Penjelasan Menristek soal Virus Corona di Indonesia Disebut Jauh Lebih Ganas dan Lebih Cepat Menular
Ia memaparkan, penemuan mutasi virus corona D614G telah pertama kali sejak Januari 2020 di Jerman dan China
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro angkat bicara perihal mutasi virus corona D614G.
Sampai saat ini, menurut dia, tidak memiliki bukti lebih ganas atau lebih berbahaya dari virus Sars-CoV-2 penyebab Covid-19.
Bambang Brodjonegoro mengaku, dirinya telah berkomunikasi langsung dengan presiden GISAID untuk melakukan analisis pada SARS-CoV-2.
Ia mengatakan, mutasi virus corona D614G layaknya sama dengan virus Covid-19 yang ada selama ini.
"Bahwa tidak ada bukti atau belum ada bahwa mutasi D614G ini lebih ganas atau lebih berbahaya. Ini sama dengan virus SARS-CoV-2 yang kita alami selama ini," kata mantan kepala Bappenas dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/9/2020).
"Artinya belum ada bukti bahwa penyebaran atau keparahan dari lebih covid 19," lanjut Bambang.
Ia memaparkan, penemuan mutasi virus corona D614G telah pertama kali sejak Januari 2020 di Jerman dan China
"Dan saat ini kalau melihat seluruh whole genome sequence (WGS) yang sudah ada di GISAID pada dasarnya sudah sekitar 78 persen yang punya mutasi ini," paparnya.
Bambang menuturkan, di Indonesia terdapat 8 WGS yang mengandung mutasi D614G, seperti 2 di Surabaya, 3 Jogjakarta, serta Tangerang dan Jakarta.
Meski demikian Bambang meminta agar masyarakat tidak terlalu panik berlebihan namun tetap waspada penuh.
"Namanya virus akan tetap ada. Pandemi masih berlangsung. Tetap jalankan 3 M (menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak) secara konsisten dan disiplin," harap dia.
Sebelumnya, heboh di Malaysia dan Filipina ada jenis virus yang sangat menular, bahkan 10 kali lebih menular yakni virus D614G.
Hasil Penelitian LBM Eijkman
Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman menemukan adanya strain mutasi virus corona baru di Indonesia yang diyakini lebih ganas serta jauh lebih menular.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio.