Mahasiswi Telkom University Tersiksa Jadi Korban Pelecehan, Sempat Tak Bisa Kabur dari Kosan Pelaku

Seorang mahasiswi Telkom University mengaku sebagai korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh seniornya, FGS.

Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Theofilus Richard
Tribun Jateng/Bram Kusuma
Ilustrasi pemerkosaan 

TRIBUNJABAR.ID - Seorang mahasiswi Telkom University mengaku sebagai korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh seniornya, FGS.

Berdasarkan penuturan pendamping korban dari United Voice, Bahrul Bangsawan, korban sempat dibawa ke kamar kos pelaku dan tidak bisa keluar sekitar semiggu.

Berikut kisah pilu yang dialami korban.

Kejadian pelecehan seksual itu bermula pada akhir 2018. Saat itu korban masih berusia 19 tahun dan merupakan mahasiswi semester 1.

"Memang kejadian tersebut terjadi sejak 2018 tapi mulai mencuat kembali 2019," kata Bahrul Bangsawan, saat dihubungi Tribun Jabar, Senin (30/12/2019).

Bahrul menceritakan, saat itu, pelaku FGS (21) menemui korban di asrama putri mahasiswa baru.

Ia mengembalikan lampu tumblr milik korban yang dipinjam pelaku untuk acara Farewell Party pada tanggal 22 November 2018.

Kemudian pelaku dan korban kerap berinteraksi.

"Setelah itu pelaku mulai melakukan interaksi yang intens melalui media sosial. Korban merasa perlakuan pelaku pada saat pertama kali ketemu (first impression) sangat baik, gentleman dan alim," kata Bahrul.

Korban yang merasa segan bila tidak menanggapi pesan pelaku yang seorang senior.

Kebiasaan korban, kata Bahrul, memang menghormati senior dan tercipta sejak SMK dulu.

Korban takut terhadap otoritas senior sehingga membalas pesan pelaku walaupun risih.

Illustrasi pelecehan seksual terhadap anak di cianjur.
Illustrasi pelecehan seksual terhadap anak di cianjur. (DOKUMENTASI TRIBUN MANADO)

"Pelaku mulai menarik simpati korban dengan bercerita banyak hal kepada korban, sehingga pelaku meminta kepada korban untuk menemaninya menonton di bioskop dengan dalih pelaku merasa kesepian," ucap Bahrul.

Bahrul menceritakan, korban yang empati terhadap pelaku menuruti keinginannya untuk nonton bersama di bioskop.

Namun, sebelum menonton film di bioskop itu, pelaku sempat meminta korban mengirimkan foto seksi (nude photo) korban.

Peristiwa itu, kata Bahrul, tak lama berselang dari pertemuan pertama di asrama, yakni sebelum acara SeeFest 2018 pada 30 November 2018.

Lalu, sebelum menonton ke bioskop, korban diajak pelaku untuk ke kosannya.

"Siangnya, korban diajak pelaku ke kosan pelaku dengan dalih supaya lebih mudah untuk persiapan ke bioskop," ujarnya.

Ini Kisah Pilu Mahasiswi Telkom University yang Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual Seniornya

Kronologi Lengkap Mahasiswi Telkom University Diduga Dicabuli Senior, Alami Tindakan Menjijikan

Menurut Bahrul, korban sempat menggigit bibirnya saat di kosan pelaku.

Pelaku yang melihat itu, menanyakan apakah korban menggodanya atau tidak dan mau dicium atau tidak.

"Korban sontak menolak tapi pelaku tetap mencium korban dan 'hubungan' tersebut terjadi," katanya.

Bahrul menjelaskan, korban tak melakukan perlawanan karena kondisi ini dinamakan tonic immobility, reaksi biologis, kondisi di mana korban pemerkosaan atau pelecehan seksual mengalami kelumpuhan sementara atas respons stimulasi apapun yang diterima tubuhnya.

"Setelah kejadian itu, pelaku tetap mengajak korban untuk nonton bioskop pada sesi midnight. Saat tayangan film berlangsung pelaku meminta korban untuk menciumnya dan meremas alat kelamin pelaku, tapi korban menolak," katanya.

ilustrasi korban pemerkosaan
ilustrasi korban pemerkosaan ((KOMPAS.com/LAKSONO HARI WIWOHO))

Setelah nonton, kata Bahrul, kondisi hujan sangat deras, dalam kondisi hujan yang sangat deras pelaku tetap memaksakan untuk menerobos hujan, dengan kondisi basah kuyup korban minta pulang ke asrama putri di kampus.

Alin-alih dipulangkan ke asramanya, korban justru dibawa ke kosan pelaku.

"Pelaku menolak (memulangkan korban ke asrama) dan mengatakan pelaku tidak akan melakukan apapun ke korban. Dan korban dibawa pelaku dan 'hubungan' tersebut terjadi lagi," kata Bahrul.

Menurut Bahrul, korban tidak melawan, ketakutan dan bingung harus melakukan apapun (tonic immobility).

"Selain pemaksaan berhubungan seks terhadap korban, pelaku juga memaksa untuk melakukan urinasi di depan korban sampai dengan pelaku melakukan masturbasi di depan korban dan berbagai hal menjijikan lainnya," kata dia.

Bahrul memaparkan, korban di kosan pelaku sekitar satu minggu, kondisi tersebut terjadi selama satu minggu, dan korban mengalami trauma ringan pasca kejadian.

"(Korban) Bingung harus melakukan apa dan terpaksa mengikuti keinginan pelaku, dan terus menemani pelaku pada setiap saat keluar dari kosan," ujarnya.

Bahrul memaparkan, Korban berusaha memahami kondisi dan memanipulasi perasaannya agar pelaku simpatik, dan pada suatu titik korban pergi dan tidak pernah kembali.

"Pelaku melakukan terror kepada korban sampai dengan korban melarikan diri ke tempat salah satu UKM, pelaku berhenti melakukan terror. Pada bulan ramadhan tahun 2019," kata dia.

Pelaku menghubungi melalui korban, kata Bahrul, dan mengirimkan hal tidak senonoh.

"Korban marah dan melaporkan kepada senior dan pelaku meminta maaf," ucapnya.

(Tribun Jabar/Lutfi AM)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved