Sejarah Cap Tikus, Minuman Keras Legendaris di Minahasa, Ternyata Sudah Ada Sejak Jaman Kolonial
Denny Pinontoan, Sejarawan Minahasa mengatakan, cap tikus ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.
Cap tikus dalam kemasan botol ini lalu dipasarkan di tempat-tempat umum.
Harga jual per botol 25 hingga 50 sen.
Tradisi Eropa
Denni menjelaskan, kebiasan menengak miras oleh orang Minahasa sudah ada sejak abad 19.
Menular dari kebiasaan orang barat di masa kolonial Belanda.
Perdagangan miras semisal whisky dan Brandi di Eropa, ikut tembus ke daerah kolonial.
Belakangan, teknologi penyulingan ikut diperkenalkan, hingga ke pelosok.
Denni mengatakan, menurut sejarawan Minahasa, Jessy Wenas, teknik penyulingan cap tikus ini diperoleh orang Minahasa yang jadi tentara kolonial ketika ditugaskan ke Jawa.
Sejak zaman kolonial, di beberapa daerah sudah muncul beragam nama minuman tradisional.
Di Ambon disebut sopi, kemudian disebut arak di daerah jawa.
Saguer sebutan orang Minahasa
Saguer fermentasi ini kemudian disuling
"Kalau perkirakan akhir abad 19 orang minahasa membuat cuka saguer kemudian dimasak jadi captikus," kata dia Denni.
Tradisi orang Eropa, menyuguhkan minuman keras seperti brendi atau whisky saat menyambut tamu.
Captikus di masa itu masih barang langka, produksinya masih terbatas, itu sekitar tahun 1900-an