Wahyu Setiawan Divonis 6 Tahun Penjara, Hak Politik Tidak Dicabut

Langkah banding dipertimbangkan KPK karena dalam amar putusan majelis Hhkim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa untuk mencabut hak politik Wahyu

Kompas.com/Fitria Chusna Farisa
Komisioner KPU Wahyu Setiawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat 

Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat tahun penjara oleh majelis hakim, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/8). Namun, hak politik Wahyu tidak dicabut. Padahal jaksa penuntut umum meminta Wahyu dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama empat tahun terhitung sejak Wahyu selesai menjalani pidana pokok.

"Majelis tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum untuk mencabut hak politik terdakwa," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/8).

Vonis untuk Wahyu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu delapan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan penjara.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Susanti saat membacakan amar putusan.

Selain Wahyu, mantan anggota Bawaslu, yang juga eks kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina divonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

Hakim menyatakan Wahyu terbukti menerima suap Rp 600 juta dari kader PDIP Saeful Bahri. Suap diberikan agar Wahyu mengusahakan KPU memilih caleg PDIP Harun Masiku, menjadi anggota DPR lewat proses pergantian antarwaktu (PAW). Uang tersebut diterima melalui Agustiani. Jaksa juga menyatakan Wahyu menerima gratifikasi Rp 500 juta dalam kasus seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025.

Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Uang diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Papua.

Atas keluarnya vonis tersebut, KPK mempertimbangkan untuk mengajukan banding. Langkah banding dipertimbangkan KPK karena dalam amar putusan majelis Hhkim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa untuk mencabut hak politik Wahyu. Namun, keputusan untuk mengajukan banding akan diambil KPK setelah menerima dan menganalisis salinan putusan Wahyu.

"Saat ini tim jaksa penuntut umum KPK menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Berikutnya akan segera mengambil langkah hukum,” kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri, siang kemarin.

Jaksa Penuntut Umum KPK Takdir Suhan mengatakan masa tujuh hari untuk pikir-pikir akan dimanfaatkan tim untuk menganalisis putusan majelis hakim. Untuk itu, jaksa berharap dapat segera menerima salinan putusan.

Takdir mengatakan, pihaknya tidak langsung menyatakan banding lantaran terdapat sejumlah hal yang diputuskan hakim sejalan dengan jaksa, salah satunya menolak permohonan justice colaborator (JC) Wahyu Setiawan.

Kuasa hukum Wahyu, Tony Hasibuan, menilai vonis enam tahun penjara bagi kliennya tidak didasari pertimbangan hukum yang komprehensif. Menurut Tony, banyak hal yang tidak dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan vonis kepada Wahyu.

“Terutama soal Wahyu selaku komisioner KPU yang tak berwenang melakukan pergantian antarwaktu serta dakwaan penerimaan suap dari Sekretaris KPUD Papua Barat yang tidak melalui penyidikan,” kata Tony.

Atas vonis tersebut, Tony mengatakan pihaknya mengambil langkah pikir-pikir dalam tujuh hari ke depan. "Masih dikoordinasikan dengan pihak keluarga Mas Wahyu,” katanya.***

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved