Pengamat dan Guru Besar UPI Ini Bicara Soal Terpilihnya Nadiem Makarim sebagai Mendikbud
Terpilihnya Nadiem Makarim sebagai Mendikbud di Kabinet Indonesia Maju, mengundang beragam tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat
Penulis: Cipta Permana | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Terpilihnya pendiri dan CEO Go-Jek, Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) di Kabinet Indonesia Maju, mengundang beragam tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat, yang justru meragukan kepemimpinannya dalam membawa dunia pendidikan lebih baik dari para Mendikbud pendahulunya.
Pengamat pendidikan yang juga Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Cecep Darmawan menilai, membenahi permasalahan pendidikan tidak bisa disamaratakan dengan layaknya mengelola sebuah bisnis di suatu perusahaan.
Maka upaya pembenahan tidak bisa dilakukan hanya dalam kurun waktu lima tahun saja. Apalagi selama ini, pendidikan di Indonesia tidak memiliki blue print atau standar baku rencana pemerintah jangka panjang (RPJP) pengelolaan pendidikan hingga seratus tahun kedepan, yang dapat merapakan pola kebijakan yang sudah ditentukan, siapa pun sosok menteri dan latar belakangnya.
• Pesan Mendikbud Nadiem Makarim Buat Driver Gojek,Ini Alasan Sebenarnya Pilih Mundur dan Jadi Menteri
"Dengan menempatkan Pak Nadiem, mungkin pemerintah selama ini menganggap bidang pendidikan harus di sentuh oleh sosok yang unlinieritas dengan memiliki daya kreativitas tinggi, berorientasi pada zamannya generasi milenial. Tapi persoalannya, tidak adanya blue print standar baku pendidikan tadi, maka setiap kali ganti Presiden yang juga diikuti jajaran kabinet menterinya, progres pendidikan kita seperti tari poco-poco, maju lalu mundur, lalu maju dan mundur lagi, seperti diam ditempat," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (25/10/2019).
Prof Cecep menuturkan, permasalahan pendidikan di Indonesia cukup banyak seperti, indeks rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi yang masih relatif sangat rendah dengan tidak mencapai 20 persen dari rata-rata lulusan sekolah menengah atas (SMA), dan berbagi persoalan lainnya.
Bahkan berdasarkan hasil survey penelitian, rata-rata lama sekolah masyarakat Indonesia, lanjutnya, belum dapat dikatakan lulus sekolah menengah pertama (SMP), sementara selama ini visi misi pemerintah terlalu jauh, dengan dukungan anggaran yang dinilai masih sangat kurang.
Disamping itu, selama ini pemerintah pun belum konsisten dalam melakukan kebijakan strategis pendidikan, khsususnya menerapkan delapan standar nasional pendidikan.
• Nadiem Makarim akan Dipertemukan dengan Bos Bukalapak dalam Pemilihan Rektor ITB, Ini Prosesnya
Sebagai contoh, hampir setiap tahun persoalan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) maupun Ujian Nasional (UN) selalu menjadi polemik bahkan perdebatan di masyarakat, yang disebabkan belum mampunya pemerintah dalam menstandarkan kualitas mutu dan adanya disparitas cukup besar di seluruh institusi pendidikan di setiap wilayah di tanah air.
"Pembenahan pendidikan tidak seperti mudahnya membalikan telapak tangan, sehingga yang dapat dilakukan dalam lima tahun kerja ini adalah, meletakan arah-arah pendidikan dengan kebijakan strategis sebagai solusi permasalahan pendidikan Indonesia di masa depan," ucapnya.
Terlebih, pada prinsipnya setiap kebijakan yang di buat sebaiknya tidak berlaku surut atau set back, maka setiap kekurangan yang ada selama ini dapat di lakukan perbaikan dan yang sudah baik dapat di pertahankan bahkan di tingkatkan.
"Meskipun keinginan Presiden yang menutut para menterinya bekerja secara cepat, tapi dengan hadirnya menteri baru berlatarbelakang profesional pun tidak ada jaminan untuk bisa demikian (berlari kencang), karena sistem birokrasi di pemerintahan berbeda dengan di perusahaan swasta, apalagi kebijakan yang ada harus selalu patuh pada adanya aturan, kecuali adanya komitmen yang kuat dari seluruh elemen selain di Kemendikbudnya itu sendiri," ujar Prof Cecep.
• Nadiem Makarim di Kemendikbud Hanya Akan Fokus pada 2 Hal Ini, Selain Teknologi
Dirinya menambahkan, agenda terpenting yang perlu dilakukan Mendikbud baru adalah, segera merevisi undang-undang guru dan dosen, meninjau ulang kebijakan mengenai hasil penelitian dosen atau penelitian yang berorientasi pada scopus.
Akan tetapi seharusnya hasil penilitan para dosen atau akademisi di Indonesia dapat mengisi jurnal-jurnal Indonesia yang sudah bereputasi kualifikasi internasional.
"Sehingga anggaran pendanaan dan buah kerja keras penelitian dari dosen atau peneliti anak bangsa tidak lepas dan diambil oleh pihak asing. Kalau belum adanya jurnal-jurnal Indonesia yang bereputasi internasional, seharusnya itu yang didorong oleh pemerintah, bukannya justru seolah memberikannya pada pihak asing," ucapnya.
Lainnya, peninjauan ulang terkait kebijakan formulasi anggaran penelitian bagi para peneliti, yang selama ini dinilai sangat memberatkan.
"Oleh karena itu, mudah-mudahan dengan hadirnya menteri muda dapat menularkan semangat baru untuk merevitalisasi pendidikan Indonesia, meskipun hambatan dan tantangannya di masa depan cukup besar," katanya. (Cipta Permana).