Viral di Media Sosial
Viral, Nenek Penjual Gorengan di Surabaya Kemalingan, padahal Ambil Untung Cuma Rp 200 per Makanan
Aksi tak terpuji pria tersebut viral lantaran awalnya terekam CCTV yang terpasang di masjid dalam Gang Dinoyo.
TRIBUNJABAR.ID - Kisah viral yang satu ini menyayat hati.
Bagaimana tidak, seorang nenek berusia 65 tahun yang biasa dipanggil Mbah Hawati menjadi korban pencurian.
Pencurian ini dilakukan oleh seorang pria di Surabaya.
Adapun Mbah Hawati adalah penjual gorengan, kerupuk, sate usus, dan buah-buahan.
Dia hanya mengambil keuntungan Rp 200 saja dari setiap makanan yang dijual.
Setiap hari, Mbah Hawati susah payah menjual dagangannya.
Dia harus berjualan dari satu kampung ke kampung lainnya, sembari mendorong gerobak hijau yang memuat makanan yang dijualnya.
• Uang Rp 270 Juta Digondol Maling di Siang Bolong, Disimpan di Mobil, Korban Heran Lihat Mobil Goyang
Meski tubuhnya sudah renta, Mbah Hawati tetap terus berjualan dari satu kampung ke kampung lainnya.
Hingga tiba hari di mana dia bernasib nahas.
Mbah Hawati kehilangan uang Rp 45 ribu akibat pencurian itu.
Padahal, uang itu disimpan di kotak di gerobak.

"Biasanya ya aman," kata Mbah Hawati, saat ditemui SuryaMalang.com, di rumahnya, Kamis (12/3/2020), dikutip TribunJabar.id Jumat (13/3/2020).
Sejak kejadian pencurian yang menimpanya, Mbah Hawati memutuskan istirahat atau tak berdagang untuk sementara.
Namun, alasannya berhenti berdagang bukan karena kemalingan.
Mbah Hawati mengaku sudah ikhlas mengenai uangnya yang hilang dicuri.
"Capek saya (jadi libur dulu sementara)," ujar Mbah Hawati.
• Pria di Bandung yang Foto Bagian Bawah Rok Perempuan Sempat Dipergoki, Dikira Maling di Minimarket
Awal Berdagang
Nenek renta itu juga bercerita awal mula dirinya bisa berdagang.
Mbah Hawati mengatakan, setelah dia menikah dengan suaminya dulu, di langsung ke Surabaya.
Ia lupa saat itu tahun berapa, namun dia langsung berdagang ketika tinggal di kota pahlawan tersebut.
Jika sekarang Mbah Hawati berdagang memakai gerobak, dulu dia menyunggih dagangannya di atas kepala.
"Saat itu saya jualan es dawet," ujarnya.

Hingga akhirnya, tahun 2005 suaminya meninggal.
Untuk menyambung hidup, Mbah Hawati harus tetap berjualan.
Sejak saat itu, dia memutuskan untuk menjajakan dagangannya di gerobak.
Dia sengaja memilih gerobak agar bisa lebih jauh berkeliling kampung.
• Dua Maling Motor dan Mobil Diciduk Polres Purwakarta, Begini Modus Operandi Pencuriannya
"Alhamdulillah sekarang muternya bisa lebih jauh," ujarnya.
Lebih lanjut Mbah Hawati juga bercerita mengenai kebaikan penyuplai barang daganagnnya.
Ia mengatakan, pada sore hari setelah kemalingan bercerita terus terang kepada penyuplainya itu.
"Saya enggak dibolehin ganti. Mereka ikhlas, saya pun juga ikhlas," ujarnya.