Pakar Hukum Asep Warlan: Penerapan Sanksi Denda hingga Pidana bagi Penolak Vaksinasi Wajar Dilakukan
Penerapan sanksi denda tersebut harus menjadi jalan terakhir dari upaya penegakan aturan yang ditempuh pemerintah.
Penulis: Cipta Permana | Editor: Hermawan Aksan
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pakar hukum yang juga guru besar Bidang Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Prof. Asep Warlan Yusuf, menilai rencana penerapan sanksi denda jutaan rupiah bagi para penolak vaksin Covid-19 merupakan hal yang wajar dan sesuai dengan ketentuan perundangan.
Meski demikian, menurutnya, penerapan sanksi denda tersebut harus menjadi jalan terakhir dari upaya penegakan aturan yang ditempuh pemerintah.
"Penerapan sanksi denda itu merupakan jalan terakhir sekali yang dapat di lakukan pemerintah dalam menegakkan aturan. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum opsi denda diberlakukan di masyarakat, seperti sosialisasi untuk meyakinkan masyarakat secara kajian keilmuan dan contoh model yang bersedia di vaksinasi," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Selasa (12/1/2021).
Baca juga: Gubernur: Yang Sudah Dapat Jadwal Wajib Divaksin, Kalau Tidak, Didenda Sampai Jutaan Rupiah
Baca juga: Vaksinasi Serentak 14 Januari, Daerah Ini Tak Jadi Terima Vaksin, Begini Alasannya
Asep menuturkan, tahapan sosialisasi secara kajian keilmuan yang dimaksud adalah terkait keamanan dan efektivitas vaksin tersebut, berdasarkan keterangan ilmu kesehatan dan keagamaan.
Adapun contoh model vaksinasi adalah tokoh publik sebagai rujukan dan panutan bagi masyarakat luas yang bersedia menjadi penerima vaksin pertama.
Selain itu, perlu adanya jaminan dari pihak rumah sakit atau tenaga kesehatan sebagai garda terdepan yang menyatakan bahwa vaksinasi ini aman dan perlu dilakukan oleh masyarakat luas sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19.
"Contoh model tokoh publik yang bersedia divaksinasi pertama sebagai rujukan atau panutan bagi masyarakat luas ini menjadi penting sebagai upaya penyadaran masyarakat, misalnya Presiden tanpa diikuti semua menteri pun enggak masalah, selama proses vaksinasi itu murni bukan fake (bohong) atau setingan. Jadi, masyarakat percaya bahwa vaksinasi ini aman dan perlu dilakukan," ucapnya.
Oleh karena itu, bila seluruh rangkaian tahapan tersebut sudah dilakukan pemerintah, penerapan sanksi denda dapat dilakukan.
Bahkan, pemerintah dapat menerapkan sanksi pidana bila ditemukan adanya upaya memengaruhi atau membahayakan keselamatan publik lainnya dari penolak vaksinasi tersebut.
"Perlu disadari bersama, mengapa adanya kewajiban pemerintah untuk seluruh masyarakat mengikuti vaksinasi dan protokol kesehatan, semata bukan hanya untuk hak dan kepentingan pribadi atau individu semata, tapi adanya hak dan kepentingan keselamatan masyarakat luas yang harus dilindungi," ujar Asep.
Ia menambahkan, penerapan sanksi tegas berupa denda bagi penolak vaksinasi pun tidak dapat selamanya dilakukan secara berulang dan terus-menerus, sebab nominal sanksi denda Rp. 1 Juta dinilai relatif rendah bagi sebagian orang.
Dengan demikian, penerapan sanksi pidana pun perlu dipertimbangkan untuk dapat dilakukan sebagai upaya memberikan efek jera.
Asep mencontohkan, seseorang yang menolak untuk divaksin dan memilih membayar denda Rp 1 juta, dan setelah dalam kurun waktu tertentu yang bersangkutan kembali menolak dua kali dengan membayar denda, karena mengingat vaksinasi ini merupakan kewajiban, maka yang berikutnya harus dilakukan penindakan tegas berupa sanksi pidana.
"Jadi petugas atau pemerintah juga harus tegas, jangan karena dia sudah membayar denda lalu hilang atau bebas kewajibannya, tapi harus diberi peringatan bahwa bila menolak terus hingga dua kali, maka bila menolak yang ketiga, sanksi pidana harus diterapkan," katanya.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Tribun Jabar, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.
Pada pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. (cipta permana)