Sempat Berhenti Operasi karena Kedelai Mahal, Ini Keluhan Pembuat Tahu dan Tempe di Sukabumi

Harga kedelai yang naik mencapai Rp 10 ribu dari sebelumnya Rp 7.000 per kilogram, membuat para pemilik usaha tahu dan tempe merugi.

Tribun Jabar/ M Rizal Jalaludin
Pembuat tahu dan tempe di Sukabumi perkecil ukuran agar tidak rugi karena kedelai mahal 

Laporan Kontributor Kabupaten Sukabumi M Rizal Jalaludin

TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Harga kedelai yang naik mencapai Rp 10 ribu dari sebelumnya Rp 7.000 per kilogram, membuat para pemilik usaha tahu dan tempe merugi.

Pasalnya, mereka harus tetap menjual harga tahu dan tempe dengan harga tetap, sedangkan harga bahan baku naik.

Salah seorang pemilim pabrik tahu di Kampung Ciawet, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Hasanudin mengatakan, pabriknya sempat tutup karena harga kedelai mahal.

Namun, dirinya kembali melakukan produksi karena tidak tega melihat anak buahnya harus menganggur karena pabrik tutup.

Meskipun produksi menurun karena kedelai mahal dan harga penjualan tahu tetap, dirinya melakukan perubahan dari segi ukuran tahu. Hal itu dilakukan agar tingkat kerugian yang ia alami tidak terlalu besar.

"Ya kan kacang harganya sudah mahal. Jadi kan produksi saya juga menurun, saya juga sempat berhenti dulu kemarin ada tiga, empat harian," ujarnya, Senin (11/1/2021).

Baca juga: Temukan Titik Terang Pencarian Korban Longsor, Petugas Gabungan Kerahkan Alat Berat

"Iya sekarang produksi lanjut, karena kan pelanggan nanyain terus, sama karyawan itu kasian. (Ukuran) iya diperkecil sedikit supaya gak rugi," jelasnya.

Ia mengaku, saat ini masih menjual harga tahu normal karena pelanggannya menolak ketika dinaikan.

"Kalau dinaikin pada gak mau kan pelanggan. Paling ukurannya diperkecil supaya gak rugi, saya menjual ke pasar Surade doang," tuturnya.

Ia menyebut, dalam sehari menghabiskan sekitat 3 kwintal kedelai. Ia berharap, harga kedelai kembali normal.

"Sehari dua sampai tiga kwintal, gak nentu sih. Kerugian setelah kenaikan ada sih lumayan. Tapi gak terlalu begitu besar," pungkasnya.

Hal serupa juga dialami seorang pemilik pabrik tempe rumahan di Kampung Selabitung, Desa/Kecamatan Ciracap Nanang.

Nanang mengatakan, semenjak dirinya melakukan produksi tempe di tahun 1990-an. Baru kali ini harga kedelai dengan harga selangit.

"Saya pengrajin tempe pabrik rumahan mulai dari tahun 1992 sampai sekarang tahun 2021, (sebelumnya) belum pernah harga kacang Rp10 ribu. Makanya saya merasa keberatan, mohon kepada pemerintah diusahakan menurun harga kacangnya," katanya.

Baca juga: Video Syur Dengan Gisel Merebak dan Kini Jadi Tersangkan, MYD; Keluarga Terpukul, Papa Sakit

"Makanya saya diusahakan dikecilin ukurannya biar gak rugi, biasanya dulu habisin 1 kwintal kacanh, sekarang mah 40 kilo juga susah jualnya (kalau sudah dibuatkan tempe)," keluhnya.

Hal itu terjadi, kata dia, karena pembeli menjadi malas mengkonsumi tempe karena ukuran diperkecil dengan harga tetap.

"Ya susah karena kan ukuran diperkecil harga tetap," jelasnya.

Baca juga: Bincang Jumat Bisnis Online bank bjb, UMKM Diajak Susun Peta Usaha di 2021

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved