Mahasiswi Telkom University Tersiksa Jadi Korban Pelecehan, Sempat Tak Bisa Kabur dari Kosan Pelaku
Seorang mahasiswi Telkom University mengaku sebagai korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh seniornya, FGS.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Theofilus Richard
Peristiwa itu, kata Bahrul, tak lama berselang dari pertemuan pertama di asrama, yakni sebelum acara SeeFest 2018 pada 30 November 2018.
Lalu, sebelum menonton ke bioskop, korban diajak pelaku untuk ke kosannya.
"Siangnya, korban diajak pelaku ke kosan pelaku dengan dalih supaya lebih mudah untuk persiapan ke bioskop," ujarnya.
• Ini Kisah Pilu Mahasiswi Telkom University yang Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual Seniornya
• Kronologi Lengkap Mahasiswi Telkom University Diduga Dicabuli Senior, Alami Tindakan Menjijikan
Menurut Bahrul, korban sempat menggigit bibirnya saat di kosan pelaku.
Pelaku yang melihat itu, menanyakan apakah korban menggodanya atau tidak dan mau dicium atau tidak.
"Korban sontak menolak tapi pelaku tetap mencium korban dan 'hubungan' tersebut terjadi," katanya.
Bahrul menjelaskan, korban tak melakukan perlawanan karena kondisi ini dinamakan tonic immobility, reaksi biologis, kondisi di mana korban pemerkosaan atau pelecehan seksual mengalami kelumpuhan sementara atas respons stimulasi apapun yang diterima tubuhnya.
"Setelah kejadian itu, pelaku tetap mengajak korban untuk nonton bioskop pada sesi midnight. Saat tayangan film berlangsung pelaku meminta korban untuk menciumnya dan meremas alat kelamin pelaku, tapi korban menolak," katanya.

Setelah nonton, kata Bahrul, kondisi hujan sangat deras, dalam kondisi hujan yang sangat deras pelaku tetap memaksakan untuk menerobos hujan, dengan kondisi basah kuyup korban minta pulang ke asrama putri di kampus.
Alin-alih dipulangkan ke asramanya, korban justru dibawa ke kosan pelaku.
"Pelaku menolak (memulangkan korban ke asrama) dan mengatakan pelaku tidak akan melakukan apapun ke korban. Dan korban dibawa pelaku dan 'hubungan' tersebut terjadi lagi," kata Bahrul.
Menurut Bahrul, korban tidak melawan, ketakutan dan bingung harus melakukan apapun (tonic immobility).
"Selain pemaksaan berhubungan seks terhadap korban, pelaku juga memaksa untuk melakukan urinasi di depan korban sampai dengan pelaku melakukan masturbasi di depan korban dan berbagai hal menjijikan lainnya," kata dia.
Bahrul memaparkan, korban di kosan pelaku sekitar satu minggu, kondisi tersebut terjadi selama satu minggu, dan korban mengalami trauma ringan pasca kejadian.
"(Korban) Bingung harus melakukan apa dan terpaksa mengikuti keinginan pelaku, dan terus menemani pelaku pada setiap saat keluar dari kosan," ujarnya.