Ubah Laku

Dihantam Pandemi Covid-19, Omzet Pedagang Pasar di Cimahi Melorot, Bertahan untuk Mencari Makan

Itulah kondisi Pasar Antri setelah sembilan bulan dihajar Pandemi Covid-19. Para pedagang mencoba bertahan dengan tetap berjualan, walau omzet jauh

Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
TribunJabar.id/Machmud Mubarok
Pedagang di Pasar Antri Cimahi merasakan dampak berat dari pandemi Covid-19. 

TRIBUNJABAR.ID, CIMAHI  - HIRUK-pikuk pembeli yang menawar harga tak terlalu terdengar di Pasar Antri, Kota Cimahi. Akhir pekan kemarin, Sabtu (21/11/2020), suasana pasar tradisional terbesar di Cimahi itu memang tak begitu ramai. Pengunjung dan pembeli memang ada, tapi geliatnya tak riuh. Padahal jam baru menunjukkan pukul 10.00, waktu yang seharusnya ramai di pasar.

Itulah kondisi Pasar Antri setelah sembilan bulan dihajar Pandemi Covid-19. Para pedagang mencoba bertahan dengan tetap berjualan, walau omzet jauh merosot.

Seorang pedagang sayuran di Pasar Antri, Ence Setia (47), mengatakan kondisi saat ini jelas keadaan paling buruk yang pernah dialaminya selama lebih dari 20 tahun berdagang di Pasar Antri.

Baca juga: Kejadian Aneh di Rumah Rizky Billar, Fotonya Bersama Lesti Hilang Tanpa Sebab, Banyak Hal Janggal

Baca juga: Nathalie Holscher Bertingkah Aneh, Mendadak Mau Soto Ceker dan Nasi Jinggo, Sule Curiga Itu Pertanda

Baca juga: Bacalah Doa Ini Saat Turun Hujan Lebat, Sesuai Ajaran Rasulullah SAW, Memohon Dijauhkan dari Bencana

Menurut Ence, para pedagang saat ini hanya bertahan agar tetap bisa mencari makan untuk keluarga.

“Itu kondisinya seperti itu, kami hanya bertahan supaya bisa tetap makan. Omzet sudah benar-benar ambruk. Jauh merosot dibanding sebelum Covid-19,” kata Ence.

Ence mengatakan, sebelum Pandemi, mendapatkan uang hingga Rp 1 juta sehari itu mudah. Setengah hari berjualan kantong sudah penuh uang. “Sekarang ini, bisa pulang bawa uang Rp 300 ribu saja sudah alhamdulillah. Omzet tinggal seperempatnya,” ujarnya.

Ence berjualan sayur mayur, mulai cabe merah, cabe keriting, kentang, bawang daun, sawi, dan sebagainya. Ia mencontohkan omzet yang turun itu dari penjualan cabe merah. Biasanya puluhan kilo cabe itu habis dalam satu hari. Saat ini, ia belanja 10 kg cabe, tak habis dalam 3 hari.

“Contoh kecil lainnya dari pembelian kantung plastik. Dulu saya bisa menghabiskan kantung plastik bening itu hingga Rp 60 ribu sehari. Sekarang beli 10 ribueun pun tak habis dalam sehari,” kata Ence.

Melorotnya penjualan kata Ence, karena pengunjung yang datang sedikit. Hal itu terjadi ketika Pasar Antri ditutup selama dua minggu oleh Pemkot Cimahi pada bulan Mei lalu, karena ada beberapa pedagang yang positif Covid-19 berdasarkan hasil tes swab.

Ketika itu, Pasar Antri setiap hari disemprot memakai cairan disinfektan. Seluruh pedagang dan pembeli wajib mengenakan masker. Lapak jualan pun diatur supaya tidak berdekatan. Jam berjualan pun diatur hanya setengah hari, mulai jam 06.00 hingga 12.00. Selepas itu, pedagang harus menutup lapak dan kios. Semuanya ditujukan agar Virus Corona tidak menyebar lebih luas.

“Tapi dampaknya, penjualan kami sejak itu tak bisa seperti dulu lagi. Pembeli khawatir belanja di Pasar Antri. Banyak pedagang mencoba peruntungan dengan berjualan di online. Ada pula yang kemudian pulang ke kampung masing-masing, berjualan di tempat tinggal mereka,” kata Ence.

Tapi ada juga kisah sukses yang terdengar dari pedagang yang berjualan di kampung mereka. Banyak yang sukses, penjualan meroket, sehingga mereka enggan untuk kembali berjualan di Pasar Antri. Terlebih kondisi Pasar Antri tak kunjung pulih lagi dari sisi kedatangan pembeli dan penjualan.

Kerugian pun kian bertambah, karena banyak para pedagang yang memiliki utang ke bank. Keringanan berupa penundaan pembayaran, tak dinikmati semua pedagang. Ence mengaku mengajukan untuk keringanan pembayaran cicilan utang ke bank, tapi ternyata ditolak.

“Enggak tahu di mana salahnya, saya sudah mengajukan, tapi ditolak, gak ada keringanan sama sekali,” kata Ence.

Saat ini pun kata Ence tidak ada upaya dari pemerintahan setempat untuk bisa membangkitkan kembali daya beli masyarakat, melalui kunjungan atau pembelian langsung ke Pasar Antri.

“Ya enggak ada stimulus apapun dari pemerintah, dibiarkan begitu saja. Dikiranya kami baik-baik saja, padahal berdarah-darah untuk bisa tetap berjualan di sini,: kata Ence.

Ence sendiri mengaku ia masih bisa bertahan karena punya pelanggan dari rumah sakit. Ia rutin mengirim sayuran ke dapur rumah sakit umum daerah Cibabat.

“Walau volumenya juga menurun sejak Covid, tapi setidaknya ada yang jadi pegangan, jadi andalan saya saat penjualan di pasar ini benar-benar ambruk,” kata Ence.

Ia berharap pemerintah benar-benar memperhatikan pedagang di pasar tradisional saat ini. Menurut Ence, tidak semua pedagang mampu memanfaatkan teknologi dengan berjualan di online. Banyak keterbatasan seperti yang dialaminya, terkait pemanfaatkan teknologi.

Karena itu, jalan yang paling mudah adalah mendatangkan kembali pembeli ke pasar Antri. Pihaknya pun siap menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk menjaga agar tidak terjadi penularan dan penyebaran Covid-19.

“Ada beberapa kios yang tutup karena tak kuat menanggung cicilan utang. Kami yang masih ada di sini ya bertahan sebisanya, setidaknya untuk memberi makan keluarga. Mudah-mudahan pandemi ini bisa segera selesai,” kata Ence.

Keterpurukan itu bertambah dengan kehadiran pedagang-pedagang yang berjualan di bagian belakang Pasar Antri. Mereka kata Ence, seolah mencegat calon pembeli yang tadinya akan masuk ke pasar. Karena barang yang dijajakan juga sama, banyak pembeli yang akhir beli di luar.

“Hal seperti ini juga harus diperhatikan oleh pemerintah, supaya pedagang di pasar tradisional tidak semakin terpuruk,” kata Ence. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved