Seharusnya Djoko dan Edy Tansil Bisa Ditangkap, Pembobol Bank BNI Ditangkap Setelah Buron 17 Tahun
Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003. Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berkeyakinan pemerintah akan bisa menangkap para buron selama pemerintah memiliki kemauan yang kuat. Hal ini disampaikan Boyamin menanggapi ekstradisi terhadap tersangka pembobolan Bank BNI, Maria Pauline Lumowa. Maria dibawa ke Indonesia dari Serbia setelah 17 tahun buron.
"Sehingga semestinya pemerintah juga bisa menangkap Djoko Tjandra, Eddy Tansil, Honggo Wendratno, dan buron-buron kakap lain," kata Boyamin, di Jakarta, Kamis (9/7).
Boyamin mengatakan demi mencegah terulangnya buron yang hidup tenang di luar negeri, pemerintah harus segera mencabut paspor buron tersebut. Pemerintah, kata dia, juga mesti meminta negara-negara lain yang memberikan paspor untuk juga mencabutnya agar buron tersebut tidak leluasa berpergian.
"Segera dicabut kewarganegaraannya sebagai amanat Pasal 23 Ayat 8 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan," kata Boyamin.
Boyamin menilai ekstradisi Maria merupakan usaha Yasonna menutup malu atas masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia tanpa terdeteksi serta menghilangnya Harun Masiku.
Ekstradisi Maria, ujar Boyamin, juga menunjukkan bahwa pencekalan kepada buron tetap berlaku meski tidak ada update dari Kejaksaan Agung.
"Hal ini membuktikan kesalahan penghapusan cekal pada kasus Joko S Tjandra yang pernah dihapus cekal pada tanggal 12 Mei 2020 sampai 27 Juni 2020 oleh Imigrasi atas permintaan Sekretaris NCB Interpol Indonesia padahal tidak ada permintaan hapus oleh Kejagung yang menerbitkan DPO," katanya.
Namun, Boyamin mengapresiasi keberhasilan pemerintah mengekstradisi Maria. Dia menegaskan pemerintah juga harus menangkap buron lain, tak terkecuali Joko Tjandra.
Maria diekstradisi dari Serbia pada Rabu (8/7). Buron ini tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (9/7) siang. Maria dibawa ke Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan.
Maria adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif. Mario buron selama 17 tahun.
Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003. Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau setara Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai menyelidiki dan menemukan perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, Maria terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.***