Suara Dentuman Misterius yang Didengar Warga Jabodetabek Dipastikan Bukan Gunung Anak Krakatau

Hendra menyebut tipikal erupsi Gunung Anak Krakatau saat ini dengan kondisi gas yang relatif sedikit dan lebih bersifat aliran.

Editor: Ravianto
capture youtube@ Indonesia Nature Film Society
Gunung Anak Krakatau setelah letusan dahsyat Desember 2018 sampai Januari 2019 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dodi Esvandi

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM belum bisa memastikan asal suara dentuman yang terdengar oleh warga di Jabodetabek pada Sabtu (11/4/2020) dini hari.

Kepala Bidang Gunung Api PVMBG, Hendra Gunawan mengatakan, suara dentuman yang terdengar berkali-kali itu kemungkinan bukan berasal dari letusan Gunung Anak Krakakatau di Selat Sunda.

Meski Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi sejak Jumat (10/4/2020) malam, namun menurut Hendra letusannya relatif kecil.

"Saya kira bukan (karena Gunung Anak Krakatau). Itu terlalu jauh," kata Hendra dalam wawancaranya di Radio Elshinta, Sabtu (11/4/2020).

Hendra menyebut tipikal erupsi Gunung Anak Krakatau saat ini dengan kondisi gas yang relatif sedikit dan lebih bersifat aliran.

Erupsi Gunung Anak Krakatau lebih didominasi oleh semburan lava.

Karena itu menurut Hendra agak tidak mungkin kalau suara dentuman yang terdengar oleh sebagian warga Jabodetabek itu berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau.

Sementara petugas di Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di dekat Pantai Carita justru tak mendengar ada suara dentuman.

"Secara instrumental tekanannya tidak terlalu besar, sehingga wajar jika tidak terjadi dentuman di pos pengamatan di Pantai Carita. Jadi aneh juga kalau terdengar sampai Depok dan Bogor karena yang dekat saja enggak kedengaran," katanya.

Sebelumnya warga di sekitar Jabodetabek dihebohkan oleh suara dentuman yang terdengar dari kejauhan pada Sabtu (11/4/2020) dini hari.

Suara dentuman itu terdengar berkali-kali sejak sekitar pukul 02.00 WIB hingga pukul 03.30 WIB.

Bahkan ada yang mengaku mendengar suara dentuman itu sejak pukuk 01.00 WIB

Dari pantaun Tribunnnews.com di kawasan Citayam, Kabupaten Bogor, suara dentuman itu terdengar berkali-kali dengan jeda sekitar 15 detik hingga 20 detik.

Suara dentuman itu bahkan membuat pintu dan jendela rumah bergetar.

"Saya dengar dentuman berkali-kali, saya kira ada proyek pasang paku bumi di sekitar daerah sini," kata Eko, warga Bojong Gede, Kabupaten Bogor.

Ika Desiawati, warga Ciomas Bogor juga mendengar suara serupa.

"Suaranya terdengar sampai Bogor," kata dia

Tak hanya di Bogor dan Depok, Ikhwan Arief yang tinggal di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan juga mendengar suara dentuman tersebut.

"Saya kira tetangga mukul-mukul dindiang," ujarnya.

Suara dentuman berkali-kali itu juga menghebohkan jagat media sosial Twitter.

Para pengguna Twitter yang mencuit soal suara dentuman dini hari yang terdengar hingga Depok, Bogor, dan Jakarta Selatan itu.

"Suara apa itu tadi? Sekarang perlahan mulai hilang," tulis artis Deddy Mahendra Desta di akun twitternya.

Hingga Sabtu pagi hastag "#Krakatau" dan "#dentuman" memuncaki trending topics di media sosial tersebut.

Ngerinya Jejak Tsunami Gunung Krakatau

Letusan dahsyat Gunung Anak Krakatau, Desember 2018 sampai Januari 2019 silam membuat sebagian besar tubuh gunung lenyap.

Setidaknya dua per tiga tubuh Gunung Anak Krakatau lenyap.

Kini, tercipta danau di kaki Gunung Anak Krakatau.

Gunung Anak Krakatau sebelum letusan dahsyat Desember 2018 sampai Januari 2019
Gunung Anak Krakatau sebelum letusan dahsyat Desember 2018 sampai Januari 2019 (youtube@ Indonesia Nature Film Society)

Baru-baru ini, tim dari BKSDA/Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu berkunjung ke Gunung Anak Krakatau.

Seperti diunggah di akun youtube Indonesia Nature Film Society, Juni 2019 silam, tim tersebut melakukan observasi di Gunung Anak Krakatau.

"Sekarang kondisi Anak Krakatau pasca-letusan Desember sampai akhir Januari yang dulunya pulau ini tertutup vegetasi yang cukup lebat, kini kondisinya gundul," kata Prof DR Tukirin Partomiharjo, peneliti suksesi Gunung Anak Krakatau dalam video tersebut.

Lebih lanjut, dia juga menerangkan mengenai kondisi tubuh Gunung Anak Krakatau yang berubah drastis.

"Kini di tengahnya ada cekungan, ada danau," tambah Prof DR Tukirin Partomiharjo.

Gunung Anak Krakatau dengan danau di tengahnya.
Gunung Anak Krakatau dengan danau di tengahnya. (youtube@Indonesian Nature Film Society)

Kondisi lebih memilukan terlihat di Pulau Sertung, pulau terdekat dari Gunung Anak Krakatau.

"Sebelum letusan 2018, tertutup oleh hutan, sekarang jadi gersang dan terbuka seperti pohon yang meranggas," terang Prof DR Tukirin Partomiharjo.

Dari video yang diunggah tersebut, memang terlihat bagian pantai Pulau Serung yang gersang dengan pohon-pohon seperti meranggas.

Tidak ada tumbuhan hijau, yang terlihat hanya pohon kering dengan batangnya yang coklat.

Begitu juga dengan daratan yang terlihat gersang.

Letusan dahsyat Gunung Anak Krakatau disertai tsunami akhir tahun lalu sampai awal tahun 2019 juga mengubah bentang alam Gunung Anak Krakatau dan pulau-pulau sekitarnya.

Kondisi vegetasi yang rusak di Pulau Sertung pasca tsunami Gunung Anak Krakatau, Januari 2019.
Kondisi vegetasi yang rusak di Pulau Sertung pasca tsunami Gunung Anak Krakatau, Januari 2019. (youtube@Indonesian Nature Film Society)

"Dampak dari tsunami telah mengubah bentang pantai di sebagian besar pulau, baik Pulau Rakata, Serung, Pulau Panjang. Hampir semua pantai landainya habis," papar Prof DR Tukirin Partomiharjo.

"Ini peristiwa alam yang cukup menarik karena cukup mengubah bentang alam."

Pasca-letusan dahsyat tersebut, wilayah Gunung Anak Krakatau bahkan tak lagi bisa digunakan untuk wisata alam.

Semula, wilayah Gunung Anak Krakatau memang akan digunakan sebagai wisata alam.

Menurut Taufik Ismail, Kepala Seksi Konservasi Wilayah 3 Lampung, BKSDA Bengkulu, wilayah Gunung Anak Krakatau kini hanya bisa digunakan untuk cagar alam dan cagar alam laut.

"Kita lebih mengarahkan pada penelitian, pendidikan konservasi dan penyimpanan karbon," ujarnya.

Gunung Anak Krakatau (tengah) dengan Pulau Serung dan Pulau Rakata di belakangnya.
Gunung Anak Krakatau (tengah) dengan Pulau Serung dan Pulau Rakata di belakangnya. (youtube@Indonesian Nature Film Society)

Unggahan Sutopo Purwo Nugroho

 Kondisi terkini Gunung Anak Krakatau pasca- erupsi beberapa waktu lalu yang menunjukkan hilangnya bagian puncak dan air laut berwarna orange kecoklatan telah beredar videonya.

Rekaman video yang diambil dari udara tersebut diunggah Earth Uncut TV.

Video tersebut diambil oleh James Reynolds, pemilik Earth Uncut TV menggunakan drone pada 10-11 Januari 2019.

Dalam akun Twitter @earthuncuttv, sejumlah video dan foto-foto kondisi Gunung Anak Krakatau diunggah.

Kondisi terkini, dikutip dari Tribunnews.com, puncak kawah Gunung Anak Krakatau tampak banyak yang hilang.

Ketinggian kawah Gunung Anak Krakatau tampak hampir sama dengan permukaan air laut.

Sedangkan dindingnya paling tinggi hanya 110 meter di atas permukaan laut (mdpl) dari sebelum tsunami, yang mencapai 338 mdpl.

Sementara dinding kawah hanya tersisa sekitar 110 meter di atas permukaan laut.

Tampak Air Laut berwarna orange kecoklatan karena bercampur dengan kawah Gunung Anak Krakatau.

Terkait kondisi terkini Gunung Anak Krakatau, Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Nugroho mengunggah video dari akun twitter @earthuncuttv dan akun twitternya, @Sutopo_PN, dan Sutopo pun turut memberikan penjelasan.

Sutopo memberikan penjelasan melalui akun Twitter @Sutopo_PN pada Sabtu (12/1/2019).

Sutopo menjelaskan jika air laut yang berubah menjadi warna orange kecoklatan memiliki zat besi tinggi.

Sutopo pun juga membenarkan bahwa tubuh Gunung Anak Kraktau telah banyak berubah.

"Kondisi Gunung Anak Krakatau pada 11/1/2019 yang didokumentasikan. @EarthUncutTv. Warna orange kecoklatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut. Tubuh Gunung Anak Krakatau telah banyak berubah." tulis lengkap Sutopo melalui akun twitter resmi miliknya.

Anak Krakatau "Tumbuh" Kembali Pasca-Longsor

Letusan Gunung Anak Krakatau
Letusan Gunung Anak Krakatau (Kompas.com)

Sementara itu, meski banyak bagian yang hilang, namun Gunung Anak Krakatau sebenarnya tumbuh.

Dikutip Tribun Jabar dari Kompas, LAPAN menjelaskan bahwa citra satelit menunjukkan perubahan morfologi gunung tersebut mulai dari Agustus 2018 hingga Januari 2019.

Dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (11/01/2019), LAPAN menjelaskan bahwa gambar tersebut didapatkan dari pengamatan citra satelit TerraSAR-X.

LAPAN membandingkan citra satelit dari tiga waktu, yaitu 30 Agustus 2018, 29 Desember 2018, dan 9 Januari 2019.

Ketiga citra satelit itu diambil pukul 05.47 WIB.

"(Dari ketiga citra satelit tersebut) dapat diketahui bahwa ada perubahan morfologi yang terjadi di G. Anak Krakatau dengan cukup berat," tulis keterangan pers yang diterima dari Rokhis, Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN.

"Terlihat pada citra tanggal 29 Desember 2018, bagian tubuh G. Anak Krakatau bagian barat-barat daya telah hancur, diduga mengalami longsor dan masuk ke laut estimasi dengan luasan area yang berkurang sekitar 49 Ha," imbuhnya.

Meski telah mengalami longsor, tapi area tersebut dengan cepat "memulihkan diri".

Hal ini terlihat pada citra satelit pada 9 Januari 2019.

Akumulasi erupsi setelahnya mengeluarkan material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah sehingga bagian barat-barat daya Gunung Anak Krakatau kembali muncul ke atas permukaan air seperti yang terlihat pada citra tanggal 9 Januari 2019.

Secara lebih jelas, gambaran perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau bisa dilihat dalam foto berikut.

Perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau, Citra satelit LAPAN
Perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau, Citra satelit LAPAN (LAPAN via Kompas.com)

Perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau, Citra satelit LAPAN Perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau, Citra satelit LAPAN

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Citra Satelit Tunjukkan Anak Krakatau "Tumbuh" Kembali Pasca-Longsor"

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved