicu produksi antibodi pada tubuh orang yang divaksin.
Untuk vaksin COVID-19, maka bisa dibuat antigen berupa keseluruhan virus yang dilemahkan atau bagian dari virus yang kemudian ditempelkan pada virus pembawa lain, atau berupa mRNA virus SARS-CoV-2.
Baca juga: Langgar Protokol Kesehatan, Rumah Makan di Cirebon Disegel
Orang yang menerima vaksin ini akan menghasilkan antibodi terhadap virus COVID-19, sehingga menjadi lebih kebal dan tidak mudah terinfeksi.
Koordinator Sub Divisi Imunisasi Divisi Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 Jabar dr Panji Fortuna Hadisoemarto mengatakan kekebalan tubuh baru dapat terjadi jika seseorang mendapatkan vaksin dua kali dengan jarak dua minggu.
"Setelah vaksin kedua diberikan pun, wajib menjaga kondisi badan dan prokes minimal dua minggu, bukan bebas bepergian. Memerlukan waktu untuk menciptakan antibodi," ujarnya melalui ponsel, Minggu (17/1).
Di sisi lain, belum semua masyarakat akan mendapatkan vaksinasi dalam waktu cepat.
Menurutnya, kekebalan kelompok baru dapat terjadi jika 70 persen populasi mendapat vaksin.
Ia berharap masyarakat terus mencari informasi terkait rencana vaksinasi pada kanal informasi resmi pemerintah agar tidak terpapar hoaks.
Diakuinya, misinformasi terkait vaksinasi saat ini begitu marak sehingga membuat masyarakat menjadi resah.
"Tugas kita semua memberikan pemahaman kepada masyarakat secara masiv agar tidak salah persepsi," tuturnya.