Penanganan Virus Corona

3M Sudah, Selanjutnya Vaksinasi Covid-19, Pemerintah Libatkan Organisasi Keagamaan Soal Kehalalan

Setelah kampanye 3M secara masif, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, ikhtiar berikutnya adalah menghadirkan vaksin Covid-19.

Penulis: Kisdiantoro | Editor: Kisdiantoro
Istimewa
Tenaga Ahli Utama Kedeputian V KSP Rumadi Ahmad. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Upaya pemerintah dalam memutus rantai pandemi Covid-19 terus dilakukan.

Setelah kampanye 3M secara masif, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, ikhtiar berikutnya adalah menghadirkan vaksin Covid-19.

Jutaan vaksin Covid-19 didatangkan dari negara tetangga karena hal ini sangat dibutuhkan untuk menegah wabah berkepanjangan.

Dalam perjalannya, pemerintah diingatkan untuk tidak mengabaikan soal kehalalan vaksin Covid-19.

Baca juga: Kisah Akbar, Pemulung yang Baca Alquran Saat Berteduh di Jalan Braga, Jalan dari Garut Cari Sang Ibu

Rupanya, pemerintah sangat menghargai upaya berbagai pihak yang tengah mencari tahu kehalalan vaksin Covid-19.

Namun masyarakat jangan mudah terprovokasi terhadap penolakan vaksin, sebelum ada pernyataan resmi dari lembaga terkait.

Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad menjelaskan, Pemerintah melibatkan berbagai organisasi keagamaan untuk memastikan informasi yang cukup tentang vaksin Covid-19.

"Pemerintah ingin ada keterbukaan informasi terkait produksi vaksin," tutur Rumadi Ahmad melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Rumadi memaparkan, vaksin merupakan ikhtiar untuk mencegah, bahkan mengobati penyakit.

Karena itu, berbagai riset untuk mencari vaksin harus didukung, hal itu pada dasarnya sejalan dengan apa yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW.

“Kata rasul, Likulli da’in dawaa’ atau setiap penyakit pasti ada obatnya Namun obat harus diupayakan dan dicari, tidak datang dengan sendirinya," jelas Rumadi.

Ketua Lajnah Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) NU ini pun yakin, para ulama mempunyai perangkat keilmuan dan juga kearifan untuk tidak menghalangi penggunaan vaksin jika vaksin yang tersedia belum bisa dipastikan kehalalannya.

Baca juga: Tata Janeeta Akhirnya Kuak Sosok Suami Setelah Selama Ini Berteka-teki, Ternyata Mantan Angerlina

Meski begitu, kata Rumadi, pada prinsipnya segala sesuatu yang masuk dan dikonsumsi umat Islam sangat penting memastikan kehalalan.

"Tapi dalam keadaan darurat, jika belum ada obat yang lain, Islam tidak melarang mengkonsumsi obat tersebut," tambah Rumadi.

Pernyataan Rumadi merujuk pada hukum Islam mengenai teori darurat atau nadhariyat ad-darurah. Ada juga pembahasan tentang rukhsah atau kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT. Kemudahan itu sebagai jalan bagi umat Islam jika dihadapkan pada situasi yang mengancam jiwa, hal yang sangat dilindungi Islam (hifz an-nafs).

"Para ulama Indonesia pasti sangat memahami hal tersebut dan akan memberi panduan yang memudahkan, bukan mempersulit," tutup Rumadi.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menjelaskan, vaksin yang tidak berlabel halal bisa digunakan oleh masyarakat, namun harus mendapatkan ketetapan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Baca juga: VIDEO Rasakan Guncangan Besar Gempa M5.2 Banten, Warga Kampung Adat Sukabumi Panik Takut Longsor

Wapres Ma’ruf menyinggung ketika vaksin meningitis pada tahun 2010 tersedia di Indonesia belum mendapatkan sertifikasi kehalalan.

Saat itu, MUI menetapkan keputusan haram terhadap vaksin meningitis buatan Glaxo Smith Kline dari Belgia.

“Seperti (vaksin) meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau itu tidak ada atau kalau tidak digunakan vaksin akan timbul kebahayaan akan timbulkan penyakit berkepanjangan, maka bisa digunakan secara darurat,” ujar Wapres Ma'ruf Amin pada pertengahan Oktober lalu.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved