Tragis, Dicabuli Kakek Angkat Sejak SD, Siswi SMP Ini Tewas saat Persalinan, Bayinya Dikubur di Pot
Bukannya mendapat perlindungan, EPJD malah dicabuli sejak dia masih SD sampai berusia 15 tahun.
TRIBUNJABAR.ID, BEKASI - Malang nian nasib siswi SMP berinisial EPJD ini.
Ditinggal orangtua yang bekerja di luar negeri, EPJD lantas dititipkan ke Heri Sumitno ayng sudah dianggap keluarga.
Heri juga merupakan tetangga di Perumahan Blue Safir, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi.
Bukannya mendapat perlindungan, EPJD malah dicabuli sejak dia masih SD sampai berusia 15 tahun.
Akibatnya, EPJD mengandung.
Tragisnya, EPJD akhirnya meninggal dalam persalinan bersama bayi yang dikandungnya.
EPJD meninggal dunia akibat proses persalinan prematur.

Menurut Kasatreskrim Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Ermawan, pelaku telah mengurus korban atau menjadi ayah angkat korban sejak Sekolah Dasar (SD) dikarenakan orangtua korban kerja di luar negeri.
"Jadi memang mereka tetangga sejak tahun 2014, tapi Juli 2017 diserahkan kepada pelaku oleh ibunya karena harus kerja ke luar negeri. Ayah korban juga sudah lama meninggalkan korban," kata Imron kepada awak media, Kamis (4/7/2019).
Kemudian awal mula pelaku mencabuli korban, ketika pelaku meminta korban memijat pelaku.
Dari situ pelaku tergiur, dan mengajak korban untuk melakukan hubungan badan.
Persetubuhan sudah dilakukan berkali-kali mulai Desember 2018 hingga 30 Juni 2019 atau saat hamil pelaku juga tetap menggauli anak angkatnya.
"Modusnya korban disuruh pijat tubuh pelaku, karena telah dewasa mengertilah terangsang akibat pijatan itu. Pelaku paksa dan ancam kalau tidak nuruti nafus bejatnya," jelasnya.
Pelaku hanya tinggal seorang dirinya di rumahnya dikarenakan istri telah lama meninggal.
"Pelaku tinggal seorang diri, mungkin kesepian sehingga tega melakukan tindakan itu," ucapnya.
Adapun pengungkap atas perlakukan bejat pelaku, Imron menjelaskan ada salah seorang warga curiga penyebab kematian anak angkatnya itu dikarenakan pendarahan.
"Pelaku bilang pendarahan, warga curiga pendarahan kan kalau melahirkan. Warga curiga lalu lapor ke polisi," tutur Imron.
Dari situlah, perbuatan cabul HS juga terungkap.
Ternyata anak yang dikandung korban merupakan ulah dari kakek tersebut yang juga ayah angkatnya.
Ketika itu pada 30 Juni 2019, korban EPJD dibawa ke rumah sakit di daerah Rawalumbu dikarenakan mengalami sakit pada perutnya.
Saat ditangani di rumah sakit, ternyata korban melahirkan anak dalam kandungannya.
Dikarenakan lahir dalam kondisi prematur usia 5-6 bulan sehingga bayi tidak bertahan lama lalu meninggal.
Kemudian pada tengah malam pelaku membawa bayi yang meninggal itu pulang ke rumah untuk dikuburkan di pot di lantai dua.
"Ibunya (korban) masih tidak apa-apa, tapi bayinya meninggal. Lalu pelaku kubur bayi itu dalam pot di lantai dua rumah pelaku," jelas Imron.
Kemudian korban sempat dibawa pulang ke rumah.
Namun kondisi korban melemah dan pada Selasa 02 Juli pukul 16.00 WIB korban dibawa kembali ke rumah sakit.
Tapi pukul 18.00 WIB korban dinyatakan meninggal.
"Saat ditanya penyebab kematiannya EPJD itu pelaku gelagapan dan jawab pendarahan dari situ curiga hingga dilaporkan dan kami tangkap Rabu (3/7/2019) dini hari," ujarnya.
Kemudian polisi mendatangi rumah pelaku membongkar kembali kuburan bayi itu dan melakukan visum kepada korban.
"Pelaku akui perbuatan bejat yang telah mencabulinya. Tapi dia ngaku tidak membunuhnya, itu murni lahir prematur yang sebabkan bayi dan ibunya meninggal," ungkapnya.
Kini pelaku sudah ditahan Polres Metro Bekasi Kota dan telah mengakui perbuatan cabulnya.
Dalam kasus itu polisi mengamankan barang bukti satu kain batik berwarna cokelat, kerudung berwarna putih, sarung warna biru, serta baju gamis warna merah.
Diamankan juga barang bukti berupa celana dalam cokelat, kain perban warna putih, pembalut bernoda darah, satu pot bunga warna cokelat, hingga satu buah serokan plastik.
Pelaku dikenakan Pasal 82 Jo 76E UU RI No. 17 Tahun 2016 dan Pasal 81 Jo 76D UU RI No. 17 Tahun 2016 Tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Adapun Ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Penulis: Muhammad Azzam