Virus Corona di Jabar

Hampir Setahun Pandemi Corona, Ada Sekitar 10 Ribu Kasus Positif Covid-19 yang Tak Terlaporkan

Sebanyak 86.242 orang di antaranya sudah sembuh dan 1.267 meninggal dunia.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ravianto
TRIBUN JABAR / MUHAMAD SYARIF ABDUSSALAM
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sudah hampir setahun Covid-19 menyebar di Indonesia, namun data kasus Covid-19 di Indonesia dan Jawa Barat masih menjadi permasalahan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sudah hampir setahun Covid-19 menyebar di Indonesia, namun data kasus Covid-19 di Indonesia dan Jawa Barat masih menjadi permasalahan.

Di tengah peningkatan kasus harian Covid-19 yang semakin tajam, masih ada data sekitar 10 ribu kasus Covid-19 di Jawa Barat yang belum terlaporkan oleh Kementerian Kesehatan.

Berdasarkan data dari Pikobar, Jumat (15/1) pagi, di Jawa Barat tercatat total 104.541 kasus terkonfirmasi positif Covid-19.

Sebanyak 86.242 orang di antaranya sudah sembuh dan 1.267 meninggal dunia.

Dengan demikian, masih ada 17.032 orang yang dirawat dan diisolasi.

Penambahan kasus harian Covid-19 pun kian meroket setiap harinya. Pada 10 Januari 2021 tercatat penambahan 1.441 kasus positif Covid-19, kemudian secara berurutan penambahan kasus harian berikutnya bertambah 1.475 kasus, 1,540 kasus, 1.755 kasus dan bertambah 2.201 kasus pada 14 Januari 2021.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan sejak beberapa waktu lalu, sebagian angka penambahan kasus harian Covid-19 di Jawa Barat merupakan kasus-kasus lama yang telat dilaporkan sebelumnya.

Dirinya pun sudah melaporkan hal tersebut kepada pemerintah pusat.

Gubernur yang akrab disapa Kang Emil ini mengatakan adanya angka kasus lama yang ditambahkan pada kasus harian ini selalu mengganggu pemetaan dan pendataan penyebaran Covid-19 di Jawa Barat.

Data-data tersebut, katanya, berpengaruh besar terhadap penentuan zonasi risiko penyebaran Covid-19.

Beberapa waktu lalu, dari penambahan kasus setiap harinya, sebagiannya merupakan penambahan kasus yang lama.

Terbaru, terdapat sekitar 10 ribu kasus positif Covid-19 yang belum dimasukkan dalam data penambahan kasus Covid-19 di Jawa Barat.

"Saya buka apa adanya, itu ada 10 ribuan kasus yang sudah terlaporkan oleh laboratorium, tapi belum terumumkan. Saya enggak ngerti juga yang 10 ribu itu apa nanti dicicil ratusan kasus atau langsung ditambahkan 10 ribu sekaligus dan bikin heboh, saya enggak paham," katanya di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Kamis (14/1).

Yang jelas, katanya, kenaikan kasus positif Covid-19 harian di Jawa Barat yang terus meningkat setiap harinya ini masih dipengaruhi oleh data-data lama yang terlambat dilaporkan.

Sedangkan setiap harinya, yang memiliki kewenangan melaporkan data kasus harian Covid-19 adalah pemerintah pusat, yakni Kementerian Kesehatan.

"Yang jelas, kenaikan itu dipengaruhi antrean data dari yang lalu-lalu, yang tidak real time, dan saya akui itu masih ada. Saya sampaikan keluhan itu kepada pemerintah pusat," katanya.

Permasalahan koordinasi data dari tingkat provinsi dan pusat ini, bahkan dari tingkat kabupaten dan kota, katanya, masih saja terjadi.

Karenanya untuk pendataan vaksinasi Covid-19, dirinya meminta Kementerian Kesehatan untuk melimpahkannya kepada Provinsi Jawa Barat.

“Tadi malam saya sudah telpon pak Menkes, menyampaikan (usulan distribusi vaksin diserahkan pada pemerintah provinsi) dan beliau secara prinsip menyetujui selama ada koordinasi,” katanya.

Kang Emil meminta data informasi penerima vaksin Covid-19 dari pemerintah pusat diberikan secara detail kepada pemerintah daerah. Tujuannya, jika ada orang yang terdaftar namun tidak datang saat vaksinasi, maka akan memudahkan pencarian dan pelacakannya.

Kang Emil ini menjelaskan jika manajemen di tingkat daerah bisa berjalan baik, maka akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan secara nasional.

“Jangan nanti viral-viral sesuatu karena miskordinasi data. Kemenkes menyampaikan untuk tahap satu (distribusi vaksin dan vaksinasi) ini ingin memastikan dulu berlangsung lancar atau kurangnya seperti apa. Itu sebabnya di tahap satu penerima vaksin ditentukan oleh pemerintah pusat,” katanya.

Untuk distribusi vaksin tahap II, Kemenkes sudah menyetujui keinginan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, ia akan menentukan proporsi distribusi vaksin di daerah sesuai tingkat kedaruratan.

“Karena kami lebih mengetahui lapangan sehingga proses vaksnasi berjalan proposional. Dua alasan itu disetujui dan dipahami. Alasan pak menteri tidak semua daerah punya kesiapan seperti di Jabar. Kebijakan itu berdasarkan permohonan. Jabar meminta itu karena kami siap,” katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved