Menengok Pemilu di Kampung Naga

Warga Kampung Adat Kebingungan Melipat Kembali Surat Suara

Kompleks permukiman adat memang boleh dibilang tabu bagi kegiatan di luar adat termasuk kegiatan pencoblosan.

Penulis: Firman Suryaman | Editor: Machmud Mubarok
TRIBUN JABAR/FIRMAN SURYAMAN
Kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin, tersenyum lebar seusai melaksanakan pencoblosan di TPS 07, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (17/4). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Suryaman

SINAR matahari mulai menyinari deretan rumah adat Kampung Naga beratapkan ijuk di lembah Sungai Ciwulan di Desa Neglasari, Kecataman Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (17/4) pagi. Hari itu suasana agak berbeda. Orang-orang sudah berpakaian rapi.

Para lelaki mengenakan kampret lengkap dengan iket. Perempuan mengenakan pakaian biasa dengan bawahan kain samping. Pagi itu, warga adat yang sudah dewasa berbondong-bondong menuju TPS untuk melaksanakan pemilihan presiden dan anggota legislatif. Tercatat ada sekitar 250 warga Kampung Naga yang memiliki hak memilih, atau sekitar 80 persen dari total warga adat.

Sekitar pukul 07.00 mereka mulai berdatangan ke lokasi pemilihan yakni di TPS 07 Desa Neglasari. Lokasi pemilihan khusus bagi warga adat tidak di dalam kompleks permukiman adat. Melainkan di lahan parkir pengunjung, di tepi jalan raya Tasikmalaya-Bandung via Garut.

TPS 07 dibuat di sisi barat lahan parkir, dengan model bangunan modern mirip acara resepsi. Ratusan warga adat berkerumun sambil bercanda-gurau di sekitar TPS menunggu giliran dipanggil ketugas KPPS. Sebagian lagi melihat-lihat info deretan caleg yang dipampang di luar TPS.
Kompleks permukiman adat memang boleh dibilang tabu bagi kegiatan di luar adat termasuk kegiatan pencoblosan.

"Kegiatan pencoblosan dari pemilu ke pemilu, tidak pernah dilakukan di permukiman adat," kata Kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin, saat ditemui di TPS.

Menurut Ade, pemilihan umum termasuk dalam kegiatan nonadat sehingga lebih pantas dilaksanakan di luar kompleks adat. Namun begitu, selaku warga negara yang baik, warga adat tetap harus mengikuti pesta demokrasi rakyat lima tahunan itu bahkan bisa dibilang antusias.

"Walau kami warga adat, kami juga adalah warga negara Indonesia yang punya hak dan kewajiban sama dengan warga luar. Bisa dilihat, sejak matahari terbit warga adat sudah mulai naik ke atas menuju TPS. Bahkan mengenakan pakaian terbaiknya," ujar Ade.

Ade menegaskan, mengikuti pemilihan juga merupakan salah satu perintah adat, sesuai dengan falsafah yang dianut selama ini yang diwariskan nenek moyang, dalam rangka taat terhadap perintah agama dan gama. Ada tiga falsafah yang selama ini dianut warga adat secara turun-temurun.

"Yakni, yang pertama, mun aya panyaur gancang temonan (kalau ada panggilan cepat temui, mun aya parentah gancang laksanakeun (kalau ada perintah cepat laksanakan), dan mun aya pamundut gancang tedunan (kalau ada permintaan cepat penuhi, Red). Berkaitan dengan partisipasi terhadap pemilu ini, sesuai dengan falsafah kedua," ujar Ade.

Selain itu, lanjut Ade, penyelenggaraan pencoblosan di luar komplek adat juga bisa menjaga kebebasan aspirasi warga adat dalam menentukan pilihannya.

"Di luar mereka bisa lebih bebas menentukan pilihannya sesuai dengan hati nurani masing-masing. Kalau di dalam bisa saja manut pada tokoh adat, walau tidak digiring," katanya.

Sejumlah warga adat yang ditemui di sela-sela acara pemilihan, mengaku senang dan bangga bisa mengikuti pemilu serentak pemilihan presiden dan wakil rakyat.

"Saya hanyalah warga adat yang jauh di pelosok kampung, tapi alhamdulillah saya bisa ikut memilih bapak presiden," kata Cahyan (65), salah seorang warga.

Cahyan mengaku sempat kebingungan saat menentukan pilihan untuk calog legislatif mulai tingkat pusat hingga daerah. Dia pun sempat kesulitan saat melipat kembali surat suara. "Saat melipat kembali susah. Beberapa kali salah," ujarnya sambil terkekeh.

Ade mengharapkan, siapa pun presiden dan wakil presiden terpilih nanti, harus bisa memegang amanah Yang Maha Kuasa dan rakyat.

"Kuncinya harus bisa memegang amanah. Salah satunya adala memenuhi janji-janji saat mereka kampanye. Kalau janji tak ditepati berarti tidak amanah," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved