Bayar Serabi Seikhlasnya, Cara Yani Aswi Tetap Bisa Berusaha dan Beramal di Saat Pandemi Covid-19

Situasi pandemi covid-19 yang belum juga berakhir memaksa setiap orang untuk dapat melaksanakan segala bentuk

Penulis: Cipta Permana | Editor: Ichsan
tribunjabar/cipta permana
seorang pegawai dari Yani Aswin pemilik konsep berdagang sambil beramal tengah memasak kue serabi tradisional di bawah pohon rindang tepat di depan rumah beralamat Jalan Bangusrangin Nomor 16, Kota Bandung, Rabu (16/12/2020) 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pandemi covid-19 yang belum juga berakhir memaksa setiap orang untuk dapat melaksanakan segala bentuk aktivitas kegiatannya dari rumah masing-masing, baik itu bekerja (WFH) belajar (LFH), termasuk berniaga atau berdagang. 

Hal ini pula lah yang dilakukan oleh Yani Aswin (61) yang memilih untuk berjualan serabi tradisional khas Bandung di depan tempat tinggalnya, Jalan Bangusrangin Nomor 16, Kecamatan Coblong, guna mengusir kejenuhan dari adanya pembatasan aktivitas, yang diterapkan pemerintah karena situasi pandemi. 

Berdasarkan pengamatan Tribun Jabar, lokasi tempat berjualan serabi ini berada di lingkungan perumahan elit, dimana rumah bertingkat dua hingga tiga berderet di sepanjang jalan tersebut. 

Sejak pukul 07.00 WIB, Yani yang dibantu oleh dua orang karyawannya mulai menata satu persatu berbagai kebutuhan dan peralatan yang akan digunakannya untuk membuat jajanan kue tradisional khas Bandung tersebut, seperti panci kecil berisi adonan serabi, tiga buah mangkuk dan tungku terbuat dari gerabah, tumpukan kayu bakar serta, sepuluh cangkir kecil lengkap dengan teko dari seng yang berisi teh hangat, di bawah pohon rindang yang ada di depan rumahnya.

Baca juga: Ini Jalur Alternatif ke Pantai Palangpang Ketika Jalur Loji Geopark Ciletuh Tertimbun Longsor

Yani Aswin membagikan kue serabinya kepada seorang pemulung yang kebetulan melintas di depan jongko serabinya di Jalan Bangusrangin Nomor 16, Kota Bandung, Rabu (16/12/2020)
Yani Aswin membagikan kue serabinya kepada seorang pemulung yang kebetulan melintas di depan jongko serabinya di Jalan Bangusrangin Nomor 16, Kota Bandung, Rabu (16/12/2020) (tribunjabar/cipta permana)

Setelah kayu bakar yang telah disulut api menyala dan membakar tungku gerabah, sambil duduk lesehan dan dengan cekatan Yani dibantu karyawannya mulai menuangkan adonan serabi yang terbuat dari santan kelapa bercampur tepung terigu dan ragi itu ke setiap mangkuk dari tungku-tungku tersebut, dan segera menutupnya setelah menambahkan toping potongan oncom tempe dimasukan. 

Seketika aroma campuran santan kelapa dan oncom yang terbakar dari dalam tungku gerabah menyeruak tercium harum dan menggugah selera bagi siapapun yang berada di dekatnya.

Satu per satu kayu bakar pun tampak terus di masukan guna menjaga api dalam tungku tetap menyala.

Setelah matang, dengan cekatan kue tersebut dicukil menggunakan spatula kecil berbahan besi, dan kembali diisi dengan adonan baru setelah sebelumnya mangkuk tungku tersebut diolesi minyak kelapa menggunakan serabut kelapa. Aktivitas itu terus berlanjut hingga pukul 09.00 WIB atau saat seluruh adonan itu habis.

Sepintas tidak ada yang unik atau berbeda dari aktivitas pembuatan serabi tersebut, selain rasa yang ditawarkan yaitu, polos, oncom, dan coklat.

Namun bila di perhatikan lebih seksama, ternyata konsep berjualan yang diterapkan dalam serabi itu berbeda dari berjualan pada umumnya.

Dimana, bukannya mematok harga serabi yang dibeli guna memperoleh keuntungan, tapi Yani menjunjung konsep warung kejujuran dengan bayar seikhlasnya. 

Baca juga: SIARAN LANGSUNG Big Match Malam Ini: Liverpool vs Spurs, Juventus vs Atalanta, Barcelona vs Sociedad

Bahkan, yang membuat siapapun heran adalah, setiap ada warga yang tergolong kurang mampu dari sisi ekonomi kemudian melintas di depan jongko dagangnya, perempuan yang sempat menjadi dosen di Unjani tersebut, selalu memanggil dan memberikan bungkusan berisi beberapa buah serabi yang telah matang kepada sosok tersebut secara cuma-cuma yang merupakan caranya beramal di tengah situasi pandemi covid-19.

"Alhamdulillah dengan kemampuan dan kesempatan yang masih di berikan Allah kepada saya, saya memilih cara berbeda untuk dapat bermanfaat bagi orang lain yaitu, berdagang sambil beramal melalui berjualan kue tradisional ini. Dengan konsep jualan subsidi silang atau membayar seikhlasnya bagi pembeli yang berkecukupan, dan memberikan gratis bagi mereka yang kekurangan namun membutuhkan ini (serabi) untuk sarapan," ujarnya saat ditemui disela aktivitasnya, Rabu (16/12/2020).

Melihat konsep berjualannya yang unik, tidak jarang membuat pembeli yang datang merasa kebingungan. Pasalnya, Yani tak mematok harga untuk setiap kue serabinya, tetapi sebagai gantinya ia menyiapkan satu kotak khusus bagi para konsumen untuk membayar.

"Berapapun yang mereka (pembeli ekonomi mampu) berikan dan dimasukan ke dalam kotak uang yang sudah disiapkan, saya terima, termasuk mereka sendiri yang mengambil kembaliannya, bila dirasa uang yang diberikan terlalu besar. Jadi kami sama sekali tidak berinteraksi langsung menyentuh uang yang diberikan, termasuk uang di dalam kotak itu, dan dari sana pula saya berikan kelebihannya kepada mereka yang membutuhkan, berupa kue serabi ini," ucapnya.

Baca juga: DIBUKA, Lowongan Kerja Terbaru di BNNK Bandung Barat untuk Lulusan SMA/SMK - S1, Daftar di Sini

Berdasarkan penuturannya, dalam sehari, rata-rata ia bisa membuat 60 hingga 100 buah kue serabi dari sekitar satu kilogram adonan. Ia mengaku, setiap hari adonan kue tersebut harus habis dimasak, apakah nantinya kue itu habis di beli maupun diberikan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa pernah sekalipun memikirkan target capaian omset dari usahanya tersebut.

Yani menuturkan, selama menekuni usaha berjualan serabi bayar seikhlasnya sekitar dua bulan lamanya, berbagai pengalaman unik pun pernah dirasakannya, mulai dari pendapatan yang diperolehnya dalam sehari hanya Rp. 5000, hingga pernah ada yang mengambil lima buah serabi namun membayar dengan besaran Rp. 500 ribu.

Hal terakhir tentu membuatnya tersinggung dan meminta pemberi uang tersebut, untuk mengambil kembali seluruh uangnya dan menggantinya dengan bayaran yang sesuai dengan harga serabi tradisional biasanya, karena sejak awal dirinya berkomitmen bahwa apa yang dilakukannya adalah berdagang bukan mencari sensasi atau sponsor dari upayanya tersebut.

"Ya saya sempat marah saat itu, karena ada pembeli yang membayar senilai Rp. 500 ribu untuk lima buah serabi yang diambilnya, usaha saya ini bukan pencitraan atau mengharap adanya sponsor dari pembeli, tapi murni saya ingin tetap berusaha sambil beramal dengan cara yang saya miliki ini," ujar Yani.

Disinggung mengenai pemilihan cara tradisional dengan tungku gerabah dan kayu bakar dalam membuat serabi dibanding cara modern yaitu dengan wajan atau katel besi dan tabung gas.

Yani pun hanya tersenyum, seraya menuturkan, bahwa yang dilakukannya itu merupakan upaya dirinya untuk dapat bernostalgia dengan suasana yang pernah dirasakannya tempo dulu, dimana penjual serabi saat itu hanya mengandalkan tungku gerabah dan kayu bakar yang tiup dengan selongsong bambu untuk menyalakan api.

Baca juga: VIDEO-Jelang Natal dan Tahun Baru 2021, Harga Komoditi Telor di Pasar Prapatan Majalengka Naik

Selain itu, Ia pun berupaya mempertahankan kelestarian dari kearifan lokal berjualan serabi yang merupakan kue tradisional khas Jawa Barat di tengah suasana zaman modern saat ini.

"Sekalian napak tilas, waktu kecil saya beli serabi bersama orangtua saya, ya persis begini, pakai gerabah, kayu bakar dan suluh (selongsong bambu) untuk meniup api agar tetap menyala, jadi memang saya ingin mengenang masa-masa itu, sekalian melestarikan kearifan lokal Jawa Barat, salah satunya melalui pembuatan kue serabi ini," katanya.

Warung serabi tradisional bayar seikhlasnya ini, buka setiap hari, kecuali hari Senin dan Kamis mulai pukul 07.00-09.00 WIB.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved