Uji Klinis Vaksin di Bandung hingga 7 Bulan, Kenapa November Ada Pemberian Vaksin? Ini Jawabannya
Uji klinis vaksin Covid-19 di Bandung tetap berjalan sesuai jadwal. Hal itu sebagai jawaban menanggapi ungkapan pemerintah pusat.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Uji klinis vaksin Covid-19 di Bandung tetap berjalan sesuai jadwal. Hal itu sebagai jawaban menanggapi ungkapan pemerintah pusat yang mengklaim vaksin Covid-19 dapat diberikan mulai November 2020.
"(Uji klinis) masih berlangsung. (Untuk pemberian vaksin pada November) tanyakan ke Kemenkes. Dari awal kami sampaikan, enam sampai tujuh bulan penelitian. Tunggu saja, ya," kata Juru Bicara Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rodman Tarigan, melalui ponsel, Senin (12/10/2020).
Sebelumnya, uji klinis vaksin Covid-19 dari Sinovac Biotech Tiongkok ini dimulai pada awal Agustus 2020. Sebanyak 1.620 relawan akan menjalani serangkaian kunjungan untuk uji klinis vaksin selama lima kunjungan, dari V0 atau visit 0 sampai V4 atau visit 4.
V0 adalah pemeriksaan opus tenggorokan, V1 adalah pemberian vaksinasi pertama bersama pengambilan sampel darah dan rapid test, V2 adalah penyuntikan vaksin dosis kedua dilakukan 14 hari (+3 hari) setelah V1, kemudian V3 adalah pengambilan sampel darah kedua dilakukan 14 hari (+3 hari).
"Sedangkan V4 itu, enam bulan dari V2, ya. (Perkembangannya) saya sampaikan akhir Oktober saja, ya," katanya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada kesempatan konferensi pers di Mapolda Jabar, Senin (12/10), mengatakan ada dua jenis vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat.
"Vaksin akan terbagi dua secara umum. Pertama, vaksin yang kami melakukan tes dan yang dibeli langsung oleh pemerintah pusat. Itu tentunya akan kami bahas secara mendalam, apakah Jabar terdampak dan mendapat fasilitas vaksin," ucap Emil.
Menurutnya, dalam urutan epidemologi, yang paling utama supaya terhindar dari virus corona adalah dengan meningkatkan imunitas.
"Setelah imunitas, kalau belum ada vaksin maka modalnya jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan," ucapnya.
Skala Prioritas
Tidak semua orang bisa langsung mendapatkan vaksin Covid-19. Pemerintah menyusun skala prioritas penerima vaksin Covid-19.
Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto, mengatakan, prioritas penerima vaksin adalah mereka yang bertugas di garda terdepan penanganan pandemi Covid-19.
"Pemerintah merencanakan penerima vaksin itu di garda terdepan itu sekitar paramedis, TNI, Polri, aparat hukum, dan pelayanan publik."
"Sekitar 3,4 juta (orang), butuhnya 6,9 juta vaksin," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual seusai rapat terbatas, Senin (12/10/2020).
Setelah itu, menurut Airlangga, vaksin akan diberikan kepada masyarakat, mulai dari tokoh agama, tokoh atau tenaga pendidik, aparatur sipil negara, dan penerima bantuan iuran BPJS,.
"Tokoh agama, daerah, kecamatan, RT/RW 5,6 (juta orang), 11 juta."
"Tokoh pendidik, tenaga pendidik, mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi 4,3 juta (orang)."
"Aparatur sebesar 2,3 (juta) dan penerima BPJS bantuan iuran 86 (juta), subtotal 102 (juta) dan masyarakat yang usianya antara 19 sampai 59 (berjumlah) 57 juta, sehingga total 160 juta," ucapnya.
Pemerintah telah mengamankan ketersediaan vaksin untuk 135 juta orang pada 2021, dari total kebutuhan sebesar 270 juta orang.
"Sisanya nanti terus didorong untuk 2022," katanya.
Siapkan DP Rp 36,7 Triliun
Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sedang negosiasi final dengan AstraZeneca untuk pengadaan vaksin Covid-19.
Pemerintah sudah menyiapkan uang down payment (DP) 50 persen, sebesar 250 juta dolar AS atau Rp 36,7 triliun untuk 100 juta vaksin Covid-19, dari perusahaan farmasi yang berkantor pusat di Inggris tersebut.
"Sekarang Menkes maupun Menteri BUMN sedang negosiasi final dengan AstraZeneca."
"Dan kita menyiapkan untuk pengadaan 100 juta (vaksin)."
"Dan untuk itu diperlukan down payment sebesar 50 persen atau 250 juta," papar Airlangga.
Dana pengadaan vaksin tersebut, menurut Airlangga, sudah dianggarkan pemerintah dari sektor PEN.
Dana pengadaan vaksin tersbut diberikan kepada WHO dan CEPI melalui skema covax andvance market commitment (AMC).
Pemerintah juga telah mendapatkan komitmen penerimaan vaksin dari sejumlah perusahaan, yakni Sinovac Biotech Ltd, Sinopharm, dan Cansino.
Vaksin akan diberikan setelah uji klinik fase III rampung.
"Sinopharm itu sekitar di tahun 2020, 15 juta."
"Kemudian terkait Cansino ini menjanjikan kita sekitar 100 ribu di akhir Desember, dan tahun depan sekitar 15 juta dan AstraZeneca," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19.
Perpres tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan perlunya langkah luar biasa atau ekstraordinary dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
Salah satunya, percepatan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi untuk menjaga kesehatan masyarakat.
"Bahwa dalam percepatan pengadaan Vaksin Covid-19 dan Vaksinasi Covid-19 memerlukan langkah-langkah luar biasa (extraordinary) dan pengaturan khusus untuk pengadaan dan pelaksanaannya," begitu bunyi salah satu pertimbangan Perpres tersebut, dikutip Tribunnews, Rabu (7/10/2020).
Dalam pasal 1 ayat 2 disebutkan, cakupan pelaksanaan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 meliputi:
a. pengadaan Vaksin Covid-19;
• Data Kamera Mesin Absensi di Lobi Gedung Kejaksaan Agung yang Terbakar Ikut Diperiksa Bareskrim
b. pelaksanaan Vaksinasi Covid-19;
c. pendanaan pengadaan Vaksin Covid-19 dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19; dan
d. dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Nantinya Menteri Kesehatan yang akan menetapkan jumlah dan jenis vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat.
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional hanya memberikan pertimbangan kepada Menkes dalam memutuskan jumlah dan jenis vaksin.
"Dalam rangka penetapan jenis Vaksin Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan memberikan persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau izin Edar," bunyi pasal 2 ayat 3 Perpres tersebut.
Apabila vaksin dapat diproduksi dan tersedia di dalam negeri, maka pemerintah mengutamakan vaksin Covid-19 dari dalam negeri.
Pengadaan Vaksin Covid-19 dalam Perpres tersebut meliputi:
a. penyediaan Vaksin Covid-19 dan peralatan
pendukung dan logistik yang diperlukan; dan
b. distribusi Vaksin Covid-19 sampai pada titik serah yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Tidak hanya pengadaan, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
Nantinya Kemenkes akan menetapkan kriteria dan prioritas penerima vaksin, prioritas wilayah penerima vaksin, jadwal, dan tahapan pemberian vaksin; dan standar pelayanan vaksinasi.
Dalam menetapkan pelaksanaan vaksinasi Kementerian Kesehatan mendapatkan pertimbangan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
"Biaya yang telah dikeluarkan untuk pengadaan Vaksin Covid-19 dan pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis."
"Sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19."
"Dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang," bunyi pasal 22 Perpres tersebut.
Perpres mulai berlaku sejak diundangkan pada 6 Oktober 2020. Perpres ditetapkan Presiden pada 5 Oktober 2020. (*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Paramedis dan TNI-Polri Jadi Prioritas Penerima Vaksin Covid-19, Uang Muka Rp 36,7 Triliun Disiapkan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/vaksin-anti-corona.jpg)