Ada 2 Tersangka Baru di Tragedi Susur Sungai, Keduanya Bikin Kesalahan Fatal, Apa Itu?
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap tiga orang pengelola wisata, dua siswa, kepala sekolah, dan orangtua siswa.
TRIBUNJABAR.ID - Masih dalam penyelidikan, polisi kembali menetapkan dua tersangka baru dalam tragedi susur sungai.
Kali ini, polisi menetapkan dua guru yang juga dianggap lalai dan tak bertanggung jawab dalam peristiwa susur sungai yang menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi.
Polda DIY menetapkan dua tersangka baru dalam peristiwa susur Sungai Sempor yang menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi.
Dua tersangka berinisial DDS (58) dan R (58) berstatus guru SMPN 1 Turi dan pembina dari luar.
"Hari ini kita menaikkan status dua orang yang terlibat dalam kegiatan Pramuka itu menjadi tersangka, dengan inisial DDS dan R," ujar Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto saat dihubungi, Senin (24/2/2020).

Penetapan status tersangka setelah penyidik melakukan gelar perkara.
Sampai saat ini sudah ada 22 orang yang diperiksa.
Di mana tujuh orang di antaranya terlibat dalam kegiatan susur sungai.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap tiga orang pengelola wisata, dua siswa, kepala sekolah, dan orangtua siswa.
Kesalahan fatal yang dilakukan dua tersangka baru ini adalah lalai dan tak bertanggung jawab
Yuliyanto menjelaskan, tersangka R pada saat kegiatan susur sungai berada di sekolah.
Tersangka R merupakan ketua gugus depan di SMP Negeri 1 Turi.
Sedangkan DDS saat kegiatan tidak turun ke Sungai Sempor.
Namun DDS menunggu di lokasi akhir.

Padahal, R dan DDS memiliki Kursus Mahir Dasar (MKD) Pramuka.
Sehingga mereka seharusnya telah memahami tentang keamanan kegiatan yang dilakukan.
"Dari penyidik sudah cukup bahwa alat bukti, petunjuk, dan lain sebagainya sudah cukup mengarahkan yang bersangkutan menjadi tersangka," tegasnya.
Keduanya dikenakan Pasal 359 dan 360 KUHP.
Penyidik masih melakukan pendalaman. Masih memungkinkan tersangka bertambah.
Sebelumnya, polisi menetapkan IYA sebagai tersangka dalam peristiwa di Sungai Sempor, yang berada di Dusun Dukuh, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Jumat pekan lalu.
IYA merupakan pembina Pramuka sekaligus guru olahraga SMP Negeri 1 Turi. (Kompas.com/ Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma)
Cerita Hari Pertama Masuk Sekolah usai Tragedi
Senin (24/2/2020) pagi menjadi hari pertama masuk sekolah bagi para siswa SMPN 1 Turi pasca tragedi maut susur sungai kegiatan Pramuka.
Tragedi ini menewaskan 10 siswa, sejumlah siswa luka dan beberapa siswa lainnya mengalami trauma akibat tersapu aliran sungai yang banjir.
Hari pertama sekolah ini, para siswa mendapatkan pendampingan psikologis dari para psikolog.
Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Wilayah DIY, Siti Urbayatun, mengatakan kejadian yang dialami kemarin bersifat luar biasa.
Ia menemukan enam siswa yang mengalami gejala gangguan psikologis.
"Sekali lagi ini baru gejala bukan gangguan. Ada yang menangis dan berteriak-teriak misalnya. Kami akan terus mendata gejala yang ditunjukkan adik-adik ini," jelasnya.
"Kita membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Universitas di Yogyakarta yang memiliki Fakultas Psikologi kami minta bantuan, organisasi masyarakat juga banyak yang membantu," ujarnya.
Saat ini dibuka dua posko untuk penanganan psikis siswa pasca musibah, yaitu di Puskesmas Turi dan SMPN 1 Turi.
Tim psikologi telah berjaga mulai Jumat hingga Senin pagi ini selama 24 jam untuk melakukan pendampingan psikologi.
"Kemungkinan sampai seminggu ke depan kami stand by di dua posko. Jika diperlukan kami juga melakukan home visit," ungkap Siti.
Terapi Psikolog
Pasca tragedi susur sungai yang menewaskan 10 siswa, hari ini, Senin (24/2/2020), SMPN 1 Turi Sleman kembali memulai aktivitas belajar mengajar.
Para murid termasuk para korban tragedi susur sungai SMPN 1 Turi Sleman kembali memulai kegiatan belajarnya hari ini.
Meski masih dirundung duka atas tewasnya 10 siswi akibat tragedi susur sungai, pihak SMPN 1 Turi hari ini tampak bangkit dari trauma.
Beberapa siswa dan guru pun terlihat mulai berdatangan sejak pagi.
Tak hanya siswa dan guru, rupanya di hari pertama ini SMPNN 1 Turi kedatangan tamu dari para relawan psikolog.
Ya, hari pertama dimulainya aktivitas belajar ini rupanya pihak SMPN 1 Turi rupanya memberikan terapi psikolog bagi para muridnya.
Tak dipungkiri jika rasa trauma dan takut akan tragedi susur sungai masih terekam jelas dalam ingatan para murid.
Untuk memulihkan psikologis para siswa karena trauma peristiwa terseret arus sungai, sejumlah psikolog memberikan pendampingan.
Para siswa kela 7 dan kelas 8 di kelas masing-masing mendapatkan pendampingan dari relawan dan psikolog.
Mereka akan mendapatkan terapi psikolog untuk pulihkan dari rasa takut dan trauma.
Sementara itu para siswa kelas 9 tengah belajar try out ujian berbasis komputer (CBT) untuk persiapan Ujian Nasional (CBT).
Beberapa aparat kepolisian juga terlihat berjaga-jaga di sekitar halaman SMPN 1 Turi.
Pembina Jadi Tersangka
Tersangka dalam tragedi susur sungai yang menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi akhirnya membuat pengakuan.
Pengakuan IYA, guru olah raga sekaligus pembina pramuka SMPN 1 Turi, Yogyakarta.
IYA akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam tragedi susur sungai SMPN 1 Turi Yogyakarta yang menewaskan 10 siswa.
Padahal, kegiatan susur sungai dianggap membahayakan ketika musim hujan.
Menurut keterangan polisi, IYA lah yang mencetuskan ide kegiatan susur sungai ini.
Namun, IYA pula lah yang kemudian meninggalkan anak-anak karena memiliki keperluan.

Menurut penuturannya, IYA memiliki peran dalam memberikan ide untuk melakukan susur sungai di lokasi tersebut.
"IYA ini adalah pembina pramuka dia menginisiasi untuk kegiatan susur sungai di lokasi itu dan dia juga merupakan guru di SMP," jelas Kabid Humas Polda DIY, Kombes Yulianto, dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com.
Sementara itu dikutip dari Twiter Polda DIY @PoldaJogja dijelaskan ada tujuh pembina pramuka di SMPN 1 Turi.
Saat kejadian, enam pembina ikut mengantar ke lokasi susur sungai dan satu orang menjaga barang siswa di sekolah.
Lalu empat orang mengikuti rombongan susur sungai ke lokasi dan satu orang menunggu di finish.
Setelah mengantar siswanya di lembah Sempor, salah satu pembina meninggalkan lokasi.
"Satu pembina ada keperluan sehingga meninggalkan rombongan setelah mengantar siswa di lembah Sempor.
Dan yang meninggalkan peserta inilah statusnya dinaikkan menjadi tersangka," tulis akun @PoldaJogya.
Penetapan tersangka dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara dan memeriksa 13 saksi.
Pemeriksaan dilakukan dalam tiga kelompok yakni tujuh pembina pramuka, tiga orang dari kwarcab, dan warga sekitar lokasi Sungai Sempur, Kecamatan Turi.

"Dari pemeriksaan ini saksi-saksi ini, dari hasil gelar perkara menyimpulkan untuk menaikan status penyelidikan menjadi penyidikan," tambahnya.
Kendati status IYA telah ditetapkan sebagai tersangka, dirinya belum ditahan hingga kini.
"Iya pembina. Dia juga sebagai guru di SMP itu.
Belum (penahanan), kita masih melakukan pemeriksaan sebagai tersangka.
Apakah nanti ditahan atau tidak, kita lihat pertimbangan dari penyidik," ucap Yuliyanto.
Terkait apakah akan ada tersangka tambahan, polisi masih akan melihat dari hasil pemeriksaan saksi-saksi.
Ia mengatakan belum memeriksa siswa SMPN 1 Turi peserta susur sungai karena mereka masih trauma dengan peristiwa tersebut.
"Nanti dilihat dari pemeriksaan saksi-saksi, karena dari pihak anak-anak, pihak peserta Pramuka belum kita lakukan pemeriksaan, karena pertimbangan bahwa mereka masih trauma akan peristiwa kemarin," tandasnya.
Yulianto juga mengatakan para siswa akan mendapatkan pendampingan psikologis oleh tim trauma healing yang disiapkan Poda DIY.
"Ketika mereka besok masuk sekolah, kita akan lakukan terapi secara psikologis kepada anak-anak itu," kata Yuliyanto.

Dikabarkan sebelumnya, kegiatan Pramuka dengan agenda susur sungai yang dilakukan ratusan siswa SMPN 1 Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, berujung petaka.
Pasalnya, akibat kegiatan yang dilakukan di Sungai Sempor, Dusun Dukuh, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, pada Jumat (21/2/2020) sore tersebut menyebabkan sejumlah siswa tewas terseret arus banjir.
Puluhan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut sempat dinyatakan hilang setelah diseret ombak.
Tim SAR yang diterjunkan ke lokasi kejadian juga sempat mengaku kesulitan melakukan pencarian, karena terkendala medan.
Berikut ini fakta selengkapnya:
1. 256 siswa ikuti kegiatan susur sungai
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sleman, Makwan mengatakan jumlah peserta yang mengikuti kegiatan Pramuka tersebut sebanyak 249 orang.
Jumlah peserta terdiri kelas 7 sebanyak 124 siswa dan kelas 8 sebanyak 125 siswa.
"Terkonfirmasi selamat 216 siswa, terkonfirmasi luka-luka 23 siswa meninggal dunia tujuh siswa dan yang belum ditemukan tiga siswa," terangnya.
Ratusan siswa tersebut sedang mengikuti kegiatan pramuka dengan agenda susur sungai di Sungai Sempor.
Saat awal kejadian, kondisi arus sungai masih normal. Namun, diperkirakan kondisi di hulu terjadi hujan, sehingga menyebabkan banjir.
2. Kesaksian korban selamat

Ahmad Bakir, seorang siswa SMPN 1 Turi, yang menjadi korban selamat dalam peristiwa naas tersebut mengatakan, kegiatan susur sungai itu dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB.
Menurutnya, meski saat berangkat sekolah cuaca sedang hujan deras, namun saat tiba di sungai tersebut hujan mulai reda.
"Kegiatannya itu susur sungai. Saat reda kita turun ke sungai," katanya.
Ketika beberapa saat melakukan susur sungai, ia mengaku kedalaman air masih normal, yaitu antara 50 sentimeter hingga satu meter.
Namun, beberapa saat kemudian hujan mulai gerimis. Air juga tidak terasa tiba-tiba datang dan semakin deras.
Mengetahui kondisi itu, ia meminta kepada teman-temannya untuk tidak panik dan tetap berpegangan erat dengan kayu.
"Saya langsung cari akar yang panjang, lalu saya lempar ke teman yang di tengah. Satu-satu tarik ke pinggir, ada enam yang tadi saya tarik," katanya.
3. Sebanyak 45 institusi lakukan pencarian

Mendapat kabar adanya musibah tersebut, 45 lembaga turun tangan untuk melakukan evakuasi terhadap korban tenggelam yang belum ditemukan.
Dari data yang dihimpun dari Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB, puluhan institusi tersebut bekerja di bawah kendali Pos Komando yang bertempat di SMP Negeri 1 Turi, Sleman, Yogyakarta.
Pusdalops Yogyakarta mencatat lebih dari 180 orang bekerja untuk melakukan pencarian dan evakuasi murid kelas 7 dan 8 yang saat itu hanyut karena arus deras Sungai Sempor.
Lembaga tersebut antara lain BPBD, Basarnas, PMI, TNI, Polri, Dinsos, Tagana, SAR DIY, Dinkes, Rescue 920, Code X, PITU Rescue, GBS, IOF, Bahari, MDMC, SAR Linmas, Sembada Rescue, SAR MTA, PRB Mlati, Ramagama, Pendaki Indonesia, SAR Cangkringan, Banops DIY, Bala SAR, SKB, AMC, Restam, KRI, Kokam Turi, SAR Semesta, Destana, Guruh Merapi, Rescue 328, Kompas, LSC, Mapala Satu Bumi, Mahaguru, Bagana Banser, TRC Gamping, komunitas relawan. Penanganan daruat juga dibantu oleh warga setempat.
4. Sebanyak 10 siswa tewas dalam kegiatan susur sungai

Dari 10 korban yang hilang, semuanya sudah berhasil ditemukan dalam kondisi tewas dan dua orang masih dilakukan proses pencarian.
Sepuluh korban meninggal dunia korban terseret arus sungai Sempor akhirnya ditemukan semua.
Dua korban terakhir ditemukan tim SAR gabungan pada Minggu (23/2/2020).
Informasi yang dihimpun Tribunjogja.com, korban pertama yang ditemukan adalah Yasinta Bunga sekira pukul 05.30 WIB.
Sedangkan korban kedua yaitu Zahra Imelda ditemukan pada pukul 07.00 WIB.
4. Kepala SMPN 1 Turi mengaku tidak tahu

Kepala SMPN 1 Turi, Tutik Nurdiyana, meminta maaf atas musibah tersebut.
Sebab, kejadian itu dianggap diluar dugaannya.
"Kami atas nama sekolah mohon maaf atas terjadinya musibah ini yang benar-benar tidak kami prediksi dari awal, tidak menduga," ujar Tutik dalam konferensi pers di sekolahnya, Sabtu (22/2/2020).
Dalam kegiatan susur sungai yang dilakukan tersebut, ia mengaku tidak mendapat laporan dari para guru pendamping.
"Jujur saya tidak mengetahui adanya program susur sungai di hari kemarin itu, mereka tidak matur (laporan).
Karena mungkin menganggapnya anak-anak biasa, anak Turi susur sungai itu hal biasa," katanya.
5.Sekolah diminta bertanggungjawab

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mengaku prihatin dengan adanya musibah tersebut.
Ia juga tidak habis pikir, kegiatan susur sungai dilakukan pihak sekolah saat dalam kondisi musim penghujan.
Karena itu, ia meminta pimpinan sekolah bertanggungjawab dalam musibah tersebut.
"Saya mohon pimpinan sekolah bisa bertanggung jawab atas musibah ini. Itu saja yang bisa saya sampaikan, dengan sangat sedih dan rasa prihatin," ungkapnya.(TribunMataram.com/ Salma Fenty)