Dosen dan Mahasiswa STFI Bandung Bantu Warga Salebu, Manfaatkan Kubis Jadi Bernilai Jual Tinggi
Dosen beserta mahasiswa STFI Bandung, melakukan penyuluhan pengolahan kubis menjadi olahan makanan kepada masyarakat di Desa Salebu, Tasikmalaya
Penulis: Fasko dehotman | Editor: Dedy Herdiana
Laporan wartawan Tribun Jabar, Fasko Dehotman
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kubis (Brassica oleracea) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat.
Sayuran yang satu ini dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan C, mineral, karbohidrat, dan protein yang berguna bagi kesehatan.
Tidak jauh berbeda dengan jenis sayuran lainnya, kubis memiliki sifat mudah rusak, produksi musiman, dan tidak tahan disimpan lama. Sifat mudah rusak ini dapat disebabkan oleh daun yang lunak dan kandungan air cukup tinggi.
Kubis juga mengandung 46 antioksidan kuat, yakni senyawa yang melindungi tubuh terhadap efek merusak dari radikal bebas.
Di tanah air, sayuran kubis mudah dijumpai dan banyak ditanami di sejumlah derah.
Satu di antaranya sentra penghasil sayuran kubis adalah Desa Salebu yang berlokasi di Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Desa tersebut memiliki penduduk berjumlah 5.534 orang. sebanyak 41% penduduk berkerja di sektor pertanian.
Tanaman kubis menjadi satu di antara komoditas unggulan dari desa ini. Kubis dijual dalam keadaan segar dan harganya cenderung rendah.
Ketika musim panen raya tiba, harga sayur kubis di Desa Salebu hanya dibanderol Rp. 300,00/Kilogram.
Harga tersebut justru berbanding terbalik saat hari biasa atau bukan musim panen raya, yaitu mencapai harga Rp 1.500,00 – 2.000,00/ kilogram.
Sehingga menjadi permasalahan bagi masyarakat Desa Salebu, karena pendapatan hasil panen kubis yang rendah.
Menyikapi hal tersebut, dosen beserta mahasiswa Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) Bandung, melakukan kegiatan penyuluhan pengolahan kubis menjadi olahan makanan kepada masyarakat di Desa Salebu, Tasikmalaya, beberapa waktu lalu.
Kegiatan ini bertujuan membangun minat masyarakat untuk mengolah kubis menjadi produk kuliner yang bernilai jual tinggi.
Para dosen STFI Bandung yang hadir mendampingi para mahasiswanya adalah Melvia Sundalian, M.Si., Apt, Novi Irwan Fauzi, M.Si., Apt, dan Sri Gustini H, S.Si., M.Farm.
Dosen Kelompok Keilmuan Farmakokimia STFI Bandung, Melvia Sundalian, menuturkan, kegiatan tersebut dalam rangka program Kuliah Kerja Nyata, serta Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM).
"Sebetulnya kubis dapat diolah menjadi produk olahan makanan yang memiliki nilai gizi dan manfaat kesehatan. Beberapa di antaranya bisa diolah menjadi Sistik Kubis, Nugget Kubis, dan Keripik Kubis," ujar Melvi kepada Tribun Jabar, ditemudi di STFI Bandung, Jalan Soekarno Hatta No 354, Kota Bandung, Senin (3/2/2020).

Melvi menambahkan, Keripik Kubis merupakan produk utama yang harus diproduksi oleh masyarakat Desa Salebu.
Menurutnya, selain produk ini mudah dalam pengolahan, tetapi juga relatif tahan lama dalam penyimpanan.
Pada kegiatan penyuluhan dan pelatihan tersebut dibagi menjadi dua sesi.
Pada sesi ke 1, materi yang disampaikan berhubungan dengan bahan baku kubis, manfaatnya terhadap kesehatan, dan tata acara pengolahan bahan baku.
"Dari penyampaian materi tersebut, diharapkan peserta menjadi mengenal jenis, manfaat dan khasiat, nilai gizi, nilai ekonomis dari tanaman kubis," jelas Melvi.
Selanjutnya, pada sesi ke 2 dilaksanakan demo pembuatan produk. Pada kegiatan ini diawali dengan demo pengolahan kubis dimulai dari cara sortasi basah, pencucian, dan penyimpanan. Dilaksanakan pula pengenalan bahan-bahan lain dan peralatan yang digunakan.
"Kegiatan demo dilaksanakan dengan langkah-langkah yang sistematik. Pada kegiatan ini peserta diberikan kesempatan untuk bertanya dan menanggapi," kata Melvi.
Produk sistik dan keripik (chips) kubis yang telah diolah dapat langsung dicicipi oleh masyarakat di Desa Salebu yang datang di penyuluhan tersebut.
Melvi mengaku, Keunggulan dari produk olahan kubis adalah pemanfaatan kubis yang menjadi sumber daya desa, peningkatan nilai jual dan pendapatan masyarakat setempat.
"Bahkan bisa menjadi cemilan yang dapat dimakan kapanpun, praktis, dan bermanfaat untuk kesehatan. Harapan terbesar produk ini dapat diproduksi secara skala industri oleh desa Salebu," tutur Melvi. (Fasko)