Virus Corona di Jabar
Kisah Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19, Hujan Rintik di Malam Hari Iringi Pemakaman Korban Pertama
Kasus pertama kematian karena Covid-19 di Kota Sukabumi itu, dimakamkan pada malam hari.
Penulis: Fauzi Noviandi | Editor: Ravianto
Laporan Kontributor Kota Sukabumi, Fauzi Novandi
TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Asep Rahmat pria berusia 41 tahun merupakan satu dari delapan petugas penggali kubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Taman Rohmat Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi.
Di masa pandemi Covid-19 Asep bersama sejumlah rekannya itu hingga kini sudah memakamkan 28 jenazah Covid-19.

Dari delapan orang petugas sebagai penggali kuburan di Taman Rohmat, Kampung Gedongpanjang, Kecamatan Citamiang, lima di antaranya merupakan pegawai honorer Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Sukabumi sedangakan tiga lainya merupakan buruh lepas.
Saat ditemui, Asep bersama sejumlah rekannya tersebut tengah mempersiapkan lubang berukuran 2X2 meter untuk memakam warga yang meninggal bukan karena Covid-19.
"Terakhir kemarin pagi saya, bersama rekan-rekan memakamkan jenazah terkonfirmasi positif Covid-19, asal Kelurahan Nangeleng," ungkap Asep saat disela-sela waktu istirahatnya.
Pria bertopi hitam dengan pakai yang dipenuhi tanah itu mengisahkan, saat pertama memakamkan jenazah Covid-19, dirinya mengaku merasa khawatir dan takut karena awal itu virus corona baginya merupakan sebuah virus yang sangat mematikan.
Kasus pertama kematian karena Covid-19 di Kota Sukabumi itu, dimakamkan pada malam hari.
Lantaran sudah menjadi tugasnya sebagai petugas pemakaman Agus berserta rekan-rekannya mulai menjalankan proses pemakaman.
Proses pemakaman yang dilakukan sekitar pukul 20.00 WIB dan disertai rintik hujan di sekitar area pemakaman.
Di malam itu hanya ada dirinya dan lima petugas lainya, serta petugas ambulans yang membawa jenazah.
Ayah dari dua orang ada itu bersama rekannya bekerja mulai dari menggotong jenazah, menggali kuburan, hingga memasukkan jasad Covid-19 ke liang lahat dengan mengunakan Hazmat Alat Pelindung Diri (APD).
"Saat itu, kita dikasih tahu bahwa ada seorang warga Kota Sukabumi yang meninggal karena Covid-19 dari Banjarnegara, kita langsung menggali kuburan, dan jenazahnya tiba malam, kita langsung memakai Hazmat untuk melindungi diri," ucapnya sambil tersenyum
Di tengah pandemi Covid-19, kini sebagai penggali kuburan menjadi sebuah pekerjaan yang sangat berisiko.
Agus dan empat rekan lainnya hanya mendapatkan honor dari Pemkot Sukabumi sebesar Rp 1,5 juta perbulan.
"Sejauh ini belum ada bantuan apapun, namun kemarin sempat dengar akan ada bantuan, tetapi hingga kini belum ada kabar lagi, jadi kita hanya mendapatkan gaji saja dari DLH sebersar Rp 1,5 juta per bulan, dan keikhlasan dari keluarga almarhum," kata Asep yang sudah bekerja sebagai petugas pengali makam sejak tahun 2006.
Sedangkan tiga petugas lainnya yang tidak tercatat sebagai pegawai honorer di DLH Kota Sukabumi hanya mendapatkan uang dari kedermawadan keluarga almarhum yang dimakamkan di TPU Rohmat.
Randi Nurhadi (29) salah satunya petugas yang tidak terdaftar sebagai honorer di DLH Kota Sukabumi, dirinya hanya mendapatkan sejumlah imbalasan dari keikhlasan keluarga almarhum.
"Selama ini kita cuman mendapatkan imbalasan dari keikhlasan para keluarga almarhum saja, lumayan buat jajan anak-anak, selain itu ini merupakan sebuah pekerjaan yang menjadi ibadah buat kami," tutur Randi pria perawakan badan besar dan tinggi.