Nasib Keluarga Kasus Tipikor Saat Rekening Diblokir KPK, Jual Tanah Hingga Jualan Nasi
penghasilan keluarga itu ditopang Wahid Husen, ASN Kemenkum HAM yang jabatan terakhirnya kepala Lapas Sukamiskin pada Maret 2018.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Tak semua keluarga narapidana atau tahanan tindak pidana korupsi (tipikor) hidup mewah bergelimang harta meski tulang punggung keluarga (suami) menjalani masa penahanan.
Ada juga keluarga napi tipikor yang harus memutar otak agar roda perekonomian keluarga tetap berputar saat suami tak lagi bisa menafkahi mereka.
Apalagi saat rekening tabungan suami jadi objek barang sitaan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi.
Rekening yang diblokir tersebut membuat istri dan anak harus sebisa mungkin mencari penghasilan untuk menyambung hidup.
Berdasarkan Pasal 29 ayat 4 Undang-undang Pemberantasan Tipikor disebutkan bahwa penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil tindak pidana korupsi.
Tak terhitung tersangka korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), rekeningnya disita dan diblokir.
Merujuk pada Undang-undang Pemberantasan Tipikor, kewenangan memblokir rekening tidak hanya pada KPK tapi juga penegak hukum lainnya.
Dalam beberapa kasus, pemblokiran rekening simpanan itu berimbas pada perekonomian keluarga napi atau tersangka korupsi.
• Lihat di Televisi saat Putranya Tewas, Ibunda Afridza Munandar Syok
• Polantas Hentikan Ambulans yang Angkut Pasien Emergency Gara-gara Suara Sirene Kencang
Salah satunya adalah keluarga eks kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen, terpidana kasus gratifikasi fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin.
Ia divonis bersalah dan dipidana 8 tahun penjara, serta denda Rp 400 juta pada April 2019. Belum lama ini, ia ditersangkakan lagi untuk kasus yang sama.
Rekening pribadi yang dipegang istrinya masih diblokir meski kartu ATM dan buku rekening sudah dikembalikan.
"Untuk bukti-bukti memang sudah dikembalikan lagi. Yang disita itu, kan, ada dua kartu ATM dan asuransi. Tapi saat saya cek mesin ATM, rekeningnya masih diblokir, jadi enggak bisa ambil uang. Padahal di rekening itu murni uang selama Bapak bekerja, murni uang gaji," ujar Dian A (49), istri Wahid Husen saat ditemui di kediamannya belum lama ini.
Dian adalah ibu rumah tangga dengan tiga anak. Penghasilan keluarga itu ditopang Wahid Husen, ASN Kemenkum HAM yang jabatan terakhirnya kepala Lapas Sukamiskin pada Maret 2018.
Karena rekening diblokir, fondasi keuangan Dian dan tiga anaknya terkatung-katung. Dian pun banting setir berjualan nasi uduk. Saat mengisahkan jualan nasi itu, kedua mata Dian berkaca-kaca.
"Sekarang saya jualan nasi uduk Jakarta. Terkadang juga jual yoghurt dan mengerjakan orderan menjahit,” kata dia.
Dari usahanya itu dia bisa menyambung hidup.
“Jualan nasi sehari 50 bungkus, dijual Rp 20 ribu ke kerabat-kerabat, saudara, dan di kantor-kantor teman. Dijualnya ada yang antar pakai motor. Sejak pukul 03.00 saya sudah masak," kata Dian.
• Bos Yakuza Paling Ditakuti di Jepang Bebas dari Penjara, Sewa Satu Gerbong Shinkansen untuk Pulang
• Tips Mempersiapkan Diri Ikut CPNS dari BKPSDM Indramayu, Harus Punya Strategi Pilih Formasi
Anak laki-laki Wahid Husen, yang kini duduk di bangku SMA, mengatakan, untuk membantu ekonomi keluarga. Ia yang seorang barista, berjualan kopi.
"Jualan kopi, dijualnya ke teman-teman, kerabat, saudara. Dititip di saudara juga untuk dijual," ujar anak laki-laki berusia sekitar 18 tahun yang enggan disebutkan namanya itu.
Hal serupa dialami tersangka dugaan suap revisi Perda RTRW Kabupaten Bekasi, Iwa Karniwa.
Sekda Provinsi Jabar nonaktif ini sedang menjalani masa tahanan di Rutan KPK karena diduga menerima suap Rp 900 juta dari PT Lippo Cikarang berkaitan dengan proyek Meikarta.
Pengacara Iwa, Anton Sulton, mengatakan, rekening milik Iwa saat ini diblokir. Aset berupa uang milik Iwa disimpan di sejumlah rekening miliknya. Nasib keluarga Iwa memang tidak seperti nasib istri Wahid Husen yang berjualan nasi uduk.
"Kalau sampai jualan, sih, setahu saya enggak. Ibu Iwa sebelumnya sudah jualan. Cuma memang kondisi ekonomi mereka setelah Pak Iwa ditahan berbeda dibanding sebelumnya. Satu bulan setelah ditahan, keluarga cerita soal ekonomi," kata Anton.
Wajar saja, saat Iwa masih menjadi sekda Jabar, berbagai tunjangan dan fasilitas ikut dirasakan keluarga. Namun semuanya sirna saat ia jadi tersangka.
"(Sempat) Cerita soal keluhan kondisi (ekonomi) mereka, seperti ada barang-barang Pak Iwa yang dijual," ujar Anton.
Penjualan barang itu, kata dia, dampak dan berkaitan dengan pemblokiran rekening.

• Dylan Carr Bertanya Kabar 2 Sahabat yang Ada di Mobil Saat Kecelakaan, Ini yang Terjadi pada Mereka
"Iya, berkaitan dengan itu (pemblokiran rekening). Hanya saja saya tidak tahu pasti barang apa saja yang dijual. Yang pasti bukan mobil karena saya tanya ke keluarga, orang dekat, dan orang Gedung Sate, Pak Iwa katanya enggak punya mobil, paling (yang ia gunakan) mobil dinas," ujarnya.
Sumber Tribun dari internal Iwa Karniwa menyebut keluarga Iwa menjual rumah dan tanah untuk keperluan ekonomi.
Tribun, yang menyambangi rumah Iwa di RT 03/24, Kompleks Fajar Raya Blok E1, Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, beberapa hari lalu, belum bisa memperoleh konfirmasi mengenai hal tersebut.
Seorang petugas sekuriti di kompleks tersebut mengaku jarang melihat istri dan anak Iwa Karniwa di rumah tersebut.
"Istri Pak Iwa kalau ke sini pakai mobil, tapi sekarang jarang lihat," ujar pria yang enggan disebutkan namanya tersebut, Sabtu (2/11).
Saat Tribun mencoba bertamu ke kediaman Iwa Karniwa, tak ada seorang pun orang yang keluar dari rumah bercat merah muda tersebut untuk menemui. Tak terlihat motor dan mobil terparkir di halaman rumah besar tersebut.
Satpam kompleks lantas bercerita, pada Rabu (30/10) rumah Iwa sempat dipakai syukuran. Ia pun tak mengetahui persis perihal syukuran di rumah Iwa Karniwa tersebut.
"Ada tenda pokoknya mah, ramai kayak syukuran. Yang datang tiga mobil yang membawa anak yatim piatu,” kata dia. (mega nugraha/syarif pulloh a/hilman k)