Apa Itu Awan Topi yang Terjadi di Puncak Gunung Rinjani? Ada Bahaya di Balik Bentuk yang Cantik

Puncak Gunung Rinjani diselimuti awan putih besar seperti tak bergerak. Fenomena alam itu disebut awan topi atau cap cloud.

Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Ravianto
Dok. TN Gunung Rinjani
Awan Topi di Gunung Rinjani 

TRIBUNJABAR.ID - Ada yang berbeda dari penampakan Gunung Rinjani baru-baru ini.

Puncak Gunung Rinjani diselimuti awan putih besar seperti tak bergerak.

Fenomena alam itu disebut awan topi atau cap cloud.

Cap cloud atau awan topi adalah fenomena yang terjadi di puncak gunung. Dari kejauhan awan tersebut tampak diam.

Melansir dari akun Instagram BMKG, @infobmkg, awan topi termasuk awan jenis stratus atau tumbuhnya menyamping.

Awan tersebut melayang di atas puncak gunung.

Selain itu, awan topi berbentuk lenticular atau cekung-cembung.

Hal tersebut terjadi karena adanya angin lapisan atas pada arah horizontal.

Pembentukan awan topi disebabkan pendinginan dan kondensasi udara lembap yang dipaksakan naik ke atas karena orografi atau ada gunung dan di atas puncak gunung.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan awan topi yang termasuk lentikular terbentuk akibat aliran naik udara hangat yang membawa uap air mengalami pusaran.

"Itu sering terjadi di pucak gunung," katanya, Rabu (17/7/2019), dikutip dari Kompas.com.

Mengutip dari Kompas.com, Marufin Sudibyo, astronom amatir Indonesia mengatakan awan topi bisa bertahan selama beberapa jam hingga berhari-hari.

Oleh sebab itu, awan tersebut seperti topi yang dipasang di atas gunung.

Awan topi berbentuk unik sehingga sering dijadikan latar selfie.

Awan Topi di Gunung Rinjani
Awan Topi di Gunung Rinjani (Dok. TN Gunung Rinjani)

Berbahayakah awan topi bagi pendaki?

Di balik bentuknya yang cantik, awan topi berisiko menimbulkan bahaya untuk pendaki.

Mengutip dari Tribunnews, turbulensi atau pusaran angin yang membentuk awan topi menyebabkan suhu di puncak gunung menjadi sangat dingin.

Hal tersebut berbahaya bagi pendaki karena berisiko menyebabkan hiportemia.

Hipotermia adalah kondisi mekanisme tubuh kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.

Gejala hipotermia ringan seperti berbicar amelantur, detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha tubuh untuk menghasilkan panas.

hipotermia
hipotermia (istimewa via Tribun Travel)

Pada penderita hipotermia moderat, detak jantung dan respirasi melemah hingga hanya 3-4 kali bernapas dalam satu menit.

Semenatara di tingkat yang lebih parah, penderita tidak sadar diri, badan menjadi sangat kaku, pernapasan sangat lambat hingga kehilangan panas tubuh.

Selain itu, hembusan angin saat terjadi awan topi bisa membuat pesawat terguncang sehingga bisa kehilangan altitudenya dengan cepat.

Awan Topi di Gunung Rinjani

Fenomena awan topi bukan pertama kai terjadi di Gunung Rinjani.

Sebelumnya, fenomena alam itu pernah terjadi pada 2009 dan terakhir pada 2018, tepatnya pada Mei dan September.

Namun, awan topi kali ini berbeda dari sebelumnya.

"Namun memang topinya tidak pernah sesempurna ini. Topi awan terjadi karena ada pusaran angin di puncak. Kami selalu berkoordinasi dengan BMKG soal ini," kata Teguh Riyanto, Kepala Seksi Wilayah I Lombok Utara, Taman Nasional Gunung Rinjani, Rabu (17/7/2019), dikutip dari Kompas.com.

Bagi Anda yang ingin mendaki jangan khawatir, pendakian tetap dibuka.

Ingin Mendaki Gunung Rinjani? Simak Peta Jalur Pendakian Gunung Rinjani Berikut

Macan Kumbang Turun Gunung di Sumedang, Puluhan Domba Mati, Semula Dianggap Mati Misterius

"Berjalan seperti biasa, tidak ada warning untuk pendakian," tutur Teguh kepada KompasTravel, Rabu (17/7/2019).

Teguh merinci jumlah pendaki Gunung Rinjani sejak dibuka kembali pada 14 Juni 2019.

Pendaki yang masuk lewat jalur Senaru sebanyak 2.062 orang, jalur Sembalun sebanyak 461 orang, jalur Aik Berik sebanyak 107 orang, dan jalur Timbanuh sebanyak 286 orang.

"Jumlah tersebut sejak (Gunung Rinjani) dibuka kembali sampai kemarin (16/7)," tuturnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved