Kata Pakar Hukum Tentang TGPF Novel Baswedan, "Kalau Tidak Ada Tersangka, Ya Tidak Maksimal"
Pakar hukum Unpas mengomentari hasil penyelidikan TGPF Novel Baswedan. Jika tidak ada tersangka, ya, tidak maksimal.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: taufik ismail
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pakar hukum dari Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan seharusnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sudah bisa memberikan nama tersangka penyerangan penyidik senior KPK Novel Baswedan kepada kepolisian.
Mereka telah melakukan penyelidikan selama enam bulan dan menyampaikan hasilnya, Rabu (17/7/2019).
TGPF, katanya, bertugas melakukan investigasi kemudian memberikan hasil tersebut untuk didayagunakan oleh penyidik di kepolisian.
TGPF sendiri dibentuk untuk percepatan pengungkapan kasus oleh penyidik, membongkar kemacetan penyelidikan dan penyidikan supaya jelas ujung kasusnya.
"Setelah selesai lakukan penetapan, hasilnya ada tersangka atau tidak. Mungkin ada tersangka. Kalau tidak, ya, tidak maksimal kalau tidak ada tersangka. Karena di sini ada pelaku dan ada korban. Pelakunya pasti ada, korbannya Novel," kata Asep Warlan Yusuf saat dihubungi, Rabu (17/7/2019).
TGPF, katanya, dari awal diharapkan untuk memastikan keberadaan tersangka kasus tersebut, baik yang menyuruh melakukan kejahatan tersebut maupun yang melakukannya di lapangan.
"Kemudian menentukan siapa yang jadi tersangka untuk selanjutnya diterbitkan surat keputusan penyidik penetapan tersangka," katanya.
Di dalam proses tindak pidana apa pun, termasuk kaitannya dengan kasus Novel ini, kata Asep, keberadaan TGPF memang tidak mutlak.
TGPF, katanya, hanya untuk memastikan adanya bukti-bukti yang harus ditemukan oleh berbagai pihak. TGPF ini beranggotakan kepolisian dan luar kepolisian.
"TGPF penting saat ada kemandekan, ketika ada kemacetan, hambatan dalam mencari bukti-buktinya. Tapi kalau dilakukan oleh penyidik Polri tidak ada hambatan, tidak perlu TGPF," katanya.
TGPF sendiri, ujar Asep, menjadi komitmen presiden yang menginginkan kasus ini segera diselesaikan. Kasus yang dinilai menggantung lama.
Asep meyakini pembantukan TGPF ini karena pelakunya adalah orang yang memiliki pengaruh yang kuat sekali, yang tidak bisa ditembus penyidik biasa, ketika ada masalah dalam mengakses keterangan.
"Ada kekhawatiran di masyarakat, kasus ini ujungnya mentok karena bersinggungan dengan orang besar. Harapannya tidak mentok karena Novel dulu bilang baru bisa kalau ada TGPF," katanya.
Seperti dilansir Kompas.com, dalam pemaparannya, TGPF Novel Baswedan merekomendasikan polisi untuk mendalami kemungkinan balas dendam dari pihak yang terkait dengan kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juru bicara TGPF Nurkholis mengatakan Polri bisa melakukan pendalaman terhadap enam kasus high profile yang ditangani Novel Baswedan sebagai penyidik KPK. Enam kasus tersebut diduga bisa menimbulkan serangan balik.
Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian akan membentuk tim teknis lapangan yang bertugas mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan setelah TGPF Kasus Novel selesai bekerja. Ini merupakan salah satu rekomendasi TGPF.
Novel Baswedan diserang dengan disiram air keras oleh dua pria yang mengendarai sepeda motor pada 11 April 2017. Saat itu, Novel sedang berjalan menuju rumahnya setelah menjalankan shalat subuh di Masjid Jami Al Ihsan, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Cairan itu tepat mengenai wajah Novel. Kejadian itu berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Tak seorang pun berada di lokasi saat peristiwa penyiraman itu terjadi. Novel juga tak bisa melihat jelas pelaku penyerangan. Kasus tersebut belum terungkap dan polisi belum menetapkan tersangka.
• Temuan Baru Kasus Novel Baswedan Bakal Diungkap Polri dan TGPF ke Publik, Catat Tanggalnya!