Polemik Isu NET TV Kalah Pamor, Pong Harjatmo, dan Beratnya Bisnis Televisi di Era Netflix

Polemik Isu NET TV Kalah Pamor, Pong Harjatmo, dan Beratnya Bisnis Televisi di Era Netflix

Editor: Hilda Rubiah
https://www.instagram.com/wishnutama/?utm_source=ig_embed
Wisnhutama 

Lari ke digital dugaan lain soal terseok-seoknya NET TV, ada pada tren digital yang meroket tajam.

Penelitian lembaga rating AC Nielsen mengungkap pertumbuhan kepemilikan telepon seluler dalam lima tahun terakhir sangat pesat, mencapai 250 persen.

Waktu yang dihabiskan konsumen Indonesia untuk media digital pun meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Dari rata-rata 2 jam 26 menit menjadi 3 jam 20 menit per hari. Sementara waktu yang dihabiskan untuk media TV tidak bertambah, dari 4 jam 54 menit menjadi hanya 4 jam 59 menit pada periode yang sama.

"Jelas bahwa digital mulai mengejar TV, dan digital dipandang sebagai pendatang baru yang ‘seksi’ dalam media mix," kata Managing Director Media Nielsen Global, Matt O'Grady.

Jawaban Petinggi Net TV Soal Isu Bangkrut dan PHK Massal, Begini Katanya

Kendati porsi kue iklan televisi masih lebih besar ke media, tren ini bisa jadi membuat televisi tak lagi diminati oleh pengiklan.

Pasalnya, di Amerika Serikat saja, aplikasi ponsel dan internet di komputer makin merongrong televisi. Ini terjadi di kelompok usa 18-34, usia produktif yang notabene aktif berbelanja

Masih berdasarkan data Nielsen, di Amerika Serikat, individu berusia 18-34 menghabiskan waktu di ponsel mereka dan komputer mereka selama 4 jam 2 menit sehari.

Sedangkan televisi hanya 1 jam 54 menit. TV hanya unggul di sebagian generasi X dan generasi Baby Boomers, atau yang usianya kini sudah 50 tahun ke atas.

Di Amerika Serikat, televisi gratis memang masih hidup. Namun kepemilikannya hanya berputar di lima jaringan besar yakni NBC, CBS, ABC, Fox, dan The CW.

Jika hari ini Indonesia baru dibuat pusing dengan meredupnya media konvensional, di Amerika Serikat, industri TV kabel atau TV berbayar sudah lama kehilangan pelanggannya dengan hadirnya Netflix dan kawan-kawan.

Terlepas dari usia dan tren global, Imaduddin mengingatkan ada juga bias kelas yang berpengaruh pada industri televisi.

Mereka kemungkinan sudah meninggalkan televisi dan beralih ke ponsel untuk hiburan maupun informasi.

"Sebenarnya konten mereka baik, tapi dari segi masyarakat dominan mereka enggak menjawab demand.

PR-nya bagaimana bikin tayangan bermutu tapi appealing ke market yang meninggalkan TV," kata Firman.

Masalah yang dihadapi NET kini, tak menutup kemungkinan akan dihadapi industri televisi secara keseluruhan.

Sumber: Kompas
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved