Penumpang Gelap Didepak agar Tak Ganggu Prabowo, Bukan Ulama Bukan Partai Koalisi, Tak Tahunya HTI
Istilah penumpang gelap digunakan oleh Partai Gerindra untuk menyebut sejumlah tokoh yang berada di pihaknya ketika Pilpres 2019.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Widia Lestari
TRIBUNJABAR.ID - Istilah penumpang gelap digunakan oleh Partai Gerindra untuk menyebut sejumlah tokoh yang berada di pihaknya ketika Pilpres 2019.
Penumpang gelap itu dibahas oleh Wasekjen DPP Gerindra Andre Rosidae, Waketum Partai Gerindra bidang Buruh dan Ketenagakerjaan Arief Puyuono, dan Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.
Melansir dari tayangan TVOne yang diunggah pada 10 Agustus 2019, Andre Rosidae mengatakan penumpang gelap itu mendukung Prabowo Subianto bukan dari awal.
Mereka masuk dan mendukung di tengah jalan.
Andre Rosidae mengatakan penumpang gelap itu justru ingin menciptakan bentrokan antara ulama dan aparat penegak hukum.
Bila bentrokan terjadi maka situasi akan menjadi chaos atau ricuh.
Tujuan akhir penumpang gelap, kata Andre Rosidae, adalah pemerintah juga ikut ricuh dan berimbas pada tak dilantiknya Jokowi.
Selama membahas penumpang gelap, Andre Rosidae tidak pernah menyebut identitasnya.
Ia hanya mengatakan penumpang gelap bukan berasal dari partai koalisi dan ulama.

Justru penumpang gelap itu ingin mengorbankan ulama dan emak-emak yang ada dalam barisan pendukung Prabowo Subianto ketika sidang MK berlangsung.
"Tiba-tiba ada orang yang memberikan ide mengorbankan ulama dan emak-emak untuk kepentingan kekuasaam. Ditolak (ide) oleh Prabowo, orangnya kecewa dan pergi," katanya.
Sebagai bentuk penolakan ide tersebut, Prabowo Subianto sempat mengimbau agar pendukungnya tidak melakukan aksi ketika sidang MK.
Tujuannya penggembosan kekuatan penumpang gelap.
Dalam diskusi tersebut, Ferdinand Hutahaean meminta Andre Rosidae menyebut identitas penumpang gelap secara terbuka.
Namun, Andre Rosidae lebih memilih agar aparat penegak hukum yang membuka hal tersebut.

Di kesempatan yang berbeda, Wakteum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan salah satu penumpang gelap yang mendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2019 adalah HTI.
"Penumpang gelap itu kan banyak, misalnya beberapa tokoh-tokoh HTI yang ikut dalam pemenangan Prabowo-Sandiaga. Tapi saya tidak mengatakan mereka itu negatif," kata Arief Poyuono dalam video yang diunggah KompasTV.
Arief Poyuono mengatakan mereka datang secara sukarela dan bergabung.
"Mungkin mereka punya perjuangan yang sama. Artinya HTI ditutup, ya kan juga menjadikan Joko Widodo musuh bersama mereka," ucapnya.
Arief Poyuono mempersilahkan penumpang gelap untuk meninggalkan baris dukungan bila tidak puas dengan keputusan Prabowo Subianto yang semakin mesra dengan Jokowi.
Ia meminta agar penumpang gelap tidak mengganggu Prabowo Subianto.
(Tribun Jabar)
Prabowo Diganggu oleh Ide Penumpang Gelap
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad berkisah soal ada penumpang gelap pada Pilpres 2019 yang kerap menyudutkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Gerindra.
Prabowo adalah calon presiden nomor urut 02 pada Pilpres 2019.
Prabowo kesal karena ulah para penumpang gelap itu.
Mantan Danjen Kopassus itu, kata Dasco, ingin membuat para penumpang gelap tersebut gigit jari.
Kelompok itu, kata Dasco, sempat memanasi Prabowo agar mengorbankan para pendukungya guna membuat negara rusuh.

Tetapi, menurut Dasco, Prabowo punya cara lain: strategi yang mengagetkan penumpang gelap tersebut.
"Prabowo jenderal perang, dia sudah baca dalam situasi terakhir. Dia sudah bilang sama kita kalau kita diadu terus, kita terus dikorbankan," kata Dasco saat ditemui di rilis nasional Cyrus Network, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Dasco menceritakan, langkah pertama Prabowo yang tak diduga-duga kelompok tersebut, adalah meminta para pendukungnya agar tak menggelar unjuk rasa saat sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan ini, kata Dasco, bikin para penumpang gelap itu gigit jari.
"Itu di luar dugaan banyak orang, itu namanya penumpang gelap gigit jari," kata Dasco.
Prabowo, kata Dasco, memang mengatakan pada timnya akan mengambil tindakan yang tak diprediksi kelompok itu.
"Kata Prabowo, 'saya akan ambil tindakan yang bikin orang-orang itu enggak menduga'. Dia (Prabowo) banting setir, orang gigit jari," katanya.
Langkah selanjutnya, Prabowo membuka jalan rekonsiliasi, bertemu dengan presiden terpilih Joko Widodo.
Itu pun, kata Dasco, putusan yang sepertinya tak diduga kelompok tersebut.
Langkah itu, kata Dasco, diakukan lantaran setelah sidang MK, masih ada sekelompok orang yang berusaha menghasut Prabowo.

Dasco menyebut kelompok itu ingin Prabowo mengorbankan para ulama dan emak-emak.
"Sesudah MK masih ada tuh, ada yang ngomong sama Prabowo, 'Pak, kalau mau rakyat marah, ulama dan emak-emak disuruh ke depan biar jadi korban, rakyat marah.' Prabowo pikir, 'Emang gue bodoh? Kan kasihan emak-emak, ulama mau dikorbankan,'" ujar Dasco.
Guna mengantisipasi kekisruhan yang diinginkan oleh penumpang gelap itu, kata Dasco, maka Prabowo merancang pertemuan dengan Jokowi.
Tujuannya, rekonsiliasi pascapilpres.
Pertemuan itu pun terjadi pada 13 Juli 2019 di stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus.
"Untuk keutuhan NKRI, bukan mau minta menteri. Dirancanglah pertemuan rekonsiliasi secara diam-diam, senyap, tiba-tiba. Untuk persatuan bangsa, ketemu lah dua tokoh itu di MRT," pungkasnya.
Hingga akhir ceritanya, Dasco tak mengungkap siapa di balik penumpang gelap itu. Yang jelas, kata dia, Prabowo kesal terhadap kelompok ini.
(Kompas.com)