Penyerangan Terhadap Hakim PN Jakarta Pusat Dinilai sebagai Kemunduran Peradaban
"Pengadilan khususnya ruang persidangan harus terbebas dari perilaku teror, intimidatif apalagi aksi kekerasan," tegas Arteria Dahlan.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyayangkan terjadinya pemukulan dua hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh seorang pengacara berinisial D pada Kamis (18/7/2019).
"Ini tragedi kemanusiaan sekaligus kemunduran peradaban. Bagaimana dominasi dan arogansi kekuasaan menyerang lembaga peradilan yang bebas dan terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun," ujar politikus PDI Perjuangan ini kepada Tribunnews.com, Jumat (19/7/2019).
Karena itu Arteria Dahlan prihatin, kecewa dan mengutuk keras perbuatan brutal yang dilakukan oleh seorang pengacara yang sedang beracara terhadap hakim di ruang persidangan.
Menurut dia, ini harus diusut tuntas, se tuntas-tuntasnya.
"Pengadilan khususnya ruang persidangan harus terbebas dari perilaku teror, intimidatif apalagi aksi kekerasan," tegas Arteria Dahlan.
Terhadap pelaku dia meminta agar dihukum seberat-beratnya.
"Tidak boleh ada justifikasi atau penghalalan perbuatan kriminal terhadap hakim yang sedang melaksanakan tugasnya di ruang persidangan," jelasnya.
Perbuatan pelaku tidak hanya contemp of court, tidak hanya perbuatan kriminal (pidana) tetapi juga serangan langsung terhadap kedaulatan negara, khususnya Indonesia sebagai negara hukum.
"Jadi issuenya adalah issue konstitusionalitas, tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang, apalagi dilakukan oleh seorang advokat yang ber-officium nobile (profesi yang terhormat yang mulia) dan sangat mengerti dan paham hukum," ucapnya.
Dia berharap semua pihak punya kesamaan persepsi, bahwa semua penegak hukum yang sedang melaksanakan fungsi dan tugas penegakan hukum harus terlindungi.
Apalagi seorang hakim yang sedang bertugas mengimplementasikan fungsi kekuasaan kehakiman yang bebas dan terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun juga, siapapun yang melakukan penganiayaan terhadap penegak hukum, khususnya terhadap hakim yang sedang bertugas.
"Hakim yang sedang bertugas di ruang persidangan itu tidak sekadar hakim, tapi merupakan simbolisasi hadirnya negara dalam kontek penegakan hukum ditengah masyarakat."
"Jadi ini serangan langsung terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara hukum," tegasnya.
Ditambah lagi, sebagai advokat, pelaku seharusnya mengerti dan paham, bahwa dalam konteks pencarian keadilan, hakim dikonstruksikan sebagai "wakil Tuhan di dunia."
oleh karenanya setiap putusan pengadilan itu ada irah-irahnya berupa "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Bahkan jika irah-irah tersebut tidak dicantumkan dalam putusan, maka putusannya batal demi hukum sebagaimana diatur dlm Pasal 197 (2) KUHAP.
Lebih jauh dia berharap para hakim di seluruh wilayah NKRI ini tidak terpengaruh dengan kejadian ini.
"Jangan pernah ragu dan takut untuk menerjemahkan rasa keadilan dan pendidikan hukum di masyarakat melalui pertimbangan-pertimbangan hakim dalam putusannya," harapnya.
Dia menegaskan dirinya mewakafkan diri untuk mengawal proses penegakan hukum ini sampai tuntas.
Dia tegaskan, Indonesia negara hukum. Negara tidak boleh kalah apalagi dikalahkan oleh pengaruh kekeuasaaan apapun, baik oleh penguasa apalagi pengusaha.
"Diharamkan dominasi kekuasaan dengan segala bentuk dan pengertiannya hadir dan bahkan dipertontonkan di ruang persidangan. Karena jika itu terjadi eksistensi negara hukum akan musnah sekaligus dimulainya kehancuran peradaban kemanusiaan," tegasnya.
Sebelumnya, dua orang hakim di PN Jakarta Pusat, HS dan DB menjadi korban penganiayaan seorang kuasa hukum.
Upaya penganiayaan itu terjadi saat sidang perkara perdata dengan nomor perkara 223/Pdt/G/2018/PNJkt.Pst yang berlangsung, di ruang sidang Subekti, pada Kamis (18/7/2019) sekitar pukul 16.00 WIB.
Insiden itu berawal pada saat majelis hakim sedang membacakan pertimbangan pada putusan perkara. Setelah itu, seorang kuasa hukum dari pihak penggugat TW, berinisial D, berdiri dari tempat kursi.
Dia melangkah ke hadapan majelis hakim yang membacakan pertimbangan putusan, lalu menarik ikat pinggang untuk kemudian diarahkan kepada majelis hakim.
Tali ikat pinggang digunakan atau dijadikan sarana pelaku berinisial D untuk menyerang majelis hakim yang sedang membacakan putusan.
Insiden penyerangan itu mengenai bagian kepala ketua majelis hakim berinisial HS dan juga hakim anggota I berinisial DB.
Beruntung, petugas keamanan segera mengamankan pelaku sehingga situasi menjadi kembali normal.
Adanya penyerangan itu membuat hakim HS dan DB membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Pusat.
Pada Jumat ini, aparat kepolisian sudah menetapkan status tersangka kepada D.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/hakim-dipukul-kuasa-hukum.jpg)