Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan dan Atribut FPI Dianggap Ngawur
Maklumat yang dikeluarkan Kapolri Idham Azis menuai reaksi. Maklumat tersebut berisi tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan dan atribut FPI.
Dekan Fakultas Hukum Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo kepada sebuah media nasional menilai, pelarangan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang cukup, dan berlebih, mengingat pelarangan tersebut hanya bersandarkan kepada maklumat.
“Biasanya sanksi pidana yang dihubungkan dengan pengumuman atau maklumat yang berisikan larangan hanya berlaku dalam kondisi perang. Saat ini kita tidak berada dalam kondisi tersebut, bila dihubungkan dengan kondisi saat ini yaitu darurat bencana, juga tidak relevan dan tidak berhubungan,” ucapnya.
Trisno menganggap, maklumat tersebut justru menunjukkan kepolisian bukan penerapan diskresi tetapi menjadi bentuk penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan oleh penegak hukum dalam hal ini kepolisian.
“Pada akhirnya maklumat ini menjadikan pihak kepolisian sebagai alat kekuasaan bukan pengayom masyarakat,” tandasnya.
Sementara, sejumlah warganet juga mempertanyakan adanya larangan itu.
Sebab, tidak sedikit konten tentang FPI yang disebarkan di media sosial adalah kegiatan sosial para anggota FPI dalam membantu bencana di sejumlah daerah.
"Om @mohmahfudmd.ini gimana sih, kita sudah reformis dan demokratis, mengapa masih ada pernyataan2 begini? Konten FPI yg dibaca dn disebarkan Rakyat cuman Perjuangan FPI bantu Rakyat," tulis akun @conan_idn.
Komunitas Pers Minta Kapolri Cabut Pasal 2d
Mengenai maklumat yang dikeluarkan Idham Azis, komunites pers meminta pasa 2d dicabut.
Ada empat hal yang disampaikan dalam maklumat itu, yang satu di antaranya tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik.
Satu isi maklumatnya, tepatnya di Pasal 2d, yang isinya menyatakan: Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
Menyikapi Maklumat di pasal 2d tersebut, dalam rilis yang diterima, komunitas pers menyatakan sikap:
1. Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
2. Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.