Virus Corona di Jabar
Pasien Covid-19 di RSHS Bandung Membaik Setelah Diberi Covifor, 100 vial Obat Remdesivir Sudah Siap
Sebagai rumah sakit rujukan di Jabar, kami harus segera menyediakan. Pembelian Covifor ini sudah direncanakan
Penulis: Agung Yulianto Wibowo | Editor: Agung Yulianto Wibowo
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Agung Yulianto Wibowo
TRIBUNJABAR.ID - Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung sudah mendatangkan Covifor, obat Covid-19, sejak pekan lalu atau akhir September 2020.
Obat itu pun sudah digunakan tiga pasien yang terkonfirmasi Covid-19 yang dirawat di RSHS.
Ketua Tim Infeksi Khusus RSHS dr Yovita Hartantri mengatakan Covifor sudah disetujui pemakaiannya di Indonesia oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
• Obat Covid-19 di Indonesia Turun Harga!
• Kabar Baik! Obat Covid-19 Covifor Mulai Dijual di Indonesia, Sudah Diujicobakan, Ini Harga Obatnya
• Covid-19 Makin Meningkat, Mulai 3 Agustus 2020 RSHS Terapkan PKBM alias Lockdown Kecil
Obat ini juga sudah masuk dalam pedoman Kemenkes yang dibuat organisasi profesi.
"Sebagai rumah sakit rujukan di Jabar, kami harus segera menyediakan. Pembelian Covifor ini sudah direncanakan sejak 3 mingguan lalu," ujarnya kepada Tribun Jabar lewat telepon, Selasa (6/10/2020).
RSHS kemudian membeli 100 vial Covifor kepada distributor.
Angka itu berdasarkan perhitungan bagian farmasi yang memperkirakan jumlah pasien kritis Covid-19 yang masuk ke RSHS sejak Maret hingga September sebanyak 20 persen, tetapi baru memesan sebanyak 100 vial mengingat harga obat yang mahal.
"Kami menghitung kebutuhannya. Kami memperkirakan satu pasien perlu 11 vial untuk 10 hari," ucap Yovita.

Menurut dia, Covifor sudah dipakai untuk tiga pasien.
Namun, satu di antaranya tidak tertolong karena kondisi gagal napas dan membutuhkan ventilator.
"Pasien dan keluarga menolak dilakukan pemasangan ventilator. Pasien yang satu yang menggunakan Covifor sudah membaik, dan yang satu sedang dalam penanganan," kata Yovita.
Sebenarnya RSHS sudah menggunakan Remdesivir kepada pasien positif Covid-19 sejak Juni 2020.
Penggunaan itu berdasarkan studi dari World Health Organization (WHO) bekerja sama dengan Litbangkes.
"Kami mengikuti studi solidarity trial yang diikuti sejumlah negara. Pada saat itu kami gunakan Remdesivir original dari Amerika Serikat," ucapnya.