Suhu di Bandung Raya Terasa Lebih Dingin dari Biasanya, Ada Fenomena Apa? Begini Penjelasan BMKG
Dalam beberapa hari terakhir ini, suhu di wilayah Bandung Raya terasa lebih dingin dari biasanya.
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Widia Lestari
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dalam beberapa hari terakhir ini, suhu di wilayah Bandung Raya terasa lebih dingin dari biasanya.
Apalagi saat malam hingga dini hari, suhunya menjadi semakin lebih dingin.
Alhasil, warga Bandung yang hendak bepergian ke luar pun harus mengenakan pakaian tebal dan berlapis.
Lantas, ada fenomena apa sebenarnya di balik suhu di Bandung Raya yang terasa lebih dingin ini?
Peneliti Cuaca dan Iklim BMKG Provinsi Jawa Barat Muhamad Iid Mujtahiddin mengatakan, suhu dingin dalam beberapa hari terakhir di Bandung Raya maupun secara umum di Jawa Barat merupakan fenomena yang biasa atau wajar.
• Petani di Kabupaten Bandung Khawatir Alami Lagi Gagal Panen Akibat Musim Kemarau
Menurutnya, fenomena biasa ini menandakan datangnya periode musim kemarau.
"Berdasarkan pantauan alat pengukur suhu udara, tercatat selama bulan Juni 2019 ini, suhu udara terendah tercatat sebesar 17 derajat celcius pada Jumat (21/6/2019)," kata Muhamad Iid melalui keterangan tertulis yang diterima TribunJabar.id, Jumat.
Lebih lanjut ia menjelaskan mengenai beberapa faktor penyebab suhu udara di wilayah Bandung Raya menjadi lebih dingin.
Saat musim kemarau seperti saat ini, angin yang melewati Jawa Barat adalah angin pasat tenggara atau angin timuran dari arah Benua Australia.

Ditambah, pada bulan Juli, Agustus, dan September di Australia sedang mengalami puncak musim dingin.
"Sehingga suhunya relatif lebih dingin dibandingkam musim hujan," ujar Muhamad Iid.
Tak hanya beberapa faktor itu, lanjutnya, ada juga faktor lainnya.
Suhu dingin saat ini dipengaruhi juga dengan masih adanya kelembapan pada ketinggian permukaan hingga 1,5 kilometer di atas permukaan laut.
Hal itu menyebabkan pada sore hari masih terlihat adanya pembentukan awan.
• Masih Lakukan Aktivitas Tanam di Musim Kemarau, Petani di Kabupaten Bandung Terancam Kekeringan
"Akan tetapi pada ketinggian tiga kilometer di atas permukaan laut yang relatif kering, sehingga potensi awan yang terbentuk untuk terjadi hujan relatif kecil."
"Dan dampaknya kondisi kelembapan pada malam hingga pagi hari menambah kondisi suhu udara menjadi dingin," ujar Iid.
Adapun musim musim kemarau di Jawa Barat ternyata berlangsung dari bulan Juni.
Wilayah di Jawa Barat yang lebih dulu mengalami musim kemarau adalah daerah sekitar pantura, kemudian bergerak ke arah selatan.

Lalu, puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus-September dengan karakteristik suhu udara dingin dan kering.
"Dengan karakteriatik cuaca seperti ini diimbau kepada masyarakat untuk tetap menjaga kondisi badan supaya tetap fit, salah satu di antaranya, saat bepergian ke luar rumah selalu mengenakan baju hangat atau jaket dan mengonsumsi buah-buahan serta sayuran," kata Muhamad Iid.
Waspada Kekeringan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung, memprediksi, bencana kekeringan di Kabupaten Bandung mulai terjadi pada Juli 2019.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bandung, Sudrajat, mengatakan, seperti ditahun sebelumnya, bencana kekeringan mulai terjadi pada saat musim kemarau, hingga puncak musim kemarau, yakni Agustus hingga September.
• Hadapi Kekeringan Panjang, Pemkab Indramayu Gelar Rakor Kebijakan Manajemen Mitigasi Bencana
"Sampai saat ini belum ada laporan, karena kami terus berkoordinasi dengan pihak pemerintah tiap wilayah di Kabupaten Bandung," kata Sudrajat, Rabu (19/6/2019).
Untuk antisipasi bencana kekeringan, BPBD Kabupaten Bandung, pun berkoordinasi pula dengan BPBD Provinsi Jawa Barat dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Bencana kekeringan akibat musim kemarau pada 2019 ini belum terjadi di wilayah Kabupaten Bandung.
Bencana kekeringan yang kerap terjadi di Kabupaten Bandung, berdampak kesulitan mendapatkan pasokan air bersih, ancaman gagal panen, kebakaran hutan, hingga wabah penyakit.

Di Kabupaten Bandung, beberapa daerah yang kerap dilanda bencana kekeringan, yakni Kecamatan Soreang (Pamekaran, Parung Serab, Sukanagara, dan Sekarwangi), Kecamatan Cangkuang (Nagrag), Kecamatan Pacet, Kecamatan Cikancung (Ciluluk), Kecamatan Nagreg, Kecamatan Cileunyi, dan Kecamatan Cilengkrang.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, mengatakan, musim kemarau berkaitan erat dengan peralihan angin baratan (monsun Asia) menjadi angin timuran (monsun Australia).
"Masyarakat bahwa perlu diwaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal dan mulai terjadi sejak April 2019," kata Herizal beberapa waktu lalu.
Lahan Pertanian di Bandung
Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Bandung mencatat sejauh ini sudah ada 2 hektare lahan pertanian yang mengalami kekeringan ringan. Selain itu sudah ada 93 hektare lahan pertanian yang terancam kekeringan.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Distan Kabupaten Bandung, Ina Dewi Kania, menuturkan sejauh ini pihaknya sudah mendapatkan laporan kekeringan dari dua kecamatan di Kabupaten Bandung, yakni Kecamatan Cikancung dan Kecamatan Baleendah.
"Di Baleendah lahan pertanian yang terancam kekeringan kurang lebih 65 hektare, kemudian di Cikancung ada sekitar 30 hektare, jadi ada 95 hektare. Dua hektare di antaranya di Baleendah dinyatakan sudah mengalami kekeringan tapi masih tarapnya ringan," ungkapnya saat ditemui di kantornya, Rabu (19/6/2019).
Sebanyak 65 hektare lahan pertanian yang mengalami dan terancam kekeringan tersebut berada di Kelurahan Wargamekar, Kecamatan Baleendah.
Distan mengaku sudah menurunkan tim di Kelurahan Wargamekar Baleendah, untuk membantu memanfaatkan pompa air dangkal.
"Karena tahun lalu juga sama kami sudah mencoba membuatkan pompa air dangkal ini dan juga pompanisasi. Jadi untuk sementara 65 hektare ini masih bisa terairi. Tanaman padi ini bukan jenis tanaman air jadi tidak harus tergenang cukup terairi kalau sudah basah pindah ke bidang lain," tambahnya.
Sementara 30 hektare lahan di Kecamatan Cikancung sendiri tersebar di Desa Cikancung, Cihanyir, Cikasungka, Ciluluk dan di Desa Sri Rahayu. Statusnya masih terancam dan belum terjadi kekeringan karena sumber air yang ada yang bisa dimanfaatkan sudah terbatas.
"Jika dilihat dari data, sebagain besar lahan yang terancam kekeringan ini sudah menjelang panen, sudah memasuki usia 84 hari. Mudah-mudahan bisa terselamatkan di tengah iklim yang memang sudah waktunya musim kemarau," katanya.
Ina menghimbau kepada para petani, pada saat memasuki kemarau ini untuk tidak memaksakan menanam padi karena sumber air mulai terbatas di beberapa wilayah.
Lantaran sumber air terbatas, Distan menyarakan agar para petani mengalihkan komoditas tanaman sementara waktu.
"Kalau ada sumber airnya tapi terbatas lahan harus tetap diolah, silakan misalnya untuk tanaman palawija atau komoditas hortikultura dataran rendah seperti cosin dan timun. Di samping umurnya pendek palawija tidak perlu membutuhkan banyak air," katanya.
Hal itu dilakukan agar para petani masih bisa produktif dan pendapatkan penghasilan. Berdasarkan pengalaman tahun lalu wilayah-wilayah yang kerap mengalami kekeringan lahan di Kabupaten Bandung di antaranya, Kecamatan Rancaekek, Baleendah, Cikancung, Cicalengka dan Ciparay (sebagain kecil).
Ina menuturkan bagi wilayah-wilayah yang memerlukan bantuan air pihaknya akan membantu dengan melihat sumber mata air di sekitar lahan tersebut untuk dipompa. Kalau pun tidak memiliki pompa, pihak Distan akan memberikan bantuan pinjaman alat pompa secara gratis di Distan.
"Tahun ini diprediksi kemarau tidak akan terlalu panjang seperti tahun lalu. Puncak kemarau diperkirakan di Juli-Agustus dan berakhir di September. Mudah-mudahan tidak ada yang sampai mengalami fuso seperti tahun lalu," katanya.