Masyarakat Teriak Tarif Iuran BPJS Naik 100 Persen, Tengok Gaji Direksi BPJS yang Fantastis Besarnya
Kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan masih menjadi bahasan serius di masyarakat. Di sisi lain, gaji para direksi begitu besar, malah bonus dinaikan
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan masih menjadi bahasan serius di masyarakat.
Jauh sebelum Presiden Jokowi menerbitkan aturan kenaikan tarif iurab BPJS Kesehatan, banyak pihak yang menolak.
Bahkan, waktu itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku tengah mencari solusi jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan tetap dianggap memberatkan masyarakat.
Pihaknya pun akan mengkaji peluang asuransi swasta atau menangani dengan APBD Provinsi Jabar.
"Kami akan teliti, kan ujungnya yang penting masyarakat ter-cover kesehatannya. Sekarang kalau BPJS Kesehatan dinaikan, pertanyaannya apakah ada asuransi swasta juga yang harganya lebih murah kualitas lebih tinggi, kita sedang kaji pilihan-pilihan itu," kata gubernur yang akrab disapa Emil ini di Gedung Sate, Selasa (10/9).
Emil mengatakan hal yang paling utama adalah keterjangkauan iuran tersebut oleh masyarakat.
Setelah Pemerintah telah secara resmi menerbitkan aturan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan, Rabu (30/10/2019), maka kenaikan tarif iuran BPJS benar-benar akan dijalankan.
• Pasal di UUD yang Menjadi Alasan Jokowi Setujui Kenaikan Iuran BPJS, Jika Bangkrut Jokowi Melanggar
Pada 24 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden ( Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Aturan tersebut merupakan penyesuaian atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Gaji Direktur BPJS 200 Juta Per Bulan
Kenaikan gaji Direksi dan pengawas BPJS menjadi lebih besar beberapa bulan lalu menjadi sorotan.
Disebutkan, gaji direksi berupa insentif bisa mencapai Rp 342 juta per bulan.
Sedangkan insentif untuk dewan pengawas bisa mencapai Rp 211 juta per bulan.
Tunjangan Direksi Naik Dua Kali Lipat
Kementerian Keuangan memutuskan menambah manfaat tambahan dan insentif bagi dewan pengawas dan anggota direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2019 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS. Beleid ini mengubah aturan sebelumnya dalam PMK Nomor 34 Tahun 2015.
“Untuk meningkatkan kinerja anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, perlu melakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.02/2015,” terang Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam poin pertimbangannya, seperti dikutip dari kontak.co.id.
• Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen Mulai 1 Januari 2020, Ini Tanggapan Warga
Perubahan mengenai manfaat tambahan dan insentif untuk dewan pengawas dan direksi BPJS tersebut hanya terdapat pada satu pasal yaitu pasal 12 mengenai tunjangan cuti tahunan.
Dalam PMK 112/2019, pemerintah menambah tunjangan cuti tahunan kepada anggota dewan pengawas dan direksi yaitu paling banyak satu kali dalam satu tahun dan paling banyak dua kali dari gaji atau upah.
Dalam PMK sebelumnya, tunjangan cuti tahunan tersebut ditentukan paling banyak satu kali dalam satu tahun dan hanya sebanyak satu kali gari gaji atau upah.
Adapun, sesuai dengan pasal 11, tunjangan cuti tahunan diberikan kepada anggota dewan pengawas dan anggota direksi apabila telah bekerja paling sedikit selama satu tahun (12 bulan berturut-turut).
Tunjangan cuti tahunan merupakan salah satu dari beberapa manfaat tambahan dan insentif yang diberikan pemerintah kepada dewan pengawas dan direksi BPJS.
Manfaat tambahan terdiri dari tunjangan hari raya keagamaan, santunan pensiun, tunjangan asuransi sosial, tunjangan cuti tahunan, dan tunjangan perumahan.
Selain itu, ada pula fasilitas penunjang di antaranya kendaraan dinas, fasilitas kesehatan, pendampingan hukum, dan sebagainya, serta insentif yang diberikan pemerintah dan diatur dalam PMK tersebut.
Tarif Iuran BPJS Naik Per Januari 2020
Seperti dikutip dari laman resmi Sekretariat Kebinet setkab.go.id, Perpres tersebut mengubah Pasal 29 sehingga besarannya adalah sebagai berikut:
Peserta Penerima Bantuan Iuran Iuran bagi Peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp 42.000 per orang per bulan.
Besaran iuran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2019.
Peserta Penerima Upah
Adapun iuran bagi Peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) yaitu sebesar 5 persen dari gaji atau upah per bulan.
PPU ini mencakup pegawai pemerintah pusat, pegawai pemerintah daerah, dan swasta. Dalam hal ini, kenaikan iuran untuk pegawai pemerintah pusat mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2019.
Sementara untuk pegawai pemerintah daerah dan swasta mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Peserta Bukan Penerima Upah Menurut Perpres ini, Iuran bagi Peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) dan Peserta BP (Bukan Pekerja) yaitu sebesar:
a. Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;
Selanjutnya iuran Rp 110.000,00 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
Terakhir, iuran sebesar Rp 160.000,00 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
“Besaran Iuran sebagaimana dimaksud mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020,” bunyi Pasal 34 ayat (2) Perpres ini.
Tanggapan Masyarakat Soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Tanggapan masyarakat beragam atas kenaikan iuran BPJS kesehatan yang berlaku 1 Januari 2020.
Dilansir dalam tayangan YouTube TvOneNews, Selasa (29/10/2019), pasien yang ditangani oleh pihak RS Jayakarta ini 90% merupakan pasien BPJS kesehatan.
Satu di antara pasien yang ada adalah Sarifah peserta BPJS mengatakan mengenai informasi kenaikkan iuran BPJS.

"Tahu dari TV, dari media naik 100%, biasanya ibu bayar Rp 80 ribu jadi Rp 160 ribu sekarang,"ungkapnya.
Bagi Sarifah kenaikan iuran BPJS ini termasuk tinggi dan harapan Sarifah kalau iuran BPJS mengalami kenaikan sebisa mungkin sedikit saja.
Peserta BPJS Sarifah mengatakan untuk kondisi sebagai pengguna BPJS maupun pasien yang sedang menjalani pengobatan.
"Biasa aja sih pelayanannya, masih gitu-gitu aja," ujar Sarifah
Sarifah mengatakan kenaikan yang cukup tinggi, pasien ini berencana ingin pindah ke asuransi.
Ada lagi Rosiati pemakai BPJS mandiri kelas III juga ikut menanggapi kenaikan BPJS.

"Tanggapannya naik sih naik tapi jangan terlalu tinggi lah, kasihan saya kan kelas menengah ke bawah,"katanya.
Layanan BPJS menurut Rosiati sama saja, dari pelayanannya baik, tidak membedakan penggunaan BPJS maupun tidak.
Pelayanan yang di harapkan salah satu pasien ini adalah pelayanannya lebih bagus lagi.
"Jangan sampai ada kata-kata, oh ini mah BPJS yang bayar dan nggak bayar untuk yang miskin kan nggak bayar,"tambahnya.
Rosiati menegaskan kembali, pernah mendengar BPJS yang tidak bayar atau gratis itu BPJSnya untuk pelayanannya berbeda atau lain.
Berharap kedepannya lebih baik lagi, lebih bagus lagi dan di usahakan naiknya jangan terlalu tinggi.
Menurut Rina Oktaviani juga pengguna BPJS terkait masalah kenaikan BPJS mengatakan karena fungsi BPJS ini bagus bagi pengguna BPJS karena memang pemanfaatnya bisa maksimal.
"Cuma kenaikkan yang langsung 100% itu buat kami agak berat, kenapa nggak naiknya itu perlahan," ungkapnya.
Gunawan peserta BPJS juga mengatakan hal yang sama.
"Caranya sosialisasi dulu aja, jangan keburu-buru di naikkin,"pungkasnya.
Di tengah pro dan kontra yang mengemuka, kehadiran BPJS kesehatan berhasil menjadi obat bagi kaum bawah yang selama ini sulit mendapatkan akses kerumah sakit dan memperoleh jaminan pengobatan.(*)
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)