Dinilai Telah Menghina Anggota DPRD Jabar di Medsos, Seorang Ibu Dituntut Hukuman 2 Tahun Penjara
Jaksa Penuntut umum Kejati Jabar meminta majelis hakim agar menyatakan terdakwa Agung Dewi Wulansari (49)
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Jaksa Penuntut Umum Kejati Jabar meminta majelis hakim agar menyatakan terdakwa Agung Dewi Wulansari (49), warga ibukota, bersalah melakukan tindak pidana mencemarkan nama baik dengan cara mendistribusikan data atau dokumen elektronik.
Jaksa meminta hakim agar menyatakan Dewi bersalah melakukan tindak pidana Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Agung Dewi Wulansari denga pidana penjara selama dua tahun dikurangi selama berada dalam tahanan sementara dan denda Rp 20 juta subsidair 3 bulan kurungan," ujar jaksa M Afif Perwiratama di Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung, Selasa (17/11/2020).
Ia mengatakan, perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara memanfaatkan akun Facebook miliknya. Kemudian, menulis narasi dengan kalimat-kalimat penghinaan pada Tina Wiryawati, Anggota DPRD Jabar periode 2019-2024.
Baca juga: Pilkada Pangandaran 2020, Sebanyak 328.400 Lembar Surat Suara Tiba di Pangandaran
"Terdakwa memenuhui semua rumusan unsur dalam pasal dakwaan. Selama persidangan, terdakwa berbuat sopan, mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya. Tapi terdakwa juga berbelat-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Terdakwa juga membentak saksi korban di persidangan," ucap dia.
Kasus ini dilaporkan ke Polda Jabar oleh Tina Wiryawati, anggota DPRD Jabar dari Fraksi Partai Gerindra. Seusai persidangan, Tina melalui perwakilannya, Boni (40) mengatakan tuntutan jaksa sudah dibacakan. Proses pembuktian sudah bergulir di pengadilan.
"Jaksa sudah profesional membuktikan perbuatan terdakwa kemudian membacakan tuntutannya. Kami harap, tuntutan jaksa ini tidak berubah saat putusan nanti. Ini juga jadi pelajaran buat setiap orang untuk bijak dalam media sosial. Media sosial itu bukan media untuk menghujat,"ucap Boni.
Menurutnya, kasus ini jadi pelajaran penting bagi semua orang di Indonesia, bahwa penggunaan media sosial untuk menghujat, memiliki konsekuensi hukum yang panjang.
"Jadikan ini pelajaran. Jangan jadikan media sosial sarana untuk yang tidak baik. Kami berharap, majelis hakim bisa memutus kasus ini, menyatakan terdakwa bersalah, sesuai dengan tuntutan jaksa," ucap dia.
Baca juga: Penjual Gorengan di Cirebon Rudapaksa Anak Kandungnya Sendiri Hingga Hamil Dua Bulan
Di sisi lain, pengacara terdakwa, Rini Prihandayani menghormati dan menghargai tuntutan jaksa penuntut umum. Meskipun, tuntutan untuk terdakwa terlalu berat.
"Kami hormati tuntutan jaksa meski tuntutannya memberatkan dan tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan, " ucap dia.
Sidang selanjutnya, ia akan membacakan nota pembelaan untuk terdakwa. Dalam pembelaannya, ia meminta majelis hakim membebaskan terdakwa dan menyatakan tidak bersalah.
"Harapannya dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah. Fakta persidangan terungkap bahwa perbuatan terdakwa ini berawal dari akumulasi masalah sebelumnya. Ini masalah keluarga," ucap Rini.
Di sidang kali ini, turut dihadiri Galih, anak pertama terdakwa. Sejak tiga bulan lalu, Dewi ditahan di Rutan Perempuan Bandung. Otomatis, dia tidak bisa bertemu.
"Harapannya yang terbaik untuk mama, berdoa semoga majelis hakim bisa membebaskan mama saya," ucap Galih, anak pertama terdakwa.
Baca juga: Berbahaya, Petugas Damkar Potong Batang dan Ranting Pohon yang Menjuntai ke Jalan di Ciletuh
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, surat dakwaan nomor PDM-763/BDUNG/08/2020 dengan jaksa M Afif Perwiratama, kasus ini terjadi pada Maret 2019 dan Desember 2018 di Kabupaten Ciamis dan di Kota Bandung.
Terdakwa diduga dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan.
Pada 20 Desember 2018, saksi Tina Wiryawati dan tim suksesnya berkampanye legislatif DPRD Jabar kemudian diunggah di Facebook.
Pada 23 Desember 2018, ada komentar dikirim oleh username terdakwa di postingan Facebook isinya : 'save GA agar bisa bertemu ayah kandungnya yaitu suami dr Tina Wiryawati. Tina adalah istri ke-5 dari kapten pilot senior GI'. Kemudian terdakwa kembali berkomentar ; 'yakin anda akan mendukung wanita seperti ini yang sudah zalim dengan seorang anak yang ingin ketemu bapaknya. Baca dulu dengan bijak jangan tertipu hanya dengan kerudung. Ibu tiri kejam tidak pantas jadi wakil rakyat yntuk partai besar yang terhormat'.
Lalu pada Maret 2019, saksi Tina Wiryawati sedang kampanye di Kabupaten Ciamis, diberitahukan oleh tim suksesnya bahwa ada pesan komentar Facebook atas nama akun terdakwa. Isinya:
'Suaminya seorang kapten pilot senior tapi dua anak kandungnya tidak pernah dianggap dan diabaikan. Pantaskah kalian dengan spirit The emak-emak punya caleg yang tidak peduli dengan anak kandung dari suaminya. Dia adalah istri kelima pak poilot. Baca dulu dengan bijak jangan tertipu hanya dengan kerudung ibu tiri kejam tidak pantas jadi wakil rakuat untuk partai besar dan terhormat'.
Tina sendiri sudah dihadirkan di persidangan pada pekan lalu sebagai saksi pelapor. Di persidangan, Tina menjelaskan duduk perkara kasus ITE yang dia laporkan ke Polda Jabar. Di persidangan, Tina mengaku postingan itu jadi pembicaraan orang lain dan banyak yang menanyakan kebenarannya pada Tina.
"Berdasarkan postingan itu, banyak teman-teman saya yang baca. Menanyakan kebenarannya karena postingan komentarnya diliat banyak akun," ucap Tina di persidangan 15 Oktober.
Hakim sempat menanyakan ihwal dampak dari postingan dari terdakwa terhadap Tina. Lalu, menanyakan kebenaran dari postingan terdakwa.
"Saya malu dan merasa terhina. Dan saya tidak merasa melakukan seperti hal yang ditulis oleh terdakwa," ucap Tina.