Telur Asin Derwati Bertahan Hingga Puluhan Tahun, Perajinnya Terus Berkurang
BAGI Ayi Muhamad Kholidin (50) mempertahankan warisan orang tuanya adalah keharusan. Ayi selama ini menjadi perajin telur yang merupakan usaha turun t
TRIBUNJABAR.ID - BAGI Ayi Muhamad Kholidin (50) mempertahankan warisan orang tuanya adalah keharusan. Ayi selama ini menjadi perajin telur yang merupakan usaha turun temurun keluarganya.
"Ini warisan dari nenek, turun ke anaknya. Jadi bapak harus juga menurunkan ke anak-anak," kata Ayi di rumahnya, Babakan Karet, Derwati, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Rabu (4/3/2020).
Menurut Ayi, perajin telur asin di Derwati sudah ada sejak 1950-an. Kala itu, kata Ayi, nenek moyangnya adalah petani bebek sekaligus juga perajin telur asin.
Jangan membayangkan kawasan Derwati seperti sekarang. Dulu, kata Ayi, sawah-sawah masih banyak di sana. Namun, seiring dengan waktu persawahan mulai menghilang tergerus perumahan dan pabrik-pabrik.

Meski sawah sudah berkurang dan telur sebagai bahan baku mulai sulit diperoleh di kawasan Derwati, Ayi tetap bertahan. Banyak cara yang dilakukan Ayi termasuk mendatangkan bahan baku dari Karawang, Brebes, atau bahkan dari Blitar.
Ayi yang juga pernah menjadi ketua paguyuban perajin di Sentra Telur Asin Derwati, pada 2006-2012, mengatakan, dulu ada 10 kelompok perajin. Dalam kelompok itu ada 10 anggota. Namun jumlah tersebut terus berkurang, hingga sekarang tinggal tiga perajin telur asin yang besar.
"Mereka gulung tikar karena terbentur permodalan. Sekarang mah, tinggal
saya, adik saya Atep, dan Komar di Rancabolang," kata Ayi.
Selain perajin telur yang disebutkan Ayi, ada perajin telur yang omzetnya tidak mencapai ribuan seperti ommzet yang dimiliki Ayi. Perajin telur terbut Rina Suminar (34).
Rina pun tetap bertahan dengan warisan orang tuanya yang turun temurun sebagai perajin telur asin. "Yang saya ingat waktu itu baru ada tahun 1990-an. Dulu sebelumnya ibu saya sempat membuka warung di sini," kata Rina di rumahnya, Babakan Karet, Derwati, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Rabu (11/3/2020).

Menurut Rina, di Babakan Karet ada tiga perajin telur asin, yakni dia, Atep, dan Ayi. Rina mengaku omzetnya 300 telur sehari. Dulu, katanya, sempat mencapai 500 telur per hari, tapi terus turun hingga sekarang.
"Saya sekarang harus mempertahankannya. Da, apalagi yang saya harus kerjakan. Saya tidak ada pekerjaan lagi. Ngereyeh saja," kata Rina.
Bagi Ayi dan Rina menjadi perajin telur merupakan usaha yang telah menghidupi keluarganya. Ayi yang telah bertahun-tahun menjadi perajin telur bahkan berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang S1.

"Anak saya lima, yang pertama kuliah di UIN (Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati) mau diwisuda, di Ushuludin. Anak kedua di UIN juga, Tarbiyah, semester tiga. Yang ketiga baru masuk SMP, yang keempat SD, dan yang kelima masih balita," kata Ayi.
Ayi sengat bersyukur berkat usahanya tersebut bisa menyekolahkan anak-anaknya. "Saya tidak punya pekerjaan lain," kata Ayi.
Ayi mengaku tidak membayar karyawan untuk memproduksi telur asin. Tapi, katanya, dia mengandalkan istri dan anak-anaknya setiap hari memproduksi ribuan telur. (januar ph)
Hasil Liga Eropa Dini Hari Tadi, AC Milan, Arsenal, dan Manchester United Lolos ke Babak 16 Besar |
![]() |
---|
ISI Baterai, Jumat ini Ada Wilayah yang Mati Lampu 6 Jam, Berikut Wilayah Terkena Pemadaman Listrik |
![]() |
---|
TERUNGKAP Sosok Ayah 'Bayi Ajaib' Lahir di Cianjur, Dipanggil ke Polsek, Mengakui, Siti Jainah Lega |
![]() |
---|
Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta Malam Ini 26 Februari, Aldebaran dan Rendy Apes Gara-gara Hal Ini |
![]() |
---|
Ngaku Ditusuk dan Diperkosa, Ternyata Orang Dekat yang Telah Menghabisi Nyawa Lansia di Bandung |
![]() |
---|